Who are you?

479 69 53
                                    

Embusan angin musim gugur menggoyang lembut rambut panjang Sakura. Dengan cekatan gadis itu menyingkirkan helaian yang menutupi pandangnya ke belakang telinga.

Sudah nyaris jam dua belas malam. Hari sedikit lagi berganti, tapi ia masih di sini, di jalan Konoha yang sepi. Tangannya telah bersembunyi di saku jaket karena tidak tahan dengan terpaan dinginnya udara malam.

Bibir Sakura mengerucut, merasa kesal sendiri membayangkan kosnya yang masih lumayan untuk di tempuh. Butuh setengah jam lagi untuk bisa menikmati ruangan hangat dan kasur empuknya yang nyaman. Kalau saja tidak ada kejutan di rumah sakit yang pada akhirnya selalu membuat Sakura pulang terlambat, sore tadi ia sudah bisa berleha-leha dan bergelung dengan selimut kesayangannya. Dingin malam sama sekali bukan sahabat yang baik untuk tubuh.

Tanpa sadar Sakura menghela. Menjadi koas memang bukan pekerjaan yang mudah, justru kadang terasa amat melelahkan. Sakura rasa semua pekerjaan pasti seperti itu. Namun rumah sakit tentu sedikit berbeda, kadang Sakura harus merasakan sesak di dada ketika menyaksikan kesedihan para keluarga yang ditinggalkan. Sakura kira itulah yang sebenarnya terasa paling berat.

Langkah Sakura sejenak terhenti, ia menimbang, Haruskah Sakura berbelok karena itu merupakan jalan pintas yang dapat mempercepat kepulangannya. Setidaknya ia bisa menghemat hampir setengah rute jalan biasa. Jelas sangat menguntungkan untuknya, tetapi Sakura tidak bisa langsung bersenang hati karena jalan pintas itu jarang dilalui orang-orang.

Beberapa tahun lalu gedung pertokoan yang berderet memanjang di sepanjang jalan dilahap habis oleh api. Lalu entah apa sebabnya, bangunan gosong itu dibiarkan tak terpakai. Ketika Sakura mulai menempati kosnya sudah banyak desas-desus bermunculan. Ada yang bilang bahwa bangunan ini berhantu, dikutuk, ada juga menyangkut permasalahan izin, dan yang terakhir yang menurut Sakura paling masuk akal. Bukan karena Sakura tidak percaya keberadaan hantu, ia yakin mereka ada, tapi Sakura merasa lebih ingin logis saja.

Meyakini keberadaan makhluk tak kasat mata lantas tak membuat Sakura jadi seseorang yang bernyali besar. Ia juga takut bila harus melihat wujud mereka. Membayangkannya saja Sakura tidak ingin, tetapi sekarang masalahnya lain. Ia sudah sangat lelah, ia butuh cepat sampai ke kosnya. Lagi pula lantaran sudah terbiasa melalui jalan pintas, dan belum pernah juga Sakura temukan hal-hal aneh. Termasuk hal mengerikan seperti penculikan dan perampokan, jadi Sakura rasa kali ini pun akan sama. Ia akan aman saja.

Sakura berbelok, merapatkan tudung jaket lalu mempercepat langkah kakinya. Seperti yang ia kira, jalan pintas ini begitu sunyi. Namun setidaknya masih ada yang bisa ia syukuri karena lampu-lampu di jalan ini tetap berfungsi. Menerangi dengan jelas, meskipun gedung-gedung kosong di samping kanan-kirinya tetap saja terlihat menyeramkan.

Tiba-tiba sesosok makhluk putih muncul, melompat ke kaki Sakura yang kini jatuh terduduk di jalan. Mulutnya komat-kamit menyebut mama dan ayahnya dengan mata terpejam.

Suara kucing terdengar di telinga. Begitu Sakura membuka mata, helaan napas lega meluncur dari mulutnya.

"Kau mengagetkanku tahu," ucap Sakura yang kini membawa kucing anggora putih ke dalam pelukannya. "Tunggu, kau seperti kucing si Nenek kosku?"

Hanya suara kucing yang mengeong yang menjadi jawaban. Sakura lalu mengecek kalung yang melingkar di leher si kucing. Terdapat sebuah bandul keemasan yang mengukir nama kucing tersebut.

"Nah, benarkan! Hei, Loli kau nakal sekali. Nenek sudah mencarimu ke mana-mana, jadi selama ini kau bersembunyi di sini."

Sakura ingat bagaimana sedihnya Nenek saat Loli menghilang. Berhari-hari Nenek menangis, bahkan sampai tadi pagi Nenek masih murung memikirkan Loli. Bagi Nenek, Loli bukan lagi sekadar kucing peliharaan, tapi sudah seperti anggota keluarga karena Nenek tinggal sendirian. Anak-anaknya jarang sekali datang menjenguk Nenek, hanya Loli yang menemaninya selalu.

GHOST FILEHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin