BAB 49

18 6 4
                                    

Pedoman pelafalan:
Zahvalnost : Zah-val-nos

❄❄❄

"Apa kau sesenang itu?" Tanya Hillyan sambil terus merapikan rambutku.

"Kurasa begitu." Aku menghela napas. "Sudah cukup lama sejak terakhir kali aku pergi keluar dari rumah ini." Ya, terakhir kali aku pergi keluar adalah saat berburu dengan Seongwoo. Kata berburu itu sendiripun hanyalah alasan saja.

Hillyan tersenyum. "Terakhir kali aku pergi ke festival itu, acaranya sangat meriah. Banyak makanan dan minuman yang disediakan. Para pemusik memainkan musiknya dengan ceria. Semua peri bersuka cita saat itu. Tapi, itu sudah hampir 50 tahun yang lalu, sebelum wabah menyerang." Ekspresinya berubah muram.

Aku menegak. "Apa festival ini baru diselenggarakan hari ini? Setelah 50 tahun lamanya?"

"Tidak. Festival ini adalah festival tahunan. Walau negeri dilanda wabah, namun tuan kami tetap mengadakan festival setiap tahun walaupun tidak semeriah dahulu."

Aku mengangguk paham. Aku kembali bertanya ketika Hillyan mengikat rambutku, "kenapa kau tidak datang ke festival, padahal festival tetap diadakan saat wabah?"

"Karena berbagai alasan aku tidak bisa datang."

Aku berbalik dan mendongak menatap Hillyan. "Bagaimana kalau kau ikut dengan kami? Aku bisa bilang ke Seohyun dan Seongwoo."

Hillyan tersenyum. Dia berbalik dan mengambil syal yang tergantung. "Jangan meminta lebih pada apa yang sudah diberikan. Itu adalah pelajaran yang pernah diajarkan padaku saat kecil."

Aku hanya melipat mulutku. Hillyan memakaikan syal di leherku dengan lembut.

"Nah.. Selamat bersenang-senang."

●●●

Kami berangkat menggunakan kereta yang bisa berjalan diatas salju. Kalau dilihat-lihat, kereta ini mirip dengan kereta kuda pada umumnya, hanya saja rodanya diganti sehingga mirip dengan kereta salju.

Kuda yang menarik kereta juga bukan sembarang kuda. Kata Seohyun mereka adalah kuda asli dari dunia peri yang tahan dingin. Khusus kuda milik Minhyun ini sudah di latih untuk bisa hidup di suhu ekstrem sehingga tidak masalah bahkan jika badai salju menerjang.

Seongwoo memberitahuku untuk tidak membuka jendela saat di perjalanan apapun yang terjadi. Dia juga memintaku untuk tidak berjalan sendirian ketika sampai di tempat festival nanti. Intinya, aku harus terus tetap waspada karena aku adalah manusia lemah yang mungkin bisa saja bertemu dengan peri jahat yang mau membunuhku.

Seohyun menyibukkan dirinya dengan membaca buku. Sedangkan Seongwoo memilih untuk tidur. Minhyun tidak ikut karena dia ada kesibukan lain katanya. Sedangkan aku melihat ke luar jendela. Beruntung jendelanya kaca, jadi aku masih bisa melihat keadaan di luar.

Tidak ada apa-apa selain salju. Ada juga pepohonan. Namun semuanya tertutup salju. Benar-benar tidak ada apa-apa diluar sana selain salju.

"Apa kalian benar-benar hidup di keadaan seperti ini selama hampir setengah abad?" Celetukku.

"Begitulah." Jawab Seohyun sekenanya. "Apa kau tidak bosan melihat ke luar yang hanya ada salju saja?"

Aku menyandarkan tubuhku. "Tidak ada yang bisa kulakukan selain ini." Dari pada bosan, aku lebih merasa kasihan. Musim salju yang hanya 3 bulan di dunia manusia saja terkadang membawa banyak petaka, apalagi disini yang sudah hampir 50 tahun.

Seohyun menutup bukunya. "Sebentar lagi kita akan sampai." Ucapnya.

Kereta yang tadinya cepat kini berjalan perlahan. Kulihat pemandangan di luar masih diselimuti salju. Tidak ada tanda-tanda adanya festival.

AZECTHIAN : The Wolf, The Fairy, and The IceWhere stories live. Discover now