PART SEBELAS

33 6 0
                                    

Berada di tengah-tengah orang yang sedang berbincang tentang hal yang tidak ia sukai ternyata melelahkan. Archie memilih duduk bersembunyi di dekat pilar besar, tak ingin bertemu dengan ayahnya. Semua sedang berdansa, begitupun ayahnya.

Brox menghampiri pria itu. Tersenyum sinis kearahnya, "Long time no see, little brother. How are you?" Tanya pria itu dengan nada sinisnya.

Archie tak membalas, ia sibuk dengan cerutunya. Memilih mengabaikan pria itu. "Rubiana, such a beautiful women i've ever seen. You agree with that?" Brox mulai memancing dan ia masih tetep untuk tak membalas apapun yang keluar dari mulut pria itu.

"Aku sempat bertemu dengannya, she's really beautiful. Me and Calix want taste her, really want. Oh i meet her in Riana's funeral. You look close to her." Brox masih berbicara tentang Rubi. Archie mulai tak bisa menahannya tapi ia berusaha untuk tidak merusak wajah pria itu.

"Apa hubungan kamu dengan wanita itu? Dia teman mantanmu, bukan? Wow, setelah mengencani Riana kamu akan mengencani teman wanita yang pernah kamu cintai?" Suara Brox benar-benar mengejeknya, tawa sinis juga terdengar.

"Bukan masalah yang serius jika kamu mengencaninya, Riana saja berani mengencani kakak tirimu." Archie tetap tak merespon.

Kini Calix juga ikut menghampirinya, menepuk punggungnya pelang. "How are you, lil brother?" Archie mengambil gelas wine, tak mempedulikan kedua pria itu yang masih berusaha mengajaknya berbicara.

"Sepertinya papa benar-benar tertarik denganmu, Archie." Kata Calix sinis saat pria itu melihat ayahnya sedang menatap Archie senang, sebelumnya juga ayahnya menyambut Archie dengan senang.

"Aku tak peduli." Sahut Archie santai.

Calix tertawa sinis. "Apa kamu mengenal Rubi?" Tanya pria itu. "Aku rasa kamy mengenalnya, dia teman Riana kekasihmu yang tidur dengan kakak tirimu. Oh my god! She's really atractive."

Brox kembali bicara, "Sejak tadi kami membicarakan wanita itu, Calix. Haha, wanita naif dan terlihat polos." Kata Brox santai.

"Dia benar-benar menggali semuanya tentang kematian Riana." Tawa terdengar lagi diamtara mereka, hanya Archie yang diam. Genggaman gelas wine ditangan Archie mengerat, ia benar-benar ingin melempar gelas itu ke kedua pria tersebut. Mulut mereka yang tak terjaga benar-benar cocok untuk diikat.

Archie tak menanggapi itu dan memilih pergi meninggalkan ke dua pria itu. "Archie, kamu benar-benar miskin. Ibumu terbaring koma sampai saat ini, wanita yang kamu cinta selingkuh dengan kakak tirimu, dan kali ini kamu mulai tertarik dengan seseorang ternyata membawa seseorang itu ke dalam neraka. Kamu benar-benar tidak pantas untuk menjadi apapun. Seharusnya kamu tidak bertahan sampai saat ini." Brox mengatakannya dengan lantang dan sinis. Beberapa kenalan mereka mendengarnya dan sudah mengerti bawah hubungan Williams bersaudara tak pernah baik-baik. Kenalan yang datang pun ada berkubu, enatah mereka mendukung siapa dari Williams bersaudara tapi mereka banyak yang yakin bahwa penerus yang benar-benar diinginkan Desmond adalah Archie Williams anak dari selingkuhan pria itu.

"Jangan lupa untuk bertemu setelah acara ini selesai, Archie." Lanjut Brox masih tetap dengan nada sinis pria itu.

Archie tak mendengarkan, mana mungkin ia mau bertemu dengan mereka lagi. Ia harap ini terakhir kalinya ia bertemu dengan mereka semua.

Desmond yang melihat anak kebanggaannya meninggalkan ruangan mengikuti dengan pelan. "Jika anda ingin bicara silahkan, Sir." Kata Archie acuh dengan tagannya yang masih membawa cerutunya. Pria itu membalik badannya dan langsung menatap pria itu—papanya. "Long time no see, Sir."

Desmond mendekat dan duduk di kursi yang ada di dekat sana. "Duduklah, Archie." Minta pria itu. Archie menurut dan duduk di samping Desmond yang juga sama membawa cerutunya.

"Papa tidak bisa berbicara banyak disini, dinding pun saat ini memiliki telinga. Apapun yang kamu inginkan bisa bicarakan pada papamu ditempat lain. Bantuan apapun itu kamu bisa katakan pada papa." Kata Desmond pelan.

Asap cerutu dari kedua pria itu mengepus ke udara setelah mengatakan itu Desmond tak mengatakan apapun lagi, keduanya sama-sama diam dan hanya menikmati cerutu mereka serta langit malam yang tak berbintang. "Apa yang papa lakukan di rumah sakit?" Tanya Archie pelan.

Desmond menoleh. "Apa aku tak boleh menjenguk wanitaku?" Tanya pria itu santai. "Ibumu tetap dan akan selalu menjadi wanitaku, Archie." Desmond mengatakannya dengan tegas dan terasa penuh cinta, apa itu ucapan implusif? Pikir Archie saat ini.

"Juleanne, wanitaku, ibumu. Dia adalah wanita hangat yang aku kenal, dia cerdas dan sangat ceria saat awal aku bertemunya." Desmond mengatakannya dengan bayangan Anne yang tersenyum hangat kepadanya dan tertawa saat dirinya membuat lelucon konyol. "Aku yang salah disini dan kamu pasti menyetujui itu. Anne tidak mengetahui siapa aku, yang diketahuinya aku adalah salah satu suruhan papanya, nyatanya aku musuh papanya pada saat itu."

"Aku selalu menyalahkanmu, papa. Sampai saat ini." Kata Archie pelan. "Dan untuk apa setiap hari papa datang ke rumah sakit?"

"Untuk memastikan ibu kamu, wanitaku akan terbangun walaupun dalam waktu yang mungkin masih lama. Aku benar-benar mencintai ibumu, Archie." Kata Desmond tulus.

"Tapi papa membuat mama menderita sampi harus seperti sekarang. Mama masih tidak bangun sampai saat ini dan itu ulah dari suruhan istri-istri papa." Saat Desmond hendak meninggalkan putranya, Archie mengatakan hal tersebut dan membuat Desmond diam sebentar. "Apa mama kamu mengatakannya? Jika mama kamu mengatakannya dengan sendirinya, baru papa akan mempercayainya, bahwa mama kamu tidak bahagia dengan papa" Desmond meninggalkan Archie sendirian, membiarkan putranya untuk menikmati waktunya dengan hanya dirinya sendiri. Ia tahu Archie lebih suka menikmati waktunya sendirian dari pada bersama orang lain, mirip sepertinya.

***

Seorang wanita tengah berbaring di kamar tidurnya, menunggu beberapa menit lagi untuk ia pergi keluar seorang diri. Rubi, kini ia akan pergi sendiri. Menikmati waktu me time yang sudah lama ia lewatkan.

Kedua orang tuanya dan juga kakak laki-lakinya akan kembali ke Indonesia seminggu lagi. Kemarin mereka semua baru saja menikmati waktu bersama, family time. Seperti janji kepada ibunya, dirinya berjanji untuk tidak melakukan tindakan berbahaya seperti sebelumnya. Dan Jane juga menyetujui itu, wanita itu juga sama tidak akan memberikannya pekerjaan yang berbahaya selama setahun lebih. Jane ingin melihat pergerakan lawannya dulu yang sepertinya semakin banyak apalagi sebentar lagi berita kematian Riana akan terangkat kembali, seperti yang diberitahukan Archie. Jadi Jane memilih untuk menutup akses sebentar, tak ingin membahayakan pekerjanya.

Kini tujuan Rubi adalah mencari es krim dan akan melakukan piknik sendirian di taman. Ya, karena dirinya akan menikmati waktu me time–nya.

"Tch, kadang me time itu bingung mau ngapain." Gumam dirinya. Memberitahu dirinya, kalau ia sedang bingung untuk melakukan apapun, tapi jika ia berdiam diri dikamar akan lebih membosankan.

Rubi menatap awan yang bergerak pelan, kalau dipikir-pikir ia sudah tidak bertemu dengan pria itu hampir sebulan. Terakhir ia melihatnya saat pemakaman Riana dan sampai saat ini ia bahkan tak tahu dimana dan sedang apa pria itu. Sesibuk itukan Archie sampai tak ingin menjenguknya? Bukan! Bukan berarti ia berharap untuk dijenguk atau bertemu dengan pria itu, ia juga tahu bahwa mereka baru berkenalan dan itupun berkenalan secara singkat, tak ada basa-basi lainnya. Lagi pula ia tahu, dirinya bukan siapa-siapa dan ia tak berharap untuk bertemu kembali.

Rubi menggigit bibir bawahnya, kesal dengan pikirannya yang tertuju dengan pria itu. Tolomg ingatkan dirinya bahwa ia dan Archie hanya tak sengaja bertemu dan pria itu menolongnya dan setelahnya semuanya berakhir. Ia itu harapan di dalam egonya tapi hatinya ia ingin bertemu kembali dengan Archie, apalagi saat mata biru pria itu menatapnya dengan lembut ataupun tatapan khawatir, ia menyukai itu. Rubi tersenyum kecil dan wajahnya bersemu saat mengingat hal tersebut.

Meet In EdinburghTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang