PART DUA PULUH

21 7 0
                                    

Satu bulan berikutnya.

"Archie, i am so much fine." Kata Rubi pelan.

"Bah... kamu bilang baik-baik saja?" Tanya Archie sengit. "Kamu bahkan tidak sadarkan diri, Bia. Untung Savvanah memiliki keinginan untuk melihatmu yang lama sekali di kamar mandi. Kalau tidak, apa yang akan terjadi." Kata pria itu marah.

"Berapa kali aku katakan untuk jangan memaksakan diri kamu. Kamu bisa memberitahuku untuk tidak terlalu memaksakan diriku tetapi mengapa kamu yang malah memaksakan diri kamu sendiri?" Archie benar-benar marah kali ini, tidak ada nada lembut yang keluar dari pria itu hanya nada tegas yang dapat Rubi dengar. Wanita itu juga sedikit memaklumi pria itu memarahinya.

Cecil menghubungi Archie dan mengatakan Rubi dilarikan ke rumah sakit karena tak sadarkan diri dan lebih parahnya dirinya tak sadarkan diri di dalam bathtub, yang menambah ke khawatiran Archie. Tetapi tetap saja dirinya tidak menyangka kalau dirinya akan sakit dan tidak sadarkan diri, karena sebelum dirinya benar-benar baik-baik saja. Dan Archie tak perlu memarahinya seperti itu, cukup diberitahu baik-baik saja ia akan mengerti. Ya, dirinya pasti akan mengerti.

Archie menatap wanita yang sedang tidak dalam keadaan baik-baik itu dengan kesal dan marah, tapi pria itu benar-benar berusaha menahan semuanya agar tidak melampiaskan kepada wanita itu. "Apa? Kamu ingin mengatakan bahwa aku tidak perlu marah? Dan kamu akan mengatakan jika kamu akan mendengarkanku kalau aku memberitahumu baik-baik."

"Tch... berapa kali aku menasehati kamu, Bia? Berkali-kali dan kamu tidak mendengarkan sedikitpun. Kamu wanita yang keras kepala dan aku tidak akan bisa menandingin ke keras kepalaanmu." Kata Archie. "Kamu marah aku mengatakan bahwa kamu keras kepala? Ya, tentu kamu akan marah karena kamu tidak merasa."

Kini Rubi menatap sengit pria yang sedang dekat dengannya. Bukan karena pria itu mengatakannya keras kepala. Ia bahkan sangat tahu kalau dirinya keras kepala tak perlu diperjelas. Tolong digaris bawahi, dirinya menatap sengit pria itu bukan karena itu tetap karena pria itu sangat menarik saat sedang marah. Apa-apaan itu, sangat tidak fair.

"Sexy sekali." Gumam wanita itu pelan. Dan secepat mungkin menyadarkan dirinya.

Archie menatap kaget wanita yang duduk di ranjang rumah sakit. Bisa-bisanya mengatakan itu padahal dirinya sedang menahan marah. "Kamu–"

Belum sempat Archie menyelesaikan kalimatnya, Rubi langsung memotongnya cepat. "Bukan kamu yang sexy." Sentak wanita itu cepat.

Rubi, fokus sekarang pria itu menatapmu menantang, jadikan 'keras kepala' itu sebagai tameng untuk memarahi pria itu. Jadi hilangkan dulu pikiran nakal kamu, wanita nakal. "Kamu bilang aku keras kepala? Ya memangnya kenapa? Apa itu masalah untuk kamu?" Tantang wanita itu kesal.

Archie menatap wanita di depannya, menghembuskan nafasnya kasar. "Aku akan keluar sebentar, aku tidak ingin kita saling melemparkan amarah kita berdua." Kata Archie palan. Pria itu mendekat dan menurunkan tempat tidur Rubi. "Kamu harus istirahat." Katanya. Sebelum keluar pria itu mengecup kening Rubi lama dan tak lupa mencuri kecupan di bibir wanita itu. "Jangan membuat aku khawatir lagi, Bia." Bisik pria itu diatas bibirnya dan setelahnya barulah Archie pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Rubi menatap kepergian pria itu, walaupun sebenarnya ia ingin mencegah pria itu keluar. Tapi saat ini keras kepalanya muncul serta egonya yang tengah mendominasi karena sejak dua hari lalu pria itu benar-benar membuat moodnya sedikit hancur.

Tiga puluh menit Rubi menunggu tetap saja Archie belum kembali ke ruangannya. Bahkan ponsel pria itu tergeletak begitu saja di atas sofa. Kemana sebenarnya Archie?

Rubi memejamkan matanya, rasa kantuk perlahan mulai muncul. Bersamaan dengan suara pintu yang dibuka dengan kasar membuat wanita itu berjengit kaget. Matanya dan mata seseorang yang berdiri di depan itu saling bersitatap. Bukan, dia bukan Archie.

Meet In EdinburghTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang