PART TIGA PULUH DUA

23 5 0
                                    

Rubi sempat berpapasan dengan Brox dan Calix saat ingin menghampiri Archie yang berada di balkon, kedua pria itu menatapnya tajam dan dirinya juga menatap balik kedua pria itu dengan sinis. Mereka kira hanya mereka saja yang bisa seperti itu? Dirinya juga bisa.

Wanita itu melihat Archie yang masih dengan cerutunya, sudah berapa ceritu yang dibakarnya?

"Archie..." Panggil Rubi pelan dan mendekat kearah pria itu. Pria itu menoleh dan tersenyum lantas mematikan cerutunya mingibaskan bekas asap rokok yang masih ada.

"Heeiii... apa mamaku merepotkanmu, ya?"

Rubi menggeleng, "Tidak, she's really nice to me. Kita—aku dan mama kamu berjanji akan pergi ke kebun peony milik nenekmu." Kata wanita itu semangat.

"Wow, apa aku boleh ikut?" Tanya pria itu memohon.

Wanita itu langsung menyilangkan tangannya di depan dadanya. "T-I-D-A-K." Katanya tegas dan menakan semua katanya.

Archie tertawa dan mengangguk. "Oke, girls time ya." Kata pria itu mengerti dan Rubi mengangguk menyetujui itu.

"Hei! Kamu sudah menghabiskan sebanyak ini?" Tanya Rubi saat melihat begitu banyak bekas cerutu.

Archie tersenyum bingung. "Aku tidak terlalu ingat." Kata pria itu yang malah terdengar berbohong.

"Tch, kamu bahkan tidak ingat? Berapa banyak yang kamu isap? Kamu memintaku untuk mengurangi dan aku berhasil melakukan itu tetapi kamu kenapa semakin banyak." Kesal wanita itu.

"Sorry, love. Mereka berdua datang dan membuatku agak panik."

Rubi menghela nafasnya lelah. "Besok dan seturusnya kurangi, ya? It's to much, Archie." Pria itu mengangguk, ingin memeluk wanita itu tetapi dirinya ingat asap rokok pasti menempel di tubuhnya dan memilih untuk mengusap puncak kepala Rubi.

***

Alabama terbangun dari tidurnya rasa pening masih ia rasa. Mengingat bagaimana dirinya melampiaskan rasa marahnya kepada kedua anaknya dengan meminum wine.

Edmod masuk ke dalam kamar dan langsung duduk di ranjang miliknya. "Kenapa kamu datang ke rumahku, sialan! Apa kamu mau semua curiga!" Wanita yang baru saja bangun dari tidurnya dan masih sedikit tipsy berteriak dengan lantang.

Edmon berdecak malas dan menjambak rambut wanita itu. "Berani sekali kamu berteriak di hadapanku, wanita sialan! Jangan sekali-kali kamu berteriak di hadapanku jika masih ingin hidup, walaupun aku mencintaimu aku tidak bodoh!" Edmond menekan semua katanya dan menatap nyalang wanita cantik di hadapannya dan barulah menyentak kasar rambut panjang blonde wanita itu.

"Pelayanmu mengatakan bahwa kamu kembali mengamuk, ada apa?" Kini nada suara pria itu mulai normal.

Alabama menatap tak suka dan bangkit dari tidurnya. "Tidak ada apa, aku baik-baik saja." Katanya dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.

Edmod menghela nafasnya dan menunggu sampai wanita itu selesai dengan kegiatannya barulah dirinya menanyakan lagi.

Lima menit menunggu di kamar Alabama terdengar suara ribut dari bawah, suara yang sering di dengar pria itu. Dengan cepat dirinya mengintip melalui pintu kamar tersebut dan melihat kedua anak kembarnya membentak para pelayan karena menghalangi mereka untuk ke lantai dua—kamar Alabama.

Tak sengaja mata mereka saling bertemu, Brox menatapnya begitu pun Calix yang menatapnya terkejut. Brox masih bisa tenang saat melihatnya berbeda dengan Calix yang wajahnya langsung mengeras ingin membunuhnya.

Kedua pria itu berjalan mendekata kearahnya tak menyapanya ataupun mengatakan apapun masuk kedalam kamar Alabama.

Brox menatap kearah kamar mandi, suara gemercik air terdengar lantas menatap sekeliling kamar mamanya. Pecahan kaca dan guci berserakan. Berantakan, itulah kata yang menjelaskan bagaimana kondisi kamar mamanya dan dirinya sudah tahu alasan kenapa kamar mamanya bisa seberantakan ini.

Brox menatap kearah pria yang berdiri menatannya dan adiknya. Mendekat kearah pria itu, "Katakan padanya kami datang ke sini dan berikan ini." Pria itu menyerahkan amplop coklat ke Edmod dan lantas pergi meninggalkan Edmod tanpa mengatakan apapun diikuti dengan Calix yang berjalan di belakang Brox.

Beberapa menit setelahnya Alabama keluar hanya menggunakan bathrobe saja. Edmod menoleh kearah wanita itu. "Anak-anak kita baru saja mendatangimu."

Alamaba menatap kaget Edmod, "Maksud kamu?!"

"Brox dan Calix datang mencarimu dan memberikanmu ini." Edmod menyerahkan amplop coklat itu kepada Alabama.

Wanita itu dengan cepat merampas amplop itu dan membukanya tergesa-gesa. Terdapat begitu banyak gambarnya dan Edmod saat sedang pergi bersama bahkan ada saat dirinya berciuman dengan Edmod disebuah yacth milik pria itu.

Alabama meremas dan membuang semua foto tersebut berlari ke lantai bawah. Memaki seluruh pelayannya yang tidak menghentikan anak-anaknya dari lantai atas Edmod hanya menatap wanita itu—ibu dari anak-anaknya. Menunggu beberapa menit barulah Edmod menarik Alabama membawa wanita itu masuk ke dalam kamar milik wanita itu.

Wanita itu terus melawan dan berteriak histeris, memukul Edmod yang mencengkram pergelangan tangannya.

"Jangan gila kamu!" Teriak pria itu marah.

"Aku akan membunuhnya!" Alabama masih berteriak histeris.

Edmod menampar pipi wanita itu saat mendengarkan apa yang diucapkan wanita itu. "Apa yang ingin kamu lakukan? Ingin membunuh anak-anakku karena dia mengetahui kebusukanmu? Jangan harap kamu bisa melakukan itu, Bama!"

"Aku harus membunuhnya! Mereka keturunan Williams bukan keturunanmu. Jangan katakan dia anakmu, bajingan!"

"Mau bagimana pun mereka anak-anakku! DNA yang sudah membuktikannya!" Kata pria itu marah.

Edmod mengambil obat milik wanita itu dan menyuntikannya kewanita itu. Alabama menolak dan menghindari suntikan tersebut, tetapi pria itu bisa menyuntikannya walaupun membutuhkan tenaga untuk menahan wanita itu.

Meet In EdinburghTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang