Part 2

18 0 0
                                    

Naori duduk diam di beranda asrama Miko. Dalam waktu dua bulan, ia akan menyelesaikan tugasnya. Pandangannya tertuju pada taman batu di tengah-tengah asrama dengan beberapa helai kelopak sakura yang jatuh menghiasi batu putih. Namun, pikirannya hanya pada seorang samurai. Sudah lima tahun ia mengenal samurai muda itu. Sudah lima tahun pula sejak samurai itu memintanya untuk menjadi istrinya. Naori menyadari, sejak awal seorang samurai terhormat seperti lelaki itu tidak mungkin untuk bersamanya. Seorang miko yang bahkan keluarganya tidak diketahui siapa. Seorang miko yang dipungut oleh ketua kuil dan dirawat di kuil sejak bayi.
Sudah ia pahami posisinya. Tetapi, ia masih merasakan sakit di dadanya setiap mengingat apa yang telah ia dengar dari Ketua Kuil. Ia menyadari bahwa cinta tidak cukup untuk mereka berdua. Tapi mengapa ia masih ingin menangis saat ini?
Perlahan Naori mencengkeram hakama merahnya dan menutup matanya. Setiap helaan nafasnya terasa menyakitkan. Air matanya tak mampu lagi ia tahan.
'Kenapa kau menangis, Naori? Dari awal kau tahu bahwa kau dan Akira-sama bukanlah hal yang mungkin terjadi. Lalu kenapa kau menangis?' Pikir Naori dalam hati.

Naori membuka matanya dan melihat seekor rubah putih dengan semburat merah di telinganya menatapnya, lalu duduk di samping Naori menyandarkan kepalanya di pangkuan Naori.
Naori mengusap lembut kepala hewan di sampingnya, "Inari-sama pasti mengirimmu untuk menghiburku. Setiap Akira-sama datang ke kuil, kau pasti memperlihatkan dirimu. Kau selalu menemaniku disaat aku sendiri dan merindukannya."

Rubah tersebut mengangkat kepalanya dan menatap Naori.
Naori menggendong rubah tersebut dan berjalan menuju halaman kuil dan melihat Ketua Kuil.
"Maaf... apakah saya bisa berbicara?"

Ketua Kuil tersenyum dan mengangguk sembari menundukkan kepalanya melihat rubah di gendongan Naori, "Miketsu-sama" bisik Kepala Kuil hampir tak terdengar. Sementara rubah di gendongan Naori melompat turun dan berlari menuju hutan bambu.

"Ah! Maafkan saya..."

"Tidak apa-apa. Sudah saatnya ia harus kembali. Apa yang ingin kau bicarakan, Naori?"

Naori melihat ketua Kuli dengan sedih, "mengenai Akira-sama...."

Ketua Kuil menatap Naori dengan sedih, namun ia mencoba menyembunyikannya dengan senyuman, "apa ada hal yang ingin kau sampaikan padanya? Aku akan menyampaikan padanya."

Naori menundukkan kepalanya dan mencengkeram hakamanya. Ia menggigit bibir bawahnya menunjukkan ia merasa tidak nyaman dengan apa yang ia rasakan. Perasaan sedih, kecewa, marah.
"Saya-"

"Tuan, maaf.. Kepala klan Hojo datang mengunjungi kuil bersama keluarganya," ucap seorang pendeta lain.

"Aku akan menemuinya. Naori, kuharap kau bisa mendampingiku."

Naori mengangguk dan mengikuti Ketua Kuilmenuju kuil utama.

Di kuil utama, sudah berdiri beberapa lelaki dan perempuan. Mengenakan kimono terbaik mereka. Para lelakinya mengenakan katana dan wakizashi di sampingnya. Dua lelaki yang terlihat lebih tua dari lainnya, berdiri di barisan terdepan sembari berbincang. Wajah mereka menunjukkan kebahagiaan.

"Terima kasih sudah mengunjungi kuil, Hojo-sama, Ishida-sama," sapa Ketua Kuil diikuti Naori di belakangnya.

Naori mengangkat kepalanya mendengar nama Ishida disebutkan. Ia melihat lelaki tua di hadapannya yang kemudian menatapnya. Dengan cepat Naori menundukkan kepalanya.

"Ahh.. Kannushi-sama. Maaf atas kedatangan kami yang terkesan mendadak. Sebenarnya, ini semua karena saya merasa sangat senang mendengar kabar dari sahabat saya. Saya baru saja mendapat kabar bahwa kami akan menjadi keluarga besar. Putri bungsuku akan menikah dengan putra sulung dari keluarga Ishida," ucap ketua klan Hojo, Hojo Sanada dengan wajah bahagia.

Musubi (A prequel to Ishida Monogatari)Where stories live. Discover now