Part 4

7 0 0
                                    

"Akira-san... Akira-san," Naori berlari memasuki rumah kecilnya bersama Akira dengan tergesa-gesa.

Akira hanya menatap Naori sembari tangannya menjalin rumput kering untuk zori.

"Putri keluarga Hojo.." Naori berusaha mengatur nafasnya dan duduk di hadapan Akira.

"Ada apa?"

"Putri keluarga Hojo... ia... ia ditemukan bunuh diri.." ucap Naori dengan suara pelan. Ia menunduk dengan penuh penyesalan.

"Kanako? Kanako bunuh diri?"

Naori mengangguk sementara tangannya mencengkeram pinggiran kimono dan ia menggigit bibir bawahnya. Rasa bersalah merasuki hatinya, namun ia hanya diam.

Akira melihat Naori dan mendekatinya. Ia tahu apa yang Naori rasakan. Ia sangat memahami wanita ini. Perlahan ia menggenggam kedua tangan Naori.

Naori hanya menunduk masih dengan penuh rasa bersalah, "saya.... tidak seharusnya saya..." air matanya mulai menetes.

Akira hanya diam dan menatap Naori, "apa kau menyesal menikah denganku?"

Naori mengangkat kepalanya dan menatap Akira, "bu..bukan itu," suaranya tercekat, "saya... jika saja anda .. jika saja saya.." Naori menatap Akira dengan sedih, "anda kehilangan keluarga anda karena saya. Sekarang sebuah keluarga harus kehilangan putrinya karena saya."
Air mata yang jernih jatuh mengenai punggung tangan Akira yang menggenggam tangan Naori.

Akira mengusap air mata Naori, "itu bukan kesalahanmu. Aku yang sudah memutuskan ini semua. Tenangkan dirimu."

Naori menggigit  bibir bawahnya berusaha menahan tangisannya.
Perlahan Akira mengusap bibir berwarna sakura di hadapannya hingga ia merasa tenang.

Setelah beberapa hari, Kojiro mendatangi kediaman Hojo untuk mengungkapkan belasungkawa.
"Kau! Anakmu yang membuat anakku mati!" Sanada Hojo melihat Ishida Kojiro dengan penuh amarah, "pergi kau dari sini! Kau tidak pantas untuk berada di sini!"

Kojiro Ishida hanya membungkukkan badannya dan kemudian berjalan menjauh.
"Tou-sama.." panggil Tomokazu memecah kesunyian sembari berjalan di samping ayahnya.

Kojiro melihat anak bungsunya.

"Aku sangat tidak paham apa yang diinginkan oleh Ani-sama. Dia rela kehilangan segalanya hanya demi seorang wanita. Maksudku, miko itu tidak sebanding dengan yang ia korbankan. Apakah orang dewasa memang memiliki pemikiran yang rumit?"

Kojiro melihat Tomokazu dan mengajaknya duduk di sebuah kedai dango, "aku tidak bisa menyalahkan kakakmu sepenuhnya."
Ucap Kojiro pelan.

Tomokazu melihat ayahnya dengan tidak percaya, "maksud ayah?"

Kojiro mengingat istrinya yang juga seorang miko menjadi depresi karena mendapat tekanan dari keluarganya. Yang membuatnya harus memilih keluarga atau istrinya. Hingga istrinya meninggal saat melahirkan Tomokazu.
"Kau akan paham saat kau dewasa."

Dahi Tomokazu berkerut membuat kedua alisnya hampir menyatu, "sangat membingungkan."

Kojiro tersenyum melihat ekspresi wajah putra bungsunya, "apa kau tahu Tomokazu? Ibumu dulu juga seorang miko sebelum menikah denganku."

Tomokazu menatap ayahnya dengan tidak percaya, mulutnya dipenuhi dengan dango. Ia tidak memiliki ingatan sama sekali terhadap ibunya. Ayahnya sama sekali tidak pernah bercerita tentang ibunya hingga sekarang.

"Kanae.." bisik Kojiro pelan sembari mengingat istrinya yang telah tiada selama dua belas tahun.

Tomokazu melihat ayahnya dan memperhatikan perubahan ekspresi. Baru saat ini ia melihat ekspresi wajah ayahnya yang lembut dan sedih.

Musubi (A prequel to Ishida Monogatari)Where stories live. Discover now