1. Sebuah Buku Usang

86 47 48
                                    

Amora yang terbaring di kasurnya dengan keringat dan nafasnya yang seperti habis berlari marathon. Ia terlihat mengerenyitkan dahinya dengan berlinang air mata.

"Ibu.. jangan bu..nuh.. Ibu tolong bu, jangann.."

"Hosh.. hosh.. Ibu buku itu, punyaku. Jangan.."

"Aku minta maaf.. bu, jangan bunuh dia.."

"Ini salah aku, bukan salah dia, bu." rintihnya seperti ketakutan, disertai dengan nafasnya yang tak beraturan.

"Ibu.. Ibuu.. IBUUU JANGANN!" Amora terbangun dengan berlinang air mata. "Aku.. Aku mimpi, ini hanya mimpi hahaha."

"Aneh. Gue mimpi berasa asli." pikir Amora dengan memegangi kepalanya, ia merasa kepalanya sangat berat kala itu.

Anehnya, mimpi itu menjadi samar. Amora dibuat bingung atas apa yang terjadi barusan. Ia merasa seperti berada di antara dunia mimpi dan nyata. Akhir-akhir ini mimpinya selalu aneh, ditambah lagi jika dirinya terlalu lelah.

Ia memang merasa kelelahan karena kemarin, ia bekerja paruh waktu di Cafe hingga malam hari.

Amora terdiam, ia bernafas gusar dengan melihat ke sekeliling kamarnya, lalu ia melihat jam.

"ALAMAK 5 MENIT LAGI BEL!!" teriak Amora terkejut, ia pun langsung bergegas mandi dan bersiap pergi berlari ke sekolah dengan tergesa-gesa karena sudah tidak sempat menunggu angkot, apalagi ojek online.

°°°

Perempuan bertubuh tinggi serta rambut yang diikat rapih itu, bernama lengkap Amora Kirana itu akhirnya sampai di sekolah SMAN 1 Angkasa tepat pada saat bel berbunyi, ia bernafas lega.

Sekolahnya adalah sekolah elite dan favorit incaran murid murid pintar, yang bisa masuk hanya anak-anak terpilih saja.

Berkat ketekunan dan kegigihannya, Amora berhasil masuk melewati jalur prestasi.

Beruntungnya penjaga sekolah sedang tidak ada disana, ia pun berlari menuju kelasnya melewati koridor dengan suara langkah kakinya yang menggema sepanjang ia berlari.

"Fyuh, akhirnya sampe juga." ucapnya sambil menaruh tas di kursinya.

"Lo telat mulu perasaan Mor, ga bosen apa?" celetuk Wina teman sebangkunya menatap Amora heran.

"Gue jalan kaki ke sekolah, dirumah juga gue gaada yang bangunin." curhat Amora pada sahabatnya itu.

"Oh iya, lo kerja juga ya pulang sekolah. Pasti capek ya Mor." sahabatnya itu menepuk-nepuk bahu Amora memberi semangat.

"Namanya juga anak orang miskin, Wajarlah." ucap Keyla tersenyum sinis menatap ke arah Amora.

Amora merasa tersentak karena ucapannya, ia pun menoleh dan menatap tajam ke arah Keyla. Berusaha menahan diri supaya tidak lepas kendali.

"Apa liat-liat?"

"Anak kaya lo ga pantes buat sekolah disini. Tempat yang pas buat lo itu, tempat cuci piring." lanjut Keyla tertawa, ia puas mengatai orang dihadapannya itu dengan tatapan jijik.

Tidak terima temannya dibicarakan seperti itu, Wina menatap Keyla tajam. "Daripada lo sekolah disini nyogok kan? urus aja tuh otak."

"Udah Win, anak kaya dia gabakal ngerti." Amora menahan sahabatnya. Ia takut masalahnya akan panjang karena Keyla anak orang kaya, tidak sepertinya. Lebih baik ia menghindari konflik dan tidak berurusan dengannya.

Keyla berdecih dan kembali duduk dikursinya. Perbuatannya seperti itu dengan alasan iri dengan Amora yang pintar dalam hal pelajaran, dibanding dirinya yang biasa-biasa saja.

Fate Of Destiny Where stories live. Discover now