2. Perpustakaan

75 47 47
                                    

Dengan perasaan yang was-was, Elina menghampiri ayahnya untuk berbicara. Mereka menuju ke sebuah ruangan bersama dengan Emma, sang ibunda.

Sang ayah, meminta Elina supaya duduk dihadapannya. Emma dan Roland saling betatapan saat hendak bicara. Membuat Elina sedikit gemetar.

"Nak, apa benar kau hanya pergi berkeliling disekitar istana?" tanya Roland menyilangkan kedua tangannya.

Mendengarnya membuat Elina terasa lega, karena memang benar dirinya hanya berkeliling sekitaran istana. "Benar ayah, aku tidak pergi jauh. Hanya sedang bosan." jawab Elina lantang.

"Tidak dengan dia?"

"Dia? dia siapa?" Elina menahan kepanikannya sendiri, jantungnya berdetak kencang.

"Jangan berpura-pura seperti tidak tahu." sela Emma memasuki obrolan.

Emma menghembuskan nafasnya gusar. "Kalau kau masih tetap memaksa untuk bersama dengan pria rendahan itu, ibu tidak akan segan untuk memisahkan kalian." ancam sang ibu.

Elina mengepalkan kedua tangannya, menahan amarah mendengar perkataan dari mulut ibunya sendiri. Sang ayah, Roland pun terlihat menyetujui perkataan istrinya yang membuat Elina semakin kesal.

"Kenapa kalian sebegitu kerasnya ingin aku tidak bersama dengannya? dia salah apa? dia baik, selama ini selalu menjagaku!" pekik Elina menjelaskan.

"Elina, sejak kapan ayah mengajarkanmu melawan perkataan ibumu?!" Roland menaikan intonasi bicaranya dengan tangannya yang memukul meja.

"Terlalu sering menemui anak rendahan itu membuatmu menjadi pribadi yang buruk, Elina!" 

Suara Elina nyaris tidak bisa keluar, menahan air mata yang sudah mengambang memenuhi kelopak matanya.

"Dengarkan ayah nak, ayah sudah menyiapkan pasangan yang lebih cocok untukmu!"

"Elina kau harus mau dengan pria yang ayahmu pilih, dia berasal dari keluarga bangsawan. Sama dengan kita!" 

Kedua orang tuanya bicara tanpa henti, tidak memikirkan perasaan anak semata wayangnya yang sudah menintikan air mata karena tidak kuasa menahannya.

"Tidak seperti pria yang ka--"

"AKU SUDAH TAHU! aku mengenalnya dan dia tidak sebaik yang kalian kira!" Elina berlari keluar ruangan, meninggalkan kedua orang tuanya yang sedang marah padanya

"ELINA!!!" 

"ELINAA!!"

°

°

°

"AMORA!"

"AMORA!"

"Amora, bangunnn!" Wina menggoyangkan tubuh Amora yang tidak kunjung bangun, ia panik karna sahabatnya itu tertidur sambil meneteskan air mata.

Seorang lelaki yang menyadari hal itu datang menghampiri keduanya, ia memberikan minyak kayu putih dan mendekatkannya di hidung Amora.

Tidak lama setelahnya, Amora bangun dengan wajah yang panik dengan nafasnya yang tersenggal. Ia terkejut mengatahui terbangun di perpustakaan dengan dua orang di hadapannya sekaligus lega.

"Ya Tuhan, gue kira lo kesirupan Mor." Wina bernafas lega melihat Amora sudah terbangun.

Amora membalasnya dengan kekehan. "Kesurupan woi!"

Mengingat kejadian mimpi yang ia dapat barusan, ia berpikir mungkin ini akibat baca buku dan tertidur setelahnya. Ditambah, mimpi itu berkaitan dengan cerita yang ia baca barusan. Jadi ia mengabaikannya.

Fate Of Destiny Where stories live. Discover now