⚙ CHAPTER 1 : Asha dan Awan ⚙

1K 120 17
                                    

CHARACTER INTRODUCTION

▪︎ Arinta Yasha Kalingga ▪︎
》Perempuan 17 tahun dengan sejuta kerandoman yang tidak tahu bahwa satu tahun ke depan ia akan berusaha mati-matian membuat Awan jatuh cinta padanya.

[ 21 Januari, 2021 ]

Rambut ikal Zizi menghalangi pandang Asha untuk menatap slide presentasi yang tengah dipaparkan melalui proyektor aula SMA Tri Dharma siang ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tim penyuluh SNMPTN dan SBMPTN yang beranggotakan alumni memang selalu diminta untuk melakukan sosialisasi, khususnya pada siswa kelas 12. Mulai dari bedah jurusan di beberapa kampus favorit, prosedur pendaftaran, bahkan tips and trick alias cara jitu lolos PTN sebagai persiapan pasca tamat SMA. Namun, informasi penting yang disampaikan dengan gaya bicara persuasif itu tidak begitu menarik minat Asha. Gadis itu hanya terpaku pada satu nama PTS bertaraf internasional di Jakarta Selatan, Universitas Sahna Wikrama. Selain kualitas kurikulum dan tenaga pengajar yang baik, komplitnya fasilitas yang disediakan kampus untuk menunjang perkuliahan membuat Asha ngiler dan ngebet untuk mendaftar di sana. Targetnya di jurusan Kedokteran, mengingat minat dan kemampuannya yang unggul dalam ilmu Biologi dan Kimia. Tak peduli apa yang disampaikan para pemateri, yang terpenting bagi Asha saat ini adalah bagaimana meyakinkan orang tuanya untuk memperbolehkan ia berkuliah di universitas yang ia mau.

"Sha, lo yakin nggak mau coba PTN dulu? Secara lo kan pinter, kalau tembus PTN lumayan banget bisa hemat duit."

Jinan namanya. Teman Asha sejak kelas 7 SMP, yang tidak bosan-bosannya membujuk Asha untuk setidaknya mencoba SBMPTN sebelum mendaftar PTS. Namun sayang, dua pekan lalu Asha bahkan merelakan jatah mendaftar SNMPTNnya kepada siswa lain karena impiannya hanya di Sahna Wikrama.

"Gue maunya di Sahna Wikrama, Nan. Gue makin males sama PTN gara-gara banyak spall spill kasus nggak jelas di Twitter." Tuturnya. Selalu ada saja alasan untuk menolak daftar PTN.

"Ya elah, Sha. Namanya kasus juga banyak di mana-mana. Mau PTN, PTS, SMA, sampai tempat kerja juga bakal ada aja."

Ya benar juga, sih.

Meski batinnya setuju, tapi tekadnya tetap bulat untuk menolak PTN. Kalau boleh jujur, di samping kualitas kampus yang baik, Asha juga punya alasan lain untuk ngeyel ingin kuliah di PTS incarannya. Asha mau bebas dari pantauan Ayah dan Bunda, bebas dari aturan ini itu dan segala macam acara keluarga yang sering diadakan saat week end.

"Ya pokoknya, gue maunya PTS itu doang. Titik." Ucapnya final. No debate. Bahkan mampu mendiamkan rayuan Jinan hingga jam pelajaran terakhir selesai. Hal ini sudah biasa terjadi dalam pertemanan mereka. Jinan membujuk Asha, Asha menolak, Jinan memaksa, Asha sinis, saling mendiamkan. Begitu kurang lebih siklusnya. Meski demikian, setelah bel tanda pulang sekolah berbunyi, keduanya tetap pulang bersama mengendarai sepeda motor Jinan yang memang kebetulan satu arah dengan jalan pulang Asha.

Sejauh apa pun pertengkaran memisahkan kita, aku akan tetap pulang bersamamu. Seperti itu kiranya motto Asha.

Hari Kamis manis, seharusnya dihabiskan dengan haha hihi, persiapan menyambut akhir pekan dengan senyum bahagia. Sejak berangkat sekolah, Asha sudah bertekad kuat untuk membujuk ayahnya perihal kuliah selepas pulang bekerja nanti. Menurut informasi yang ia dengar secara tidak sengaja, hari ini ayahnya mendapat award atas pencapaiannya di kantor. Meski tidak tahu-menahu prestasi apa yang diraih sang ayah dalam pekerjaannya, Asha cukup percaya diri bahwa hal tersebut mampu meningkatkan mood secara drastis. Mencoba keberuntungan yang ke dua puluh tujuh kali, Asha menegakkan duduknya sebelum kemudian menarik napas dalam.

DISASTER COMESSYWhere stories live. Discover now