⚙ CHAPTER 5 : Strategi Awan ⚙

483 68 3
                                    

Long time no see, ada yang kangen Awan?

Belum cek typo dll, but happy reading!!

***

"Pssttt... nomer 3 sama 4 udah belum?" Zizi hampir saja melempar potongan penghapus yang tadi pagi ia cincang ketika Asha hanya menanggapinya dengan kerutan di dahi dan gelengan samar.

Ulangan harian Fisika selalu menjadi momok bagi kebanyakan siswa, termasuk Asha. Di antara semua mata pelajaran yang ada, gadis itu paling anti dengan Fisika. Menurutnya, Fisika itu ribet dan cuma kepintaran tingkat dewa yang mampu menalarnya. Alih-alih belajar keras, ia lebih berminat pasrah dan bermodalkan doa saja. Alhasil, sering kali lembar jawabannya adiwiyata, alias kebersihannya sangat terjaga. Jangankan diisi dengan rumus plek-ketiplek buku paket, menulis diketahui dan ditanya saja sudah mutar otak ribuan kali.

Sampai bel pulang sekolah berbunyi, tak banyak yang berubah dari lembar jawaban Asha. Mau tak mau dikumpulkan begitu saja dengan diiringi gerutuan Zizi yang jauh lebih minimalis coretannya.

"Gila, bikin soal udah kayak dendam kesumat itu guru!" Begitu kurang lebih bunyinya.

Asha meringis karena sepakat dengan perkataan Zizi. Kalau urusan Fisika, boleh lah mereka sependapat. "Emang lo kerjain berapa soal tadi?"

Giliran Zizi kini tertawa pelan sedikit dipaksakan, telunjuk dan ibu jarinya menyatu membentuk bulatan hampir oval. "Nol hehehe. Enak aja gue dikasih otak baik-baik sama Tuhan, masa iya gue habisin buat mikir Fisika empat soal doang. Mending buat mikir masalah lain tuh masih banyak."

Panjang kali lebar. Zizi memang begitu, celotehannya lucu meskipun menggebu penuh emosi. Kalau dilihat langsung wajahnya lebih berapi-api siap menyantap siapa saja yang mengusiknya. Tapi justru itu yang membuat Asha betah berteman dengan Zizi, apa adanya. Hampir tiga tahun bersama, Asha tak sampai hati kalau sedikit lagi keduanya menjumpai kelulusan. Berpisah karena tak berminat di jurusan yang sama pasti membawa kesedihan tersendiri. Tapi lebih sedih daripada itu, ia kembali teringat pada usahanya yang belum berhasil mendapat restu untuk kuliah di Sahna Wikrama. Memang, kalau bicara tentang Asha pasti tidak akan jauh dari persoalan itu-itu melulu. Seperti kata Zizi, masalah hidup banyak, tapi ia lebih memilih menekuni yang satu itu.

Selepas kunjungannya melalui Campus Tour minggu lalu, tidak ada yang berubah. Ayah dan Bunda Asha tetap teguh pada prinsipnya semula, kuliah di dalam kota! Habis akal sudah ia kerahkan semua, beribu sesal dan tangis selalu menjadi ujung yang tertebak. Sampai hari ini, tidak ada yang bisa ia lakukan selain mempersiapkan diri pada kemungkinan terburuk. Kalau ambisinya itu tidak akan pernah tercapai.

Atau mungkin Tuhan punya rencana lain. Ketika tahu-tahu kontak yang selama seminggu ini tak bersuara kini menuai notifikasi.

AWAN:
Sha, lagi di mana?

Panggil Asha cenayang karena dugaannya hampir semua tepat. Selesainya Campus Tour turut mengakhiri interaksinya dengan Awan. Seminggu lamanya laki-laki itu tidak mengatakan apa-apa, padahal dua hari berturut-turut seperti tak kenal lelah menyirami Asha dengan perhatian. Nggak tahu deh perhatian beneran atau sekadar iseng?

Berpikir positif, Asha masih punya hati untuk menjawab pesan itu. Lagi pula, atas dasar apa Asha harus ngambek karena tidak dihubungi Awan selama satu minggu penuh?

ASHA:
Sekolah
Kenapa?

Perhatiannya teralihkan ketika Zizi menarik lengannya untuk cepat-cepat meninggalkan bangku. Bergabung dengan ramainya siswa kelas lain yang sudah lebih dulu keluar kelas. Bahkan ia bisa merasakan desakan kaum-kaum tidak sabar yang selalu mendorong satu sama lain agar bisa keluar lorong lebih cepat. Padahal kalau mereka lebih sabar sedikit mungkin situasi tidak akan serusuh itu. Dan semua bisa sampai ke area pintu keluar utama lebih cepat.

DISASTER COMESSYWhere stories live. Discover now