13 - Terpaksa Berbohong

202 6 6
                                    

Pagi ini keadaan Bunda sudah lebih membaik dari kemarin. Shadira selalu setia menemani Bunda yang masih harus beristirahat di Rumah Sakit. Semalam Bi Sulis juga datang dan menginap, menemani Shadira dan juga Bunda. Shadira memang sempat mengabari Bi Sulis untuk memberitahu bahwa kemarin siang  Bunda dilarikan ke Rumah Sakit dan perlu rawat inap untuk beberapa hari kedepan, sehingga Shadira meminta tolong pada Bi Sulis untuk datang dan membawa beberapa pakaian ganti untuk dirinya dan juga Bunda.

Di atas tempat tidur sudah disiapkan meja makan kecil beserta makanan dan juga obat yang telah disiapkan oleh petugas medis untuk Bunda konsumsi pagi ini. Hanya bubur putih, dengan sayur bening dan beberapa lauk, serta buah, dan juga air putih yang disajikan, di atas meja.

Shadira mengatur posisi pada tempat tidur untuk sedikit dinaikan, agar Bunda bisa lebih nyaman, "segini udah nyaman belum, Bun?" tanya Shadira memastikan.

Bunda mengangguk sambil tersenyum menatap Shadira.

"Mau Shadira suapin aja?" tanya Shadira kembali

"Nggak usah sayang, Bunda bisa sendiri. Makasi, ya, anak Bunda."

Setelah mengucapkan hal tersebut, Bunda langsung menyantap makanan yang ada dihadapannya.

"Neng, katanya mau ke sekolah? siap-siap, gih, keburu siang nanti, lho. Biar Ibu, Bi Sulis yang jaga." Ucap Bi Sulis berjalan mendekati Shadira, seraya memberikan handuk pada Gadis tersebut.

Bunda menatap Shadira khawatir. Shadira yang paham dengan tatapan yang diberikan oleh Bundanya itu tersenyum lembut, "ngga apa-apa, Bun. Shadira bakalan selesain masalah ini. Bunda tenang aja, ya."

"Maafin Bunda ya sayang, nanti Bunda akan carikan, sekolah baru yang lebih baik untuk kamu."

"Bunda ngga perlu minta maaf, Dira yang harusnya minta maaf, karena buat Bunda jadi kepikiran kaya gini."

"Nggak, Dira, kamu juga ngga perlu minta maaf, kamu nggak salah, kamu hanya korban disini."

Shadira mengangguk berusaha menahan air matanya,ia tidak ingin terlihat sedih di hadapan Bunda, ia ingin terlihat baik-baiksaja, walaupun sebenarnya jauh di lubuk hatinya terasa sangat menyesakan. Dirinya harus menerima kenyataan bahwastatusnya sebagai siswi di SMA Gemma Karya, harus terpaksa dicabut denganalasan yang tidak tidak jelas pikirnya.

"Dira ngga apa-apa. Biar nanti urusan sekolah, Dira yang akan nyelesain sendiri. Lagian Bunda tau sekolah disana, tuh, bayarannya mahal juga. Kalau Dira keluar dari sekolah itu, kan, pengeluaran kita akan sedikit berkurang. Nanti Dira coba cari sekolah yang bayarannya ngga terlalu ngeberatin kita ya, Bun."

Bunda menatap dalam pada Shadira. "Bunda mau sekolah yang terbaik untuk kamu. berapa,pun, itu bukan masalah buat Bunda, Sayang. Bunda masih sanggup kerja untuk biayain kamu dan juga pendidikan kamu."

Shadira menatap tidak setuju, "ngga, Bun. setelah keluar dari Rumah Sakit, Shadira minta Bunda untuk nggak perlu kerja lagi. Dira mau Bunda istirahat aja dirumah. Untuk pemasukan kita nanti, biar Dira yang pikirin. Dira bisa, ko, Bun, kerja part time nanti."

"Ngga, Bunda nggak setuju. Di umur Dira yang sekarang, nggak perlu kamu mikirin untuk kerja. Dira Cuma harus mikirin pendidikan, pendidikan, dan pendidikan. Bunda mau Dira jadi seorang yang sukses nanti. Urusan biaya hidup untuk kita, itu urusan Bunda, dan Dira ngga perlu ikut campur dalam hal itu ya, sayang." Jelas Bunda.

"Tapi, Bun. Bunda harus banyak isitrahat sekarang. Shadira ngga mau Bunda drop lagi. Bunda juga perlu mikirin kesehatan, Bunda."

"Denger ya, Dira. Pekerjaan yang Bunda lakuin itu hanya medesain, kamu lupa Bundamu ini seorang desainer. Bunda bisa mengatur jadwal kerja Bunda. Lagi pula bayaran yang Bunda terima setiap bulannya lumayan besar kan, dan itu sangat cukup untuk membiyai kebutuhan kita, dan juga keperluan serta fasilitas untuk kamu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARKASADIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang