VI

31 21 24
                                    

Rock a bay baby do not you fear

Nevermind babi mother is near

Wee littel fingers eyes are shut tight

Now sound asleep until morning light....

Mari bertemu di sumur besok sore. Kau tidak akan menyesal karena akan mengetahui kebenaran antara kau, ayahmu, dan ibumu. 

Itu adalah isi surat yang diterima Aeon. Lagu tersebut adalah lagu yang sering dinyanyikan ibunya Aeon kalau anak itu sedang tidak bisa tidur. Aeon yang begitu menyayangi ibunya terpancing dengan surat itu, meski dia sendiri sadar ini tidak aman. Namun, dia tidak bisa membiarkan begitu saja orang iseng memakai ibunya untuk hal-hal buruk seperti ini. Begitulah yang dikatakan Aeon kemarin.

"Kau ingin bertanya, mengapa dan bagaimana dia mati, kan?"

Tangan Arasy bergetar. Ingin dia menjawab, tetapi pita suaranya tiba-tiba tidak berfungsi dengan baik. 

Melihat Arasy yang membeku, Valdi tertawa, terbahak-bahak, sampai terbatuk-batuk. "Serius amat. Ini cuman bercanda." Valdi  minum air putih untuk meredakan batuknya. "Nah, jadi, ada urusan apa kau kemari?'

Arasy seperti disengat listrik. Dia menggelengkan kepalanya untuk membuatnya kembali fokus. "Ma-maaf, Pak Valdi, tapi kau tahu soal surat itu, kan?"

Valdi hanya tersenyum sambil menggedigkan bahu. "Surat apa? Apakah itu sejenis surat administrasi...."

"Tolong jangan mengelak lagi. Barusan kau menunjukkannya dengan jelas!" Arasy tiba-tiba mendapatkan kekuatan itu.

Valdi masih dengan senyuman lebarnya. Arasy meneguk salivanya ketika berhasil melihat gigi emas yang berkilau tersemat di gigi bawah Valdi.

"Kau menemuinya saat itu. Kau yang membunuhnya!"

Valdi mengernyitkan dahi. "Tunggu dulu, bung! Apa yang sedang kau bicarakan?"

Arasy menunjukkan sebuah rekaman di HPnya. rekaman itu berasal dari CCTV di jalanan hutan. "Ini rekaman enam tahun yang lalu. Aku beruntung filenya masih ada. Di sini kau pergi ke jalan sini, jalan yang menuju ke sumur beberapa menit setelah Aeon. Kemudian beberapa menit berikutnya, kau keluar dengan berlari ke sana sambil memegangi..." Arasy menepuk-nepuk pipinya. Kemudian menunjuk gigi emas Valdi. "Gigimu copot, kan? Di sana? Itu sebabnya kau pakai gigi emas."

Valdi tampak tak terganggu.

"Gigi itu, sekarang ada padaku." Arasy menunjukkan tasnya. "Kau pasti tahu saat manusia meninggal, rambut dan gigi tetap tumbuh. Kau juga tahu kalau gigi hampir mirip dengan tulang, kan? Jadi, sekarang aku membawanya." Dia kemudian mengambil sampel gigi di dalam tas. "Kalau gigi ini saya berikan ke kantor polisi, kau akan segera di tangkap."

Valdi terkejut. Dia membekap mulutnya kemudian menyatukan kedua lengannya di depan dada. "Tolong, jangan laporkan saya ke polisi." Tak lama setelah itu Valdi tertawa kencang.

Jemari Arasy terlihat gemetaran. Dia semakin gugup. 

"Dari mana kau dapatkan gigi itu? Dari dalam sumur, hah? Kau masuk ke sumur demi mencari gigi itu?" Dia tertawa lagi. "Itu gigi palsu, kan?"

Arasy kehilangan kata-kata. Mati sudah.

"Hei, Nak. rencanamu benar-benar tidak matang, ya. Kau kira aku akan tertipu? Sayangnya, akulah penipunya di sini."

"Aku yakin kau sekarang sedang penasaran apa yang terjadi di sumur itu, kan? Sejujurnya entahlah aku tak tahu. Tapi kalau boleh berandai-andai, mungkin anak itu terpeleset karena mendengar fakta bahwa ibunya masih hidup dan kawin lari dengan orang lain meninggalkan suami dan anaknya. Atau mungkin, anak itu telah membuat gara-gara sampai membuat orang lain yang berada di sana mendorongnya. Oh, atau... anak itu terlalu menyebalkan sehingga memiliki banyak musuh. Dia berkelahi di sana dan ah, sayang sekali, dia terjatuh dan tenggelam dan mati di bawah sana."

ADIEU, AEON! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang