[13] Yang Tersimpan

2.4K 552 205
                                    

"Hai, Kyla. Aku tidak terlambat, kan?"

Kepalaku menoleh dan mendapati Luke sudah berdiri di depanku dengan senyum lebar yang harus kuakui menawan. Aku ikut tersenyum dan mempersilakannya duduk di depanku.

"Kau sudah memesan makanan?"

"Sejujurnya, aku sudah makan bersama Seira sebelum ke sini."

"Wah, apakah aku harus makan sendiri di saat ada kau di depanku?"

Aku sengaja mendengkus sambil memutar kedua bola mataku mendengar sindiran yang bernada gurauan dari Luke barusan. Jadi akhirnya aku memesan minuman dan membiarkan Luke memesan porsi makanan kecil untuk dirinya.

"Jadi, apakah ada tujuan lain dari pertemuan kita sekarang?"

"Tentu saja, Luke. Terima kasih sudah mengerti tanpa perlu kujelaskan."

Luke tertawa, lalu menyelesaikan makannya tanpa banyak bicara lagi. Setelah melihatnya selesai meneguk minuman yang dipesannya, aku mengutarakan pertanyaan yang memang menjadi tujuanku menemuinya. "Apa kau tahu kalau Elora sakit dan sedang membutuhkan donor ginjal?"

Uhuk! Uhuk!

Aku sedikit panik saat ternyata Luke masih bisa tersedak setelah mendengar pertanyaanku. "Kau baik-baik saja?" tanyaku, sambil mengulurkan segelas air putih yang langsung diterima dan diminum Luke. Ya ampun, aku baru sadar kalau gelas yang kuberikan pada Luke adalah milikku. Ah, sudahlah. Lagipula, Luke juga tidak protes meminum dari gelas yang sama denganku.

"Kau sudah tahu kalau Elora sakit?"

Kepalaku mengangguk kecil. "Kau juga ternyata sudah tahu, ya," gumamku pelan.

"Apa mereka memintamu mendonorkan ginjalmu untuk Elora?"

Kepalaku seketika terangkat membalas tatapan Luke yang terasa begitu lekat. Seolah memang ada hal yang diketahui dan disembunyikan oleh pria itu.

"Katakan padaku. Mereka benar-benar melakukannya?"

Aku bisa melihat rahang Luke mengetat seolah sedang diliputi kemarahan. "Apa yang sebenarnya kau ketahui, Luke? Katakan padaku jika memang itu menyangkut tentang diriku."

Cukup lama Luke menatapku dalam diam, sebelum akhirnya ia membuang napas berat tanpa melepaskan pandangannya dariku. "Kau mau ikut denganku?" tanyanya tiba-tiba. "Aku akan menunjukkan sesuatu penting tentang keadaanmu sebenarnya."

Didorong oleh rasa penasaranku yang tinggi, akhirnya aku memilih untuk ikut Luke dengan mobilnya. Aku cukup terkejut saat Luke justru membawaku ke sebuah apartemen mewah yang akhirnya kutahu kalau ia tinggal di sana. "Kenapa membawaku ke tempat tinggalmu?"

"Karena sesuatu yang penting itu kutaruh di ruang kerjaku yang ada di apartemenku."

Seketika aku memicing menatapnya.

"Kau mencurigaiku?"

"Aku sedang berada di fase harus mencurigai siapa pun selain diriku sendiri."

Bukannya menemukan tatapan tersinggung, aku justru melihat Luke terkekeh geli menatapku. Luke bahkan tak sungkan mengusap rambutku seolah aku kucing kecil baginya.

"Kau semakin membuatku curiga." Aku semakin memicingkan mata menatapnya.

Luke kembali tertawa, lalu menurunkan tangannya dari kepalaku. "Kau bisa terus mencurigaiku, itu hakmu. Tugasku hanya memberitahumu apa yang kuketahui."

Setelah mengatakan kalimat itu, Luke membawaku ke unitnya dan aku tentu terlihat kagum memandang apartemen besar juga elegan dan mewah bersamaan.

"Berkas-berkasnya ada di ruang kerjaku. Kau bisa ikut ke sana atau aku membawanya saja ke ruang tamu?"

Clarity [Completed] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang