1

1.5K 82 5
                                    

Namanya Darelion Megantara. Putra bungsu keluarga Megantara. Ia memiliki seorang kembaran yang terlahir sebelum dirinya. Putra kebanggaan ayah, bunda dan kedua abangnya. Pintar di bidang pengetahuan dan ahli dalam bahasa asing. Namanya Dareleon Megantara.

Hah membayangkannya saja membuat Darel iri pada abangnya. Seandainya ia bisa pintar seperti kembarannya itu.

Tidak, tidak. Darel tidak begitu bodoh. Ia bahkan masuk 10 besar dikelasnya. Namun tentu saja pencapaian itu tidak ada gunanya bagi keluarga Megantara. Ia tetaplah dicap sebagai orang paling bodoh di sana. Darel muak akan hal tersebut.

Namun, bukan berarti Darel tidak memiliki keahlian yang lain. Darel cukup ahli di dalam bidang olahraga. Ia pemain handal dalam basket. Ia juga sering memenangkan kejuaraan tingkat sekolah hingga Nasional. Hanya saja ia tidak cukup pandai dalam menggunakan otaknya yang sangat amat diagungkan dalam keluarganya. Darel akui itu.

"Darel pulang," ucapnya sedikit berteriak. Ia mengedarkan pandangannya ke sana kemari mencari orang di ruangan megah itu. Ia ingin memamerkan mendali yang melilit di lehernya.

Setelah menangkap keberadaan seseorang di salah satu ruangan, Darel memantapkan kakinya untuk mendekat.

"Leon, lo hebat banget."

Darel segara memberhentikan langkahnya ketika ia mendengar ucapan itu. Ia dapat melihat jika keluarganya sedang berkumpul di ruang keluarga dengan kembarannya berada di tengah-tengah mereka sambil menggenggam penghargaan yang ia yakini milik pemuda itu.

"Pasti dong. Leon kan anak Daddy, tentu saja pintar," puji sang kepala keluarga. Arthur Megantara namanya.

Sesosok orang yang Darel hormati. Walau sering terkena omelan dan pukulan, Darel tetap menghormatinya. Ia bahkan rela mendapat pukulan setiap harinya jika itu bisa membuat Daddy nya itu melihatnya.

Darel meremas mendali yang masih melilit di lehernya. Ada rasa sakit di dadanya kala mereka hanya meliriknya sekilas dan melanjutkan perbincangan tanpa menghiraukan kehadiran dirinya. Ia lantas berbalik dan berjalan menuju dapur. Tenggorokannya terasa kering.

"Den Darel udah pulang? Gimana dengan lombanya den?"

Darel lantas menengok kala Bi Rati menyapanya dengan lembut.

"Sukses," jawabnya dengan riang. Ia menunjukkan mendali itu pada Bi Rati yang menatapnya dengan penuh bangga.

"Wah hebat banget aden. Selamat ya," ucapnya sambil mengelus lembut puncak kepala Darel yang melebihi tingginya.

"Hahaha iya, makasih Bi," balasnya dengan senyum tulus. Kapan lagi ia bisa berbincang seperti ini di dalam rumahnya selain bersama bibi kesayangannya ini.

"Darel ke kamar dulu ya Bi."

"Gak makan dulu den?" tawarnya.

"Gak usah Bi, Darel capek mau tidur. Lagi pula Darel masih kenyang. Tadi selesai lomba, Darel sama yang lain ditraktir makan sama Pak Iwan," ucap Darel menjelaskan.

"Oh yaudah kalau gitu den. Selamat malam."

"Selamat malam juga bi."

Darel melangkahkan kakinya menuju kamar. Hatinya sudah terasa sedikit tenang kala sang bibi mengajaknya berbincang.

Diacuhkan oleh keluarganya sudah menjadi makanan harian bagi Darel. Ia sudah terbiasa akan hal itu. Hanya saja hatinya tidak dapat bekerjasama dengan raganya. Jika tubuh atau raganya bisa mengikhlaskan perlakuan mereka tapi tidak dengan hatinya. Hatinya begitu sakit jika ia diperlakukan berbeda di dalam keluarganya ini.

Hah seandainya ia memiliki otak yang cerdas seperti abangnya yang lain mungkin kehidupannya tidak begitu parah.

Darel kembali fokus mengompres lebam di punggung dan perutnya. Sudah hal yang biasa ia seperti ini. Luka itu ia dapat dari 2 hari yang lalu. Entahlah ia tidak ingin mengingatnya juga.

Setelah selesai dengan berberesnya, Darel langsung merebahkan badannya di kasur.

Tok tok tok

"Darel?"

Darel kembali membuka matanya kala sang kembaran masuk dan memanggil dirinya.

"Ya?" jawabnya sambil berbalik dan menghadap Leon.

"Gimana lombanya? Kok lo langsung ke kamar sih ga ngumpul dulu?" tanya Leon heran. Pasalnya ia diberi tahu oleh bi Rati jika kembarannya satu ini sudah pulang dan sudah berada di kamar.

"Sukses. Btw gue tadi udah kesana kok, lo nya aja yang gak sadar," jawab Darel memejamkan matanya. Ia sungguh mengantuk.

Leon manggut manggut menanggapinya. "Selamat ya."

"Hmm makasih. Selamat juga buat lo," balasnya tanpa membuka mata.

•~•~•~•~•

Pagi cerah menyambutnya dengan siulan burung yang merdu. Keadaan jalanan yang basah dan dedaunan yang masih meneteskan air menandakan bahwa daerah itu baru saja terkena hujan yang cukup deras. Jika saja ini hari libur, mungkin Darel masih terlelap dengan nyamannya di kasur. Apalagi dengan hawa yang sangat pas untuk menyelam kealam mimpi.

Darel bergegas menuruni anak tangga ketika ia melihat seluruh anggota keluarganya sudah memulai acara sarapannya. Oh tidak, ia terlambat.

"Pagi," sapa Darel.

"Pagi Rel," balas Leon. Hanya Leon.

Darel tersenyum kecut ketika tidak ada yang membalas sapaannya selain Leon. Ia juga kecewa ketika seluruh anggota keluarganya memulai sarapan terlebih dahulu tanpa menunggu dirinya. Andai saja jika kembarannya atau abangnya yang lain yang belum datang, pasti sarapannya itu ditunda hingga seluruh anggota mereka lengkap.

"Leon, cepat habiskan sarapannya. Abang tunggu di mobil."

"Darel ikut ya bang," ucapnya dan kemudian mempercepat suapannya.

"Kamu punya motor. Pakai motor mu sendiri," ucap Abang keduanya. Farel Megantara.

"Tapi Leon juga punya motor sendiri," ucap Darel tak terima.

"Kamu berangkat bareng Daddy. Habiskan sarapan mu. Daddy tunggu di mobil," ujar sang kepala keluarga dengan tegasnya.

"Em!" angguk Darel antusias. Ia lantas menghabiskan sarapannya secepat kilat.

"Darel berangkat ya bunda," pamit Darel dan mencium telapak tangan sang bunda. Ia lantas berlari kecil menuju halaman rumahnya.

Sepanjang perjalanan Darel terus tersenyum. Ia sesekali melirik daddy-nya yang berada di sampingnya.

Kapan terakhir kali ia diantar oleh sang Daddy? Ah ia lupa akan hal itu. Intinya ia sangat senang sekarang.

"Jaga Leon," Arthur membuka suara setelah cukup lama terdiam.

Darel yang mendengar hanya terdiam. Tangannya masih menggantung menunggu balasan dari sang Daddy. Ia ingin berpamitan.

"Tentu," balasannya dan langsung keluar dari mobil.


TBC

Oke guys semoga kalian suka

DIFFERENTWhere stories live. Discover now