2

816 79 7
                                    



Bel istirahat kedua sudah berbunyi. Darel yang ingin berleha-leha di dalam kelas harus terganggu oleh seorang perempuan cantik yang menariknya ke luar kelas.

"Kak Darel, gw suka sama Kakak," tanpa basa-basi, perempun itu langsung saja mengungkapkan isi hatinya pada Darel. Sungguh luar biasa.

Darel menatap perempuan di depannya dengan perasaan tak enak. Ini pernyataan kesekian kalinya di hari ini. Hmm 3 mungkin?

Pertama, saat Darel baru saja menginjakkan kaki di kelas pagi tadi. Kedua, saat Darel memakan makanan di kantin bersama teman-temannya. Dan ketiga, saat istirahat kedua.

"Kak, mau gak jadi pa-"

"Eumm, sorry ya. Gw belum bisa buat pacaran dulu. Sorry banget," tolak Darel memotong ucapan perempuan tersebut. Jujur, ia merasa takenak hati. Hanya saja ia ingin jujur pada perasaannya sendiri.

Perempuan itu tersenyum manis. Ia menerimanya dengan lapang dada. Ia lantas pamit untuk pergi dan meminta maaf karena sudah mengganggu waktu istirahat Darel.

"Gimana?"

"Gw tolak. Gw belum bisa mikirin soal pacaran. Buat mikirin diri sendiri aja gw belum bisa apalagi pacaran," gumam Darel.

Darel akui dirinya memang tampan. Ia juga termasuk dalam barisan para cogan di sekolah ini. Tapi ia tidak tahu jika menjadi tampan sangat merepotkan.

"Haha semangat ya Rel. Ayo lah ke kantin gw laper lagi nih," ajak lelaki yang bernama Gerald Ardison sambil merangkul Darel sepanjang jalan.

"Darel!"

Merasa terpanggil, Darel langsung mengalihkan pndangannya kebelakang. Ia dapt melihat seorang lelaki yang tingginya melebihi dia berlarian menuju kearahnya.

"Leon berantem di lapangan!" Ucapnya dengan panik. Karena ia tahu, jika terjadi sesuatu dengan Leon, maka Darellah yang akan terkena masalah.

Darel mengernyitkan dahinya heran. Pasalanya, Leon tidak biasanya seperti ini.

Tanpa berpikir panjang, Darel langsung berlari mengikuti seseorang yang menginfokannya tadi. Sial, jika terjadi sesuatu dengan Leon, ia pasti tak akan selamat.

"Leon!" Darel lantas mendorong pemuda yang berada di atas Leon itu. Ia memukulinya membabi buta membalas apa yang sudah pemuda itu lakukan terhadap Leon.

Leon bahkan sudah kesulitan bernapas kala asmanya kambuh disaat yang kurang tepat. Gerald yang mengikuti Darel tadi langsung membawa Leon ke UKS. Bukannya ia tidak memperdulikan Darel. Hanya saja ia tahu kemampuan Darel dalam berkelahi. Dan ia yakin Darel pasti akan menang melawan lawannya itu.

BUGH

Darel menutupnya dengan pukulan yang cukup keras kearah kepala pemuda itu. Nafasnya memburu. Amarahnya meluap luap kala mengingat wajah kesakitan sang kembaran.

"Hahahaha lo masih belain orang yang buat hidup lo kayak gini?" tawa pemuda itu dengan darah yang menutupi setengah wajahnya. Ia meludah di samping kaki Darel yang masih menatapnya penuh amarah.

Pemuda itu berdiri dan menatap Darel dengan sengit. "Ingat Darel, Leon adalah penyebab keluarga lo bersikap acuh sama lo," bisik pemuda itu dan pergi meninggalkan lapangan dibantu dengan beberapa teman lelaki itu.

Darel masih terpaku di tempatnya. Kakinya terasa berat hanya sekedar untuk melangkah.

Ia sadar jika masalah dikehidupannya ini disebabkan oleh Leon. Karena Leon, ia selalu dibandingkan. Karena Leon, ia selalu dinomor duakan. Dan karena Leon, ia tidak mendaptkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Tidak, tidak, tidak!

Ini semu karena dirinya sendiri. Karena ia yang tidak seperti Leon. Karena Ia yang tidak sepintar Leon. Yaa benar, ini karena dirinya sendiri.

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang