3

725 71 11
                                    


Tok tok tok

"Aden? Ini bibi. Aden di dalam?"

Tidak ada sahutan dari dalam membuat Bi Rati semakin khawatir. Ia mengetahui kejadian tadi. Ia mendengar semua pertengkaran orang tua anak tersebut. Dan ia juga yakin jika seluruh penghuni di mansion ini juga mendengarnya. Karena tadi, pintu kamar Darel terbuka sangat lebar.

"Aden, bibi masuk ya," izin Bi Rati dan masuk kedalam kamar Darel yang begitu gelap. Hari memang sudah malam tapi dapat Bi Rati lihat, jika Darel masih betah duduk di balkon kamarnya. Padahal cuaca sedang dingin dinginnya.

"Den Darel? Sedang apa disini?" tanya Bi Rati lembut.

Darel yang mendengar suara itu menengokkan kepalanya pelan. Ia tersenyum manis dan bergestur meminta pelukan. Bi Rita yang pahampun langsung mendekap Darel yang masih dalam posisi duduknya.

"Bi, Darel lelah," adunya.

"Jika den Darel lelah, aden bisa istirahat dulu ya. Jangan nyerah. Den Darel kan kuat," bisik bi Rati di telinga Darel. Ia juga mengelus lembut rambut Darel yang berada di perutnya.

"Bi, emang salah ya kalau Darel ga kayak Leon? Darel ga sepintar Leon bi. Darel juga ga sepintar bang Farel. Dan Darel juga gak sehebat bang Athan. Darel harus gimana?" ujarnya lirih. Ia sedang berada dititik terendahnya. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya ini.

"Den Darel gak harus seperti den Leon, den Farel dan den Athan. Aden hanya perlu jadi diri sendiri aja udah cukup."

Darel menggeleng sebagai jawabannya, "Tapi mereka selalu bilang kalau Darel harus kayak Leon," jelasnya sambil mengingat kata kata mereka semua, "Darel gak bisa Bi. Darel gak bisa."

Bi Rati tidak tahu harus menjawab apa lagi. Ia hanya bisa mengelus punggung dan rambut Darel dengan lembut hingga Darel merasa tenang.

"Bi, makasih ya udah jaga Darel."

Darel melepas pelukannya. Ia berdiri dan mengecup cepat pipi Bi Rati yang membuat sang empu tersenyum cerah. Ia jadi mengingat mendiang anaknya yang sudah lama meninggal.

"Itu sudah kewajiban saya den Darel."

"Yaudah, Darel mau tidur aja ya. Makannya besok aja. Selamat tidur Bi," Darel langsung merebahkan dirinya di kasur dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal.

"Selama tidur den Darel. Semoga mimpi indah," ucap Bi Rati sebelum keluar dari kamar Darel.


•~•~•~•~•


Jam masih menunjukkan pukul 05.50, tapi Darelion Megantara sudah sampai di halaman sekolahnya. Ia sengaja datang sepagi ini. Lagipula tidak ada siapaun di mansion megah itu. Darel yakin mereka pasti berada di rumah sakit untuk menemani Leon. Huh Darel jadi penasaran dengan keadaan Leon.

"Pagi pak," sapa Darel pada petugas kebersihan.

"Pagi Darel," balas petugas itu ramah.

Darel tidak langsung menuju kelas. Ia berbelok menuju lapangan indoor untuk bermain basket. Darel tidak peduli jika nanti ia berkeringat di pagi hari. Lagipula badannya tidak akan bau.

Tak terasa jam sudah menunjukkan 07.00 yang artinya kelas sudah dimulai. Bel penanda masukpun sudah Darel dengar.

Dengan gerakkan cepat, Darel melempar bola basket itu dengan asal dan menyambar tas yang ia taruh dipinggir lapangan itu dengan cepat. Ia berlari menuju kelasnya.

Ketika sampai, ia bernapas lega kala sang guru belum hadir.

"Tumben telat?" tanya Ryu yang duduk di sebelahnya.

"Gw main dulu tadi," jawab Darel.

Mereka hanya mengangguk. Mereka tahu apa yang dimaksud main. Karena ketika Darel tidak baik-baik saja, pasti ia akan melampiaskannya pada bola besar itu.

"Kuy rooftop," ajak Kenan setelah melihat hanphone yang memberitahukan jika guru yang mengajar tidak dapat hadir. Lebih asikknya lagi tidak ada tugas yang diberikan.

Mereka berempat berjalan ke arah rooftop sambil berbincang. Sesekali Kenan dan Ryuga menggoda perempuan yang lewat di depannya.

"Ryu, Ryu, enak ya jadi dia," Kenan menunjuk satu perempuan yang berjalan tepat disampingnya. Perempuan itupun reflek menengok kala Kenan menunjuknya.

"Kalau mau lihat bidadari tinggal ngaca aja," lanjut Kenan. Suaranya sengaja ia besarkan agar perempuan itu mendengarnya.

Terlihat jika perempuan itu tersipu malu mendengar Kenan. Ia mempercepat langkahnya agar cept menjauh dari Kenan.

"Cewe," panggil Ryu. Sekarang, Ryu menggoda salah satu perempuan yang duduk di depan kelas dengan handphone ditangannya. "Gw rela ikut lomba lari keliling dunia, asal lo yang jadi garis finishnya," goda Ryu tak mau kalah.

Darel yang tak ingin ketinggalanpun mendekat kesalah satu perempuan, dan berucap, "Masih pagi udah lucu, agak siangan dikit kayaknya udah bikin sayang," godanya sambil menaik turunkan salah satu alisnya.

Gerald yang melihat teman-temannya itupun hanya menggelengkan kepalanya. Ia merasa malu!

"Hahaha mampus kena geplak Cindy," Darel tidak henti-hentinya menertawakan Kenan yang tadi terkena gamparan Cindy. Salahkan Kenan karena ia salah target.

"Gila, kayaknya bener si Cindy transgender," gumam Kenan sambil mengelus pipinya.

Tawa Darel berhenti kala ia melihat Farel dan teman temannya sudah menguasai rooftop. Ia ingin berbalik dan menjauhi Farel. Entahlah hari ini ia begitu malas mencari perhatian Farel. namun sebelum Darel berbalik, Agam, teman dari abang keduanya memanggilnya untuk mendekat.

"Kenapa bang?" tanya Darel. Mau tak mau ia mendekat dan duduk di samping mereka. Gerald, Ryu, dan Kenan mengikutinya dari belakang.

"Nanti sore ada sparing sama anak sekolah sebelah. Lo harus ikut," ajak Agam selaku ketua basket.

"Gue pasti ikut. Lo gimana?" tanya Darel kepada Gerald. Pasalnya Gerald juga anggota tim basket.

"Hmm liat nanti."

Farel hanya memperhatikan Darel dari samping. Biasanya, Darel akan memulai obrolan dengannya. Namun sekarang, Darel seolah tak menyadari keberadaan sang abang keduanya itu. Dan entah kenapa Farel merasa sedikit tak suka dengan tingkah Darel yang seperti ini.

Farel menggelengkan kepalanya pelan. Seharunya ia merasa senang. Tidak ada yang mengganggunya lagi. Tidak ada yang mencari perhatinnya lagi. Dan tidak ada yang mengusik ketenangannya lagi. Ya benar, Farel harus merasa senang akan hal itu.

TBC

DIFFERENTWhere stories live. Discover now