7

751 67 9
                                    



"Belajar dan raih nilai tertinggi."

Kalimat itu terus terputar diingatan Darel. Apakah sekarang ia harus lebih giat belajar untuk mengabulkan keinginan orang tuanya? Ia tidak suka belajar. Ia membencinya! Namun jika itu yang mereka inginkan, Darel akan melakukannya.

Dan sekarang, Darel menuruti perkataan kedua orang tuanya untuk terus belajar. Setelah pulang sekolah, ia akan langsung duduk di kursi belajarnya di dalam kamar. Membuka buku dan mendalami materi yang baru saja dibahas di sekolah. Ia juga belajar materi yang belum dibahas di sekolahnya. Ia melakukan itu hingga larut malam.

"Besok ada ulangan. Gue harus dapat nilai seratus!" Gumamnya semangat.

Hari-hari berlalu. Ia seakan terobsesi dengan belajar. Setiap hari, ia hanya belajar dan belajar. Bahkan ia sering melewatkan jam makan. Jika bukan Bu Rati yang mengantar makanan ke dalam kamarnya, mungkin Darel sudah pingsan karena kelaparan.

"Pulang sekolah ke cafe depan yuk. Nongki bentar," ajak Kenan yang diangguki oleh Gerald dan juga Ryu.

Sekarang, mereka berempat masih berada di dalam kelas. Walaupun jam istirahat kedua sudah berbunyi, namun mereka masih betah di dalam ruangan yang hanya tersisa mereka saja.

Tak merasa dapat jawaban, Gerald menepuk pelan bahu Darel yang masih fokus pada bukunya, "Lo bisakan Rel?" tanyanya penuh harap.

"Sorry, gw ga bisa," jawab Darel singkat.

"Lo kenapa sih Rel? Udah dua Minggu lo cuma fokus sama buku pelajaran? Setiap kita ajak pergi pasti aja gak bisa," ujar Ryu tak terima.

Darel tak menanggapinya. Ia melanjutkan belajarnya dengan kepala yang terus berdenyut.

Gerald dan yang lain hanya bernapas lelah melihat kelakuan temannya yang tak biasa selama dua minggu ini. Apalagi Darel yang mereka kenal tidak pernah melewatkan latihan basketnya. Namun sekarang, sudah lebih dari 2 kali Darel melewatkan latihannya. Darel yang mereka lihat dalam dua minggu ini adalah Darel yang terobsesi dengan buku pelajaran.

Darel membuka pintu rumahnya pelan. Ia berjalan dan mengusap matanya lelah. Setelah sampai di kamarnya, ia melanjutkan pelajaran yang ia kerjakan di sekolah.

Ia tidak sabar menunggu kedua orang tuanya pulang. Ia ingin menunjukkan hasil kerja kerasnya selama dua minggu ini. Ia mendapat nilai seratus di pelajaran matematika!

Darel melirik jendala kamarnya ketika mendengar suara kendaraan masuk ke halaman rumahnya. Ia lantas tersenyum dengan cerah. Ia mengambil kertas ujian di dalam tasnya dan berlari pelan.

"Dad, lihat!" Darel menunjukkan lembar kertas ujiannya kehadapan sang Daddy.

Arthur melihatnya dan tersenyum bangga. Ia lantas mengusap kepala Darel lembut, "Kerja bagus."

Senyuman merekah lebar di bibir pucat Darel. Ia mengangguk dengan tatapan berbinar. Oh tidak, Darel sangat senang.

"Lanjutkan seperti ini." Darel mengangguk sebagai balasan. Ia lantas kembali ke kamarnya untuk melanjutkan acara belajarnya dengan senyuman masih terukir di wajah lelahnya.

"Jadi ini perasaan Leon ketika dipuji sama Daddy," gumamnya pelan.

"Gila, seneng banget gue."

Tes

Darel terus belajar hingga tak terasa darah mengalir dari hidung indahnya. Ia hanya menatap tangannya yang sudah penuh bercak darah. Ia menggelengkan kepalanya pelan untuk mengusir pening yang menghantam kepalanya.

Darel mengambil tisu yang berada di sampingnya. Mengusapnya pelan dan melanjutkan mencoret coret buku latihannya. Hal seperti ini sudah ia rasakan dalam 3 hari terakhir. Jadi ia sudah tidak terkejut lagi.

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang