CHAPTER 32

2.8K 397 32
                                    

Mengingat permintaan permaisuri tempo hari, kerajaan hari ini sangat sibuk dengan kegiatan menghias istana. Raja mengumumkan permintaan permaisuri kepada seluruh rakyatnya terutama di ibu kota sehingga perayaan pernikahan kedua Raja dan permaisuri kali ini benar-benar dilakukan persis seperti yang pertama.

Hiasan yang sama, suasana yang sama. Tapi pengalaman yang baru pertama kali Doyoung alami. Ia akan menikah dengan Haruto. Agenda seperti ini tak pernah terbayangkan dalam hidup Doyoung sendiri. Belum lagi tendangan-tendangan kecil dari sang bayi yang aktif seakan tahu Doyoung tengah menahan gugup. Mungkin maksud sang bayi menenangkan Bubu nya, tapi Doyoung terlanjur gugup.

Apa ia batalkan saja permintaannya?

Sepertinya sudah terlambat. Acara dilakukan besar-besaran, sampai istana terasa sangat ramai hari ini. Doyoung belum keluar sama sama sekali karena adat sebelum pernikahan mengharuskannya tetap diam di kamar. Tapi Doyoung bisa mendengar riuh ribut dari arah luar.

Haruto mewujudkannya dengan cukup totalitas.

Oh iya, karena terlalu totalitas Sang Raja kini berada di tempat yang terpisah dari permaisuri sesuai adat katanya. Padahal Doyoung harus memeluk Haruto agar tenang. Kalau tau dipisah begini, mending Doyoung meminta acara yang sederhana saja.

Ia lupa kalau suaminya adalah Raja.

"Kak Mashi bisa antarkan Aku ke Yang mulia?"

Sudah tidak bisa ditahan sepertinya, Doyoung tidak bisa tenang!!!

Ia tak tahu kalau akan menikah ternyata semendebarkan ini rasanya. Menyenangkan sampai Doyoung bolak-balik ke kamar mandi karena mulas. Ia tidak akan tiba-tiba melahirkan selagi acara kan?

"Tidak bisa Permaisuri, menurut adat kalau sepasang calon pengantin bertemu sebelum upacara pernikahan, itu akan mendatangkan kesialan. Jadi tidak boleh." Jelas Mashiho setelah menata gaun dan pernak-pernik yang dulu Doyoung kenakan saat menikah dengan Haruto.

Doyoung menghela napas frutasi. "Kita kan sudah menikah, ini hanya mengulangi. Masa tidak boleh?" Ucapnya.

Mashiho memiringkan kepalanya sembari berfikir.

"Benar juga ya?" Gumam Mashiho.

"Nah, antarkan aku ke sana ya?" Mata Doyoung penuh binar agar Mashiho menyetujuinya. Tapi sesaat kemudian bahu nya merosot kecewa ketika Mashiho menggeleng.

"Tetap tidak boleh, permaisuri." Larang Mashiho.

"Kenapa?"

Mashiho melirik pada perut besar sang permaisuri. Lucu sekali Doyoung bulat dan sedikit kesulitan bergerak. Terkadang Doyoung sering sesak napas hingga membuat Mashiho khawatir.

"Permaisuri simpan tenaga untuk acara saja, lagipula Aku tidak tahu dimana yang mulia, hehe." Doyoung mendecak kesal.

"Rasanya aku bisa melahirkan sekarang kalau tidak bertemu dengan Haruto." Keluh sang permaisuri. Tapi Mashiho tak menanggapinya.

Sang kepala pelayan justru menuntun Doyoung untuk berbaring di atas ranjang selagi ia memberikan sesuatu di wajah Doyoung seperti masker wajah bila di masa depan. Katanya biar Doyoung lebih bersinar ketika acara pernikahan nanti.

Beberapa pelayan lain juga memberikan sesuatu pada kakinya sebelum dipijat pelan. Lalu setelahnya dipasangkan lulur tradisional.

"Lucu sekali, padahal saat pertama kali Aku mendandani permaisuri sebelum menikah, riasannya selalu luntur karena permaisuri banyak menangis. Tapi kali ini Aku melihat permaisuri justru gugup setengah mati hanya karena akan mengulangi pernikahan." Mashiho menutup mulutnya karena tanpa sengaja membuka kilasan masa lalu yang membuat Doyoung tertarik. Permaisuri langsung membuka mata, menghentikan kegiatan Mashiho melumuri wajahnya dengan masker wajah tradisional.

REWRITE THE HISTORY | HARUBBY [✓]Where stories live. Discover now