S A T U

1.8K 276 20
                                    

Aku terbangun mendengar suara alarm yang entah sudah berapa kali berdering. Setelah berdiam diri selama tiga menit guna mengumpulkan nyawa, aku menyibak selimutku untuk segera menuju ke kamar mandi.

Namaku Kanaya Aletha Wijaya, lulusan hukum dengan predikat cumlaude di salah satu perguruan tinggi negeri terkenal.

Sejujurnya aku tidak pantas menyombongkan nilai bagus yang aku peroleh di bangku perkuliahan sebab ingatanku tentang ilmu di perkuliahan pun turut lulus alias menguap entah kemana setelah wisuda.

Orang tuaku meninggal karena kecelakaan pesawat lima tahun lalu. Rumah yang keluargaku tempati pun disita bank demi menutupi hutang-hutang peninggalan perusahaan orang tuaku yang sudah pailit. Maka dari itu, saat ini aku tinggal sendiri di apartemen bertipe studio dengan penataan ruang yang baik sehingga tidak terasa sempit.

Meskipun hidupku tidak semulus jalan tol, setidaknya aku yakin bahwa hidup itu sebuah pilihan.

Hidupku terjebak di antara menghabiskan uang peninggalan orang tuaku yang tidak seberapa atau melanjutkan hidup dengan semangat untuk bertahan hidup agar bisa datang ke konser idolaku.

Setelah memakai pelembap di bibirku, aku memastikan bahwa semua lampu sudah padam, jendela sudah tertutup, dan tidak ada alat elektronik yang beroperasi. Setelahnya, aku memesan ojek online sebagai sarana transportasi menuju kantor yang memiliki jarak tempuh sekitar tiga kilometer.

Arloji yang melekat di pergelangan tangan kananku menunjuk angka 07.45, lima belas menit lebih awal dari jam kerja. Bersamaan dengan langkah kakiku memasuki lobi, aku berpapasan dengan atasanku.

"Selamat pagi, Pak."

"....."

"Good Morning, Bapak."

Seperti tebakanku, pria yang kusapa ini tidak menjawab salamku.

"Zao Shang Hao, Ohayo Gozaimaz, Annyeonghaseyo, Goedemorgen."

Melihat sikapnya, aku bertekad tidak akan berhenti sampai mendapat tanggapan darinya. Pantang menyerah merupakan salah satu filosofi dalam hidupku.

Pria itu sepertinya sudah jera dengan tingkahku yang merusak paginya, ia melirikku dengan tatapan tajamnya, "Ini masih pagi, Kanaya."

"Saya cuma mau disapa balik loh, Pak." jawabku.

"Saya enggak mau nyapa orang enggak penting." ujar Gara sembari mempercepat langkah kakinya agar tidak berpapasan denganku.

Kaki pendekku berusaha mengejar kecepatan langkah kaki Gara, "Bapak enggak lupa janji kan?"

"Janji apa?"

"Janji kalau saya bisa berhenti jadi sekretaris Bapak dan naik jabatan jadi junior lawyer kalau tahan kerja setahun sama Bapak."

Gara menghentikan langkah kakinya, "Memang sudah setahun?"

"Sembilan bulan sih Pak..."

"Kamu jangan korupsi waktu. Tunggu sudah dua belas bulan baru dibahas."

Gara sepertinya menyesal sempat mengucapkan janji tersebut. Sebenarnya aku yakin Gara tidak benar-benar serius dengan janjinya sebab ia mengucapkan janji tersebut dengan maksud untuk menenangkan aku yang sedang menangis ketika hari pertama bekerja.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 23, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My Excellent LawyerWhere stories live. Discover now