CHAPTER 14 : AYAH

131 12 0
                                    

Hari ini sepulang dari berdinas Nana mampir ke TPU Ziorix sekedar untuk mengunjungi ayah nya, yang sudah 7 tahun tinggal di sana.

Gadis itu melepaskan helm dan jaket nya, lalu berjalan memasuki area pemakaman dengan menenteng sebuah tempat bunga yang tadi dia beli di depan komplek pemakaman.

Nana berhenti di depan sebuah nisan.

ARJUNA YUANANDA
LAHIR : 15 MARET 1975
MENINGGAL: 20 FEBRUARI 2015

Lalu duduk di sisi pusara tersebut.

"Sore Ayah. Nana dateng," ucap gadis itu seraya mengusap nisan ayah nya dengan senyuman sendu.

Setiap datang ke sini, Nana selalu terbayang hari di mana dia mengikuti prosesi pemakaman ayah nya. Di mana di hari itu, dirinya, bunda beserta para saudari nya berdiri.

Mereka berbaris tepat di mana Nana duduk sekarang, dengan tangis tanpa suara mengantarkan kepergian sang kepala keluarga dengan berat hati namun di paksa ikhlas oleh keadaan, agar mereka tetap bisa melanjutkan hidup meskipun tanpa penopang utama.

"Ayah, bentar lagi bunda ulang tahun. Kata bunda, dulu setiap Bunda ultah ayah selalu nyanyiin satu lagu buat Bunda. Itu terus bunda ceritain setiap tahunnya setiap perayaan ultah nya, Jadi Nana inisiatif mau nyanyiin bunda di ultahnya tahun ini buat gantiin ayah. Boleh kan yah?" Kata Nana seraya menatap pusara sang ayah, Seolah olah di sana dia bisa menatap ayahnya yang sedang mendengarkan cerita dari nya.
"Nana pikir, Bunda pasti banget kangen sama ayah."

"Sama sih yah, Nana juga kangen banget sama ayah. Kangen senyuman nya ayah, kangen di peluk sama ayah. Kangen di temenin tidur sama ayah, pokoknya Nana kangen banget sama ayah," adu gadis itu pula dengan mata yang berkaca-kaca menahan tangisnya.

Sudah bertahun-tahun ayah nya di sini, dan sudah berkali-kali pula dia mengunjungi tempat ini. Dengan suasana yang sama, euforia yang sama. Tapi nyatanya sesering apapun dia melakukan itu, Nana tetap akan menangis jika dia sudah berada di persemayaman ayah nya. Dia selalu menangis setiap mengadu pada ayah nya, bahwa dia merindukan cinta pertamanya itu.

"Oh iya yah. Nana punya kabar gembira," sambung Nana berusaha merubah suasana dengan mengukir senyuman tipis di bibir ranum itu. "Bentar lagi Nana dapet Promosi Pangkat. Nana bakalan naik pangkat jadi IPDA yah, Pangkat Perwira. Ayah bangga ga sama Nana?" Gadis itu bercerita dengan antusias walaupun tidak ada yang merespon.

"Nana juga punya seseorang yang selalu melindungi Nana yah, dia atasan Nana di Polrix. Namanya Kombes Arkan Sadewa," Jelas Nana dengan senyuman tulus. Entah kenapa gadis itu terdorong hati nya, untuk menceritakan sosok pria yang akhir akhir ini menjadi pengisi segenap hati dan pikiran Nana pada Sang Ayah.

"Nana ga tau jelasin beliau ini sebagai apa. Di bilang atasan, tapi sekarang udah kaya temen. Bahkan mungkin agak lebih deket sedikit, ribet yah jelasinnya," keluh Nana seraya terkekeh di ujung nya. Saat menyadari ternyata hubungan nya dan Arkan serumit itu.

Sejenak hening menyelimuti nya, hanya terdengar suara suara burung yang berkicau melintasi langit sore itu untuk kembali ke sarangnya masing masing, karena Sang Bumantara sudah mulai gelap dan Sang raja siang sudah bersiap kembali ke peraduannya.

Namun gadis berwajah menawan itu masih setia di tempat nya, sambil menaburkan bunga di atas gundukan tanah kuburan yang menimbun jasad sang ayahanda tercinta.

"Ayah, Nana masih inget janji kita dulu. Nana akan selalu pegang janji Nana ke ayah" ujar gadis itu nada pelan.

Masih terekam dengan jelas memori indah nya, Saat bersama Sang ayah dulu. Membuat Nana bernostalgia sejenak di bawah langit Senja, sambil mengingat sosok Ayahnya.

ANNOYING KOMANDAN {END} ✓Where stories live. Discover now