Chapter 6

17.7K 1.1K 11
                                    

©Claeria


Menurut ramalan cuaca, siang hari ini kota Jakarta akan mencapai suhu paling tinggi di beberapa hari terakhir. Benar saja, ketika jarum jam menunjuk angka dua belas siang, matahari bersinar seolah tak kenal ampun. Merasa kegerahan, banyak orang akhirnya memilih untuk menghabiskan waktu di dalam ruangan, menikmati minuman dingin untuk mengguyur kerongkongan yang serasa terbakar. Meski tidak menyukai cuaca panas, Lyla mesti bersyukur karena berkat itu kafe miliknya, Orphic, ramai oleh pengunjung siang ini. Satu lagi hal yang Lyla syukuri karena itu berarti ia tidak akan memiliki waktu untuk meratapi nasibnya karena sibuk bekerja.

Sudah beberapa hari berlalu sejak insiden di rumah Hanan, tetapi Lyla masih belum bisa menyingkirkan rasa sesak di dadanya tiap kali ia mengingat peristiwa itu.

Hanan rupanya tidak main-main ketika ia berjanji akan menikahi Lyla. Di hari yang sama setelah Bunda memergoki mereka, Hanan dan Bunda menyusun sederet rencana penanggulangan. Dalam waktu singkat mereka sudah menciptakan sebuah skenario dan membagi tugas.

Bunda akan lebih dulu memberikan cerita pengantar ke kedua orang tua Lyla, berpura-pura menemukan fakta bahwa selama ini Hanan dan Lyla diam-diam menjalin hubungan di belakang mereka. Tujuannya tentu supaya orang tua Lyla tidak curiga jika nanti pernikahan diadakan secara mendadak. Setelah itu, barulah Hanan akan melamar Lyla, tentu dengan cerita karangan bahwa Hanan sebenarnya sudah berniat melakukan itu sejak lama, tetapi belum menemukan waktu yang tepat.

Jika rencana Hanan dan Bunda berjalan lancar, harusnya saat ini kedua orang tua Lyla sudah mendengar kabar tentang 'hubungan' mereka, tetapi Lyla masih belum menerima rentetan pertanyaan dari Mama maupun Papa. Entahlah, Lyla juga tidak tahu apa yang sudah Hanan dan Bunda lakukan.

Oh, sesungguhnya pria itu sudah menghubunginya sejak kemarin, membuat notifikasi pesan di ponsel Lyla berdenting berkali-kali. Namun, Lyla benar-benar tidak berminat membacanya sama sekali. Saat ini, orang yang paling tidak ingin ia temui adalah Hanan Johanssen.

Lyla masih berniat merutuki Hanan di dalam hati ketika lamunannya terpaksa buyar karena ponselnya mendadak berdering nyaring di sakunya. Wanita itu membaca layarnya sekilas dan langsung menghela napas panjang ketika melihat nama si penelepon.

Astaga. Baru juga memikirkannya sejenak, sekarang Hanan sudah meneleponnya! Hanan ini cenayang atau bagaimana, sih?

Merasa cukup terganggu dengan ponsel yang tidak kunjung berhenti berdering, Lyla akhirnya memutar bola matanya malas dan menolak panggilan itu. Dia benar-benar sedang tidak ada mood untuk meladeni Hanan!

Ketika hendak mematikan layar ponselnya, jemari Lyla terhenti di tempat. Matanya menyipit kala melihat notifikasi pesan di sana.

Wow, lihat ini. Ada puluhan pesan tidak terbaca dari Hanan!

Ketika Lyla membacanya sekilas dari awal, rata-rata semua pesannya bernada sama: meminta maaf kepada Lyla, menjabarkan rencana ke depan, dan meminta Lyla untuk tidak mengkhawatirkan apapun karena Hanan akan membereskan semuanya. Bla, bla, bla.

Lyla membaca pesan-pesan itu dengan cepat, lalu beralih ke pesan yang terbaru, diterima sekitar satu jam yang lalu.


Hanan Johanssen

La... kok nggak bales chat gue?

Angkat telpon dong...

La...

Ya udah kalau nggak mau balas chat, kita ngobrol langsung aja ya

Lo di mana sekarang?

It's a Trap!Where stories live. Discover now