10

3.7K 543 48
                                    

Michael itu akan selalu jadi...

Kamu adalah salah satu dari ribuan orang di sana. Duduk di salah satu tempat duduk tribun bagian selatan. Kamu bisa melihat, orang-orang yang di lapangan luas itu bermain dengan hebatnya. Apa nafas mereka gak habis habis, pikirmu.

Di sana, kamu melihatnya.

Si pirang-biru dan tato mawar biru di leher yang menjalar sampai ke punggung tangan kirinya, dengan nomor punggung 10. Kamu hanya fokus melihatnya. Dia berlari, menerima bola, mengoper, sampai membuat poin untuk timnya, kamu melihat semua itu.

Senyummu mengembang sempurna melihatnya.

Sudah berapa tahun kamu tak bersitatap dengan dia?

Dua tahun lebih berapa bulan ya..

Priiit!

Bunyi peluit menandakan berakhirnya permainan. Kamu berdiri dan memberi tepuk tangan bersama penonton yang bersorak atas kemenangan tim favorit mereka.

Layar menunjukkan skor 3-1 untuk tim kakakmu, Bastard Munchen.

Michael Kaiser, setelah lulus, dia pergi ke negara papa kalian, Jerman, untuk merintis karirnya sebagai striker. Kamu dan ibumu ada di Jepang untuk menyelesaikan pendidikanmu.

Sekarang, kamu di sini. Menghirup udara yang sama dengannya.

Di sini, kamu akan bertemu dengannya lagi.

Sekitar satu jam lamanya kamu menunggu setelah acara penutup. Menunggunya keluar dari stadion, mobilmu ada tak jauh dari bus tim kakakmu. Di sana, kakakmu keluar dengan rekan-rekannya.

Kamu mengambil ponselmu.

Lalu kamu melihat kakakmu menggenggam ponselnya, dengan cepat mengetuk layarnya dan mengarahkan ponselnya ke telinga.

"Mihya! Lihat ke kanan!"

Kakakmu menuruti katamu. Lalu tanpa membalas suaramu, dia mematikan sambungannya, melepaskan tas dari pundakknya, lalu berlari ke arahmu, menghamburkan tubuhnya ke dirimu.

Kamu tersenyum, kamu merindukan sosok kakak yang selalu menjahilimu, yang selalu ada untukmu. Pelukannya begitu erat. Kalian menyalurkan rindu yang sudah lama menumpuk.

"(Name)..." Kamu merasakan dagunya berada di pucuk kepalamu setelah ia mengecupnya beberapa kali. Ah, dia sudah bertambah tinggi.

"Aduh Mihya, sesakk!" Kamu sedikit meronta minta dilonggarkan pelukannya.

Kaiser, kakakmu belum juga melepas pelukannya, sekarang malah dengan gemas menggerakkan badannya ke kanan dan kiri. Lihat, kalian seperti teletubbies.

"Hahahaha udah Mihya, temen-temen mu lihat tuh." Ucapmu membuatnya melepaskan pelukannya,

"Biar," kaiser membalikkan badannya lalu menggerak-gerakkan tangannya di udara, memberi kode ke rekan-rekannya.

"Emang boleh pisah gitu?" Katamu menyadari kakakmu pada akhirnya tidak ikut bersama rombongan timnya.
"Boleh lah, kenapa enggak."

"Mihya..."

"Hmm?"

"....(sruut)..."

"Eh (name) kok malah nangis?!"

"Mihyaa kangeen!" Kamu tak kuasa menahan panas yang menjalar di matamu. Kakakmu mengusap air mata yang mengalir di pipimu.

"Iyaa, adiknya Mihya cantik, udah ketemu sekarang jadi jangan nangis."

Kamu menatap matanya, tatapan teduhnya membuat kamu tenang. Tak berubah sama sekali. Kamu menyentuh tangannya yang ada di kedua pipimu. Perlahan napasmu yang tak beraturan kini menjadi teratur.

"Nah gitu dong"

"Iya..."

"(Name) kalau nangis jelek, ingusnya keluar kemana mana."

"MIHYA!"

"ADUH!"

...kakak terbaik yang aku punya.

.
.
.
.
.
.

"Mihya rambutmu sekarang kok kayak ekor ikan cupang?"

"Hah???"





⚽⚽⚽
HEY SISTER! Michael Kaiser
FIN

HEY SISTER! Michael Kaiser Where stories live. Discover now