dia Alvaro

10 4 1
                                    

Yooo utama kan vote sebelum membaca,dan komen saat membaca. Please jangan jadi silent reader ongeh 😤.

.
.

.
.

🐸 Happy reading 🐸
.
.

.
.

.
.

Alvaro Nagendra Senja. Anak lemah yang dulunya mempunyai penyakit jantung itu sudah berubah,tapi tidak bisa dokter katakan jika suatu hari kemungkinan Alvaro akan drop tiba-tiba. Dulu, cowok itu selalu saja bolak-balik ke rumah sakit. Sentiasa menghabiskan waktunya di rumah atau dirumah sakit.

Ia juga tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari mamanya, ia piatu sejak lahir. Dan kerena itulah, cowok itu juga sedikit sekali mendapatkan kasih sayang dari papanya. Aslan berfikir jika anak nya itu menjadi salah satu alasannya untuk melupakan almarhumah istrinya. Melihat wajah Alvaro yang mirip sekali dengan sang istri membuat hatinya sakit. Aslan lebih baik menghindar dari pada harus mengingat masa lalu lagi.

Tanpa ia sadari,Alvaro kecil juga menginginkan sebuah kasih sayang secara mental. Bukan hanya sekedar material. Percuma kaya jika hati tidak sehat? Entahlah, Aslan melupakan hal itu sebagai orang tua. Pikir nya Alvaro kecil juga tidak akan ingin kasih sayang dari nya jika sudah mendapatkan material lainnya. Tapi tidak bisa ia pungkiri jika Aslan sangat amat menyayangi anak nya itu.

Yah, anak kurus berambut panjang itu dengan lesu melihat ke arah jendela rumahnya. Tepat hari ini ia menginjak umur ke 12 tahun, anak lelaki itu juga akan mulai memasuki jenjang SMP. Tapi hal itu membuatnya tidak bersemangat, seakan tidak ada lagi harapan untuk nya hidup.

Bude windi melihat nya dengan sendu, wanita paruh baya itu meletakkan nampan berisi makanan dan obat untuk sang anak majikan nya itu minum.

"Den?"panggil bude windi.

Alvaro hanya melirik bude Windi sebentar lalu kembali melihat ke luar  jendelanya itu.

Terlihat beberapa anak seumuran nya mungkin sedang bermain benteng dengan bahagianya.

"Den,makan dulu yuk terus minum obat,"bujuk bude Windi pada Alvaro.

Alvaro menggeleng, kedua mata cowok itu terlihat berair kala itu. Windi yang panik langsung menghampiri Alvaro lalu mengelus kepala anak itu.
Alvaro menghapus air mata nya.

"Ada apa kok pangeran ganteng bude nangis?"tanya bude Windi.

"...."

"Hum?kenapa ngomong sini sama bude jangan dipendem gak baik lho."kata bude Windi.

Akhirnya, tangis Alvaro pecah. Windi merentangkan kedua tangannya lebar-lebar membiarkan anak malang itu memeluknya dengan erat. Windi juga mengelus punggung anak itu yang gemetar.

"Hiks, apa Al gak disayang sama Tuhan?"tanya Alvaro pada Windi.

"Hus, Tuhan pasti sayang sama den,gak mungkin Dia benci sama den."

"Terus kenapa Al gak pernah bahagia, papa juga gak pernah liat Al!"

"Tuan pasti sayang sama den,den gak boleh ngomong gitu."

"Tuan pasti lagi sibuk, mangkanya jarang liat den."lanjut bude Windi menenangkan Alvaro kecil.

"Al capek, boleh gak pergi dulu?"tanya Alvaro.

"Hus ora iso ngomong kayak ngono. Den harus tau papa den itu tiap den tidur malem dia selalu liat den sebelum ke kamarnya lagi."kata bude Windi.

"Ah masa sih?"tanya Alvaro tidak percaya.

"Inget,masih banyak yang sayang sama den, masa den mau ninggalin bude?"tanya bude Windi.

"Senyum dulu mana senyum?"tanya bude Windi.

Alvaro tersenyum lebar menampakkan gigi tapi nya pada Windi, mereka berpelukan kasih sayang. Tak lama setelah nya suara tawa anak-anak yang sedang bermain diluar terdengar oleh Alvaro.
Anak itu melepas kan pelukannya dengan Windi.

"Bude, Al boleh gak main sama mereka?"tanya Alvaro.

"Boleh,"jawab Windi sambil tersenyum.

"Tapi kalo gak dibolehin papa gimana?"tanya Alvaro sedih.

"Lho kok sedih, doa in aja papa den izinin kok."kata Windi.

"Serius?"

Bude Windi mengangguk antusias, merentangkan kembali kedua tangannya nya dan membiarkan Alvaro memeluk nya karena bahagia.

****

Selama ini Alvaro itu homeschooling, anak itu memberanikan dirinya untuk datang keruangan kerja khusus milik Aslan. Setelah mendapatkan semangat dari Windi, ia menghembuskan nafas lalu masuk ke ruangan Aslan.

Aslan yang sadar akan kehadiran anaknya pun hanya melirik sebentar lalu kembali berkotak-atik dengan laptop nya.

"Papa!"panggil Alvaro.

Tidak menjawab tapi Aslan menutup laptop nya dan melihat Alvaro.

"Aku mau SMP di luar rumah!"pinta Alvaro tegas.

"Tidak."jawab Aslan singkat.

"Iya! Plisss paaa Al Pengen main sama mereka, Al gak punya temen dirumah."

"Tidak. Lagipula mereka tidak seperti mu, mereka wajar untuk itu."larang Aslan.

"Apa?jadi Al gak wajar untuk sekolah dengan mereka!?"

Aslan mengurut pangkal hidung nya pelan, sambil melepas kacamatanya lalu melihat Alvaro. Anak itu menatap serius padanya. Aslan menghela nafas berat.

"Papa mau kalo kamu gak kumat-kumatan."

Seketika wajah Alvaro berseri-seri.

"Dengan syarat,setiap pekan akan kontrol agar tidak parah."lanjut Aslan.

Dan dari sana lah awal mula nya Alvaro mengenal dunia luar. Anak itu terlihat sangat bahagia, lalu menghampiri bude Windi setelah pergi dari ruangan Aslan.

Sementara itu Aslan, lelaki tua itu melihat foto yang tertera di atas meja kerjanya. Lalu tersenyum.

"Dia mirip seperti mu sayang."

Hari-hari yang padat, jujur saja baru menaiki anak tangga lantai dua sekolah Alvaro sudah kewalahan. Demi mendapatkan teman,cowok itu tetap berusaha untuk naik ke kelasnya.

Dan di waktu SMP itulah, Alvaro kecil bertemu dengan tiga orang kakak senior tingkat dua. Siapa lagi kalau bukan langit Dirgantara, Varademario Sebastian,lalu Bayu Farmansyah. Ketiga orang itu berperan penting dalam hidup Alvaro. Juga mereka lah yang mengubah Alvaro menjadi lebih kuat sekarang.

Dan dari sana juga awal anak itu mengetahui cerita tentang Kanaya. Walau dirinya tidak pernah bertemu dengan Kanaya. Tapi semenjak langit sering bercerita tentang adik bungsunya itu membuat Alvaro merasa tertarik dengannya.

"Kanaya Alisha."















See you next time 💅

DONEOnde histórias criam vida. Descubra agora