DUA PULUH LIMA

16 3 0
                                    

Dua tahun yang lalu,

"Kalau gue bisa makan ayam goreng setiap hari, gue pasti nggak akan ngeluh tentang capeknya hidup," Pria berkulit sawo matang dan pipi gembul yang sedang mengunyah ayam goreng buatan Jade pun berbicara. Mulutnya tidak pernah lelah mengunyah meskipun ia sudah menghabiskan lima potong ayam.

"Kalau setiap hari lo makan ayam, muka lo lama-lama nanti mirip ayam, Yan," kekeh Jade, ia melepas dasi yang menghiasi seragam sekolahnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi sepasang kekasih yang baru menetapkan status resmi mereka beberapa hari yang lalu, untuk bermain dan menghabiskan waktu bersama di rumah salah satu dari mereka.

"Nggak juga," Ian dengan segera menentangnya, "Kayla makan telur setiap hari tapi mukanya nggak kayak telur tuh," ia menjulurkan lidahnya dengan tujuan mengejek.

"Itu kan karena dia ngegym makanya dia makan telur," ujar Jade. "Kalau lo? Ngegym aja nggak, tapi makannya ayam goreng terus setiap hari."

"Biarin aja," Ian kembali menjulurkan lidahnya, "badan gue tetap bagus dan berotot tapi."

"Itu karena faktor hoki. Kalau bokap dan nyokap lo nggak punya gen dan tulang yang bagus, lo pasti nggak akan punya badan yang selalu diidola-idolain sama seantero sekolah, Yan. It is just a matter of luck. You are lucky."

"No, I am not. I gain this body on my own."

"Yeah? Gimana caranya?"

Ian tertawa kecil, "Dengan cara makan ayam goreng buatan nyonya Jade Hamilton setiap hari."

Jade memutar bola matanya jengah, "You are lucky to have them. Accept that."

"Fine. This hot body," Ian menunjuk tubuhnya yang dibaluti oleh seragam dengan kaki ayam ditangannya, "badan yang selalu diidola-idolakan seantero sekolah¾kata Jade, adalah hasil dari pertempuran ibu dan ayah negara di rumah delapan belas tahun yang lalu," Ian kemudian kenbali melahap potongan ayam lainnya.

"Duh, hot ya hot," ejek Jade, tangannya ia arahkan pada dada Ian dengan tujuan yang lain.

"Jangan meper dong!" Ian pun menyadari maksud tersembunyi dari kekasihnya itu ketika tubuhnya merasa basah karena air dari tangan Jade. "Heran, punya cewek kenapa jorok banget," ledeknya, Ian tau betapa bencinya Jade akan kalimat jorok.

Mendengar kalimat yang ia benci, dengan penuh semangat Jade semakin bar-bar. Bahkan, ia kepikiran ide mengenai menarik kerah kemeja seragam Ian dan membawa pria itu ke kamar mandi untuk menyiramnya dengan shower."But, seriously, lo nggak pernah bosen apa makan ayam?"

"Nope," jawab Ian santai dan singkat. Mulutnya masih sibuk untuk mengunyah dan menghabiskan makanan favoritnya itu, ditambah lagi dengan fakta bahwa ayam tersebut dibuatkan oleh kekasih dan orang kesayangannya di dunia.

"Whatever," Jade mengibaskan tangannya di depan wajah Ian, ia lalu mengambil ponselnya yang terletak diatas meja dan terbuka, mungkin tadi dimainkan oleh Ian pada saat ia memasak, pikirnya. "Besok kita ke acaranya Nicole."

"Nicole?"

"Dia buat birthday party besar-besaran di hotel bokapnya Jeremy, we should go. I promise her already," Jade berbicara sembari menekan likes dari e-invitation yang baru saja dikirimkan oleh Nicole, teman sekelasnya.

"No."

"No?"

"Ya, gue nggak ikut," tolak Ian yang tentunya pria itu sadari akan memancing amarah dari kekasihnya. Dan, betul saja, dalam sepuluh detik ayam yang dipegang oleh tangannya itu sudah direbut dan ditaruh ke piring yang ada diatas meja. Mata Jade berubah menggelap menahan amarahnya. Ian sadar betul bahwa Jade bukan tipe perempuan yang menerima tidak dalam segala hal. Jadi, ketika ia menolak untuk ikut serta dalam acara ulangtahun Nicole, tentu saja Jade akan marah.

"Excuse me?" Jade akhirnya membuka mulutnya.

Ian mengulum bibirnya untuk mengulur waktu karena ia harus memikirkan alasan agar dapat terbebas dari acara ulangtahun Nicole karena jujur saja, ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan Hally, anjing miliknya, dibandingkan pergi ke pesta mewah yang selalu dibuat oleh anak SMA Methodilla.

"Mau pakai alasan apa kali ini? Hally lahiran? Iya?" Jade memicingkan matanya.

"Iya," jawab Ian, cengegesan.

"Lama-lama Hako bisa gue potong dan jadiin anjing goreng ya," ancam Jade. Kalau saja Ian tidak memiliki anjing laki-laki, Hally pasti tidak memiliki banyak anak. Jade sangat membenci Ian karena mencarikan Hally jodoh.

"Serem banget anjir. Itu mulut! Bener-bener," Ian menggelengkan kepalanya.

"Jadi gimana? Lo mau Hako gue goreng, Hally gue rebus atau lo ikut gue ke pestanya Nicole?" Jade memberikan ultimatum. Kalau saja pesta Nicole dilaksanakan bulan kemarin, mungkin Jade akan memberikan free pass bagi Ian untuk tidak menemaninya, tapi kalau hari ini? Jade tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh pria kurang ajar itu.

Ian terdiam, menimbang-nimbang keputusannya.

"Katanya wherever and whenever I go, lo bakalan ngikutin gue terus," sindir Jade. Ia mengingatkan kembali apa yang dikatakan Ian pada saat pria itu menyatakan cintanya dan berjanji akan banyak hal. Salah satunya adalah akan terus bersama dirinya dimanapun dan kapanpun.

Mendengar janjinya disebut oleh Jade, Ian mengembangkan senyuman manisnya. Ternyata perempuan itu ingat dengan apa yang dikatakannya, "Ya, we are going to that party together," pipinya begitu merah saat mulutnya kembali terbuka dan berbicara, "A million times over, I will always choose to be with you. Whenever, wherever and whatever the situation is. I will always be with you. Forever and always."

TAKE A CHANCE WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang