#6 Puzzle Kehidupan

2.5K 296 30
                                    

Karena sudah lama sekali tidak update, aku pikir kalian perlu baca lagi dari awal, supaya tidak kelupaan jalan ceritanya.

*****

Di sebuah malam yang panjang, Dava, Rendi, Raga dan Yoga tengah asik bernyanyi sambil bermain gitar di teras rumah. Keempatnya masih dalam keadaan sarungan. Bapak membelikan gitar batu untuk Raga, karena katanya Raga juga ingin pandai bermain gitar seperti Dava. Tidak lain dan tidak bukan tujuan Raga belajar memainkan gitar supaya bisa lebih memikat hati para betina.

"Jangan langsung pengen bisa gitarin satu lagu, Raga! Belajar dulu yang bener! pegang kunci-kunci gitarnya!" Dava memijat keningnya frustasi. Belum apa-apa, Raga sudah ingin bisa memainkan sebuah lagu.

"Tau tuh! Lagian sok-sokan pengen belajar main gitar!" Yoga menimpali dengan mulut yang mengerucut. Sejujurnya, Yoga iri dengan ketampanan abangnya itu. Karena banyak sekali orang yang mengatakan bahwa suatu saat nanti Raga pasti bisa jadi seorang artis sinetron saking tampannya. Iya, sinetron azab, begitu Yoga mencibir.

Cukup lama Raga memetik gitar, dimana suara yang dihasilkan sungguh tidak ramah untuk didengar. Rendi menoyor kepala adiknya, saat ia dengan bangganya mengatakan bahwa esok hari ia akan segera menyatakan cinta kepada gadis punjaannya dengan menyanyikan lagu puspa.

"Walau ku tau, bahwa dirimu, suuuudah ada yang puuunyaaa, namun kan ku tunggu sampai kau mauuu, wo uo, jangan-jangan kau menolak cintakuuu, jangan-jangan kau ragukan hatikuu..."

"Ngga waras emang otak si Raga, isinya cuma betina," Rendi menggelengkan kepalanya.

Dava mengangguk menyetujui, "Kamu diajarin begitu sama siapa, sih? Perasaan Abang ngga gitu-gitu amat sama perempuan."

Raga dengan segala tingkah ganjennya, segera mengibaskan jambulnya. "Biasa lah Bang, aku kan hanya sekadar memanfaatkan kegantengan paripurna ini dengan baik.."

Yoga segera menghardik jawaban yang tidak masuk akal itu. "Apa manfaatnya? Kamu tuh cuma mempermainkan perempuan!"

"Jangan dibiasin, itu sifat ngga baik," Dava mengambil alih gitar yang sedang dimainkan oleh Raga, kemudian memetiknya, mengeluarkan suara yang indah. "Kalo kamu mempermainkan seorang gadis, kamu pikirkan hal ini; gimana kalo misalkan gadis itu adalah anak kamu, ah, terlalu kejauhan, gini deh; gimana kalo gadis itu adalah adik kamu. Apa kamu bakalan diem aja kalo adik kamu dipermainkan sama laki-laki? Ngga kan?"

Raga menarik nafas panjang, bersiap menjawab wejangan Abangnya itu. "Tapi Bang, sumpah dah, aku engga pacarin mereka, cuma sekadar apa ya namanya, bercanda ajalah.."

"Kamu yang bercanda, sedangkan para gadis itu, gimana?"

Suasana hening menyeruak, tidak ada percakapan lagi setelahnya. Kemudian, Dava mulai kembali memetik gitar. Lantunan melodi indah yang dikeluarkan dari gitar yang diperik oleh Dava cukup membuat suasana menjadi syahdu. Semua orang larut kedalam musik itu.

Dava menghela nafas panjang, melihat ketiga adiknya yang mendadak diam seribu bahasa. Rasanya, cepat sekali mereka tumbuh. Hidup didalam sebuah keluarga yang jamak, membuat siapapun harus bisa menerima setiap perbedaan yang ada. Dava memiliki 6 orang adik, tentu saja ia harus bisa memahami keenam sifat yang berbeda-beda. Karena ia anak sulung, beban yang ia punya sudah tentu sangat besar.

Semakin beranjak dewasa, semakin Dava menyadari bahwa ia tidak boleh berleha-leha, banyak hal yang harus ia persiapkan untuk memastikan adik-adiknya mempunyai masa depan yang terjamin.

Tapi apa sebenarnya langkah yang akan Dava ambil? Disekolah pun, yang ia lakukan hanya bermalas-malasan. Salah satu keahliannya adalah memainkan alat musik, apa ia harus menjadi seorang seniman?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dava Bahari - Kilas Balik 7 Prajurit BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang