Sambutan Yang Tidak menyenangkan

819 96 5
                                    


"Kalau gitu Om sukanya yang kayak gimana? Suka sama yang bedanya 25 tahun lebih muda nggak, Om?"

Aku mengerjap sembari menatap penuh minat pada sosok tampan yang kini hanya tertawa kecil sarat ejekan padaku, bukannya menjadi sosok yang mengharuskanku memanggil dirinya Om ini justru menatapku sekilas dari ujung kaki hingga ujung kepala, seakan tengah menilai sesuatu yang menurutnya kurang dari sisi manapun sebelum akhirnya dia menggeleng seolah apa yang di carinya sama sekali tidak di temukan.

Sikapnya yang seperti ini jujur saja membuatku sedikit minder dan tersinggung.

"Nggak masalah sih 25 tahun lebih muda, asalkan tidak seperti anak SMP. Saya tidak ingin mendapatkan masalah dengan di sangka seorang pedofil yang mengencani anak di bawah umur."

Jleb, kalimat dari Om Ares membuatku tersenyum kecut, perhatianku yang sebelumnya terarah padanya kini perlahan beralih ke luar jendela mobil yang melaju dalam kecepatan sedang menembus jalanan Ibukota. Sudah banyak yang mengatakan jika tubuhku terlalu minimalis untuk manusia seusiaku, selama ini pun aku sama sekali tidak mempermasalahkannya karena menurutku mempunyai wajah baby face membuatku awet muda, tapi baru kali aku merasa jika kemiripanku dengan Mama adalah hal yang sangat menjengkelkan.

"Ckckck, nggak asyik mainnya body shamming."

"Loh kok tersinggung, memangnya yang sedang kamu bicarakan dirimu sendiri, Ra?!"

Dengusan sebal sama sekali tidak bisa aku tahan mendengar balasan berlagak pilon dari Om Ares ini, sungguh dengan sikapnya yang berpura-pura bodoh ini membuat rasa maluku menjadi bertambah berkali-kali lipat. Sungguh aku benar-benar merutuki diriku sendiri yang bisa-bisanya menggodanya tanpa berpikir jika responnya bisa saja berbalik mempermalukan diriku sendiri seperti yang tengah terjadi sekarang ini. Astaga Samara, kenapa berhadapan dengan bujang lapuk seperti pria di sampingmu ini membuat otakmu ikut tidak berfungsi dengan benar. Selama ini kamu selalu jual mahal saat berhadapan dengan pria sehingga tidak ada satupun orang yang meremehkanmu tapi di hadapan seorang Ares Dharmawangsa harga dirimu jatuh terbanting hingga ndlosor tidak berarti.

Ternyata di balik wajah tampan dan sikap awalnya yang friendly, sahabat Papa dan Mama ini bermulut pedas dan menusuk saat berbicara, persis seperti orang yang memiliki dua kepribadian.

Menyelamatkan wajahku yang sudah kepalang malu aku membalas tatapan mengejeknya dengan tatapan yang tidak kalah sengit.

"Ckckck, pede sekali Om ini, asal Om tahu saja ya........"

Braaaakkkkk

Sayangnya belum sempat aku melontarkan kalimat pembalasan kepada sosok yang ada di sebelahku, sebuah hantaman keras dari bemper belakang membuat mobil yang tengah melaju ini hampir kehilangan keseimbangan. Jidatku nyaris saja menghantam dashboard dan mungkin saja akan gegar otak jika saja sebelah tangan Om Ares yang bebas tidak menahanku.

"Pegangan kuat-kuat, Samara."

Degupan jantungku semakin menggila, belum sempat aku mencerna apa yang terjadi dan apa yang sudah menghantam mobil yang tengah melaju ini suara dingin dari Om Ares membuatku semakin bergidik. Entah mengapa saat aku melihat sosok Om Ares yang fokus di jalanan yang lengang sembari melirik ke arah belakang di mana sebuah mobil ternyata mengikuti kami aku merasa sosok yang ada di sebelahku sangat berbeda dengan sosok yang baru saja menggodaku beberapa saat yang lalu.

Rahang tegasnya mengeras, dan matanya menatap tajam penuh peringatan seakan ada tekad membunuh di dalam matanya. Sungguh perubahan sikap dari Om Ares ini membuatku bergidik ngeri.

"Siapa mereka?" Susah payah aku berbicara, rasanya ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokanku saat menyadari jika hantaman keras yang mungkin saja membuat penyok bemper belakang ini bukan satu kesengajaan melainkan ada niat untuk membunuh siapapun yang ada di dalam mobil ini. Satu keajaiban Om Ares bisa mengendalikan laju mobilnya usai insiden tidak terduga ini seakan apa yang barusan terjadi bukanlah kejadian pertama.

"Fans Om. Tutup mata dan jika mobil ini berhenti, merunduk dan jangan pernah melihat apa yang terjadi di luar."

Aku menelan ludah susah payah, ngeri dengan segala hal yang berkecamuk di dalam kepalaku karena usai berbicara demikian, mobil SUV ini melaju semakin kencang dengan kecepatan di luar nalar, dalam batinku aku tidak henti-hentinya berdoa karena aku tidak mau mati konyol di hari pertama aku bertekad untuk hidup mandiri.

Siapa sih yang akan menyangka jika hanya dalam waktu kurang satu jam perasaan dan fisikku di jungkir balikkan tidak karuan seperti sekarang ini, beberapa saat yang lalu aku di buat terpesona hingga lupa dengan daratan saat melihat sosok Om Ares yang seperti tokoh hidup yang baru saja keluar dari novel, lalu sekarang saat aku baru saja di ejeknya seperti anak SMP aku terjebak dalam situasi seperti di dalam sebuah scene drama action di mana mobil SUV ini melaju dalam kecepatan penuh menyalip kendaraan dengan jarak yang begitu tipis.

Bahkan hanya sekedar bernafas pun aku tidak berani, aku takut jika nafas yang akan aku hela akan menjadi terakhir kalinya. Apalagi saat melihat jika mobil yang aku tumpangi ini melaju semakin jauh meninggalkan kota Jakarta yang ramai, sepinya jalanan yang sudah gelap membuat suasana semakin mencekam sampai akhirnya suara decit ban yang di paksa untuk berhenti membuat jantungku benar-benar lepas dari tempatnya.

Seluruh tubuhku terasa gemetar, syara jangkrik yang ada di kanan kiri jalanan sepi di pinggir jurang ini pun membuat suasana semakin tidak bisa di kondisikan, selama ini aku hidup penuh kenyamanan dan hal-hal mengundang adrenalin sekarang ini bahkan tidak pernah terlintas sekalipun hanya di sekedar mimpi.

Dalam diamku menunggu detik demi detik yang berlalu, aku berharap tidak akan ada lagi kejutan yang membahayakan jantungku, sudah cukup kejadian menakutkan yang tengah terjadi sekarang ini, sayangnya harapku seketika menghilang saat tangan Om Ares terulur ke dashboard di depanku dan meraih sebuah revolver yang bahkan hanya pernah aku lihat saat Papa menggunakannya untuk latihan tembak.

Demi Tuhan Yang Maha Esa, rasa panik seketika menguasaiku, ini Om Ares nggak ada niat buat bunuh orang-orang di mobil belakang yang kini datang menghampiri kami, kan? Aku ingin bersuara mengatakan apa yang sudah ada di ujung lidahku ini, sayangnya bibirku terasa membeku dan Om Ares pun sepertinya sama sekali tidak berminat untuk mendengarkan apapun yang akan aku katakan padanya.

"Keluar Lo, Setan!"

"Lo harus bayar semua kerugian gue, Bangs4t!"

Suara gedoran tidak manusiawi terdengar di kedua kaca mobil, membuatku sontak berteriak karena ketakutan namun tangan Om Ares segera membungkamku rapat-rapat. Dengan isyarat matanya Om Ares memintaku untuk menunduk, meringkuk di bawah kursi untuk bersembunyi persis seperti anak kecil.

"Diam, apapun yang kamu lihat kamu harus diam. Paham?"

Paham? Ingin rasanya aku menjerit dan meneriakkan makian pada Om Ares jika aku tidak paham apapun yang tengah terjadi sekarang ini dengan revolver yang ada di tangannya serta orang-orang yang bersiap untuk membunuh di luar sana, sayangnya aku tidak pernah mempunyai keberanian tersebut untuk mengatakannya.

"Buka....." Perintahnya lagi yang lagi-lagi hanya bisa aku penuhi tanpa banyak bicara. Mataku seketika terpejam seiring dengan jendela yang semakin terbuka, aku sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi tetap saja saat mendengar suara tembakan melesat dari revolver yang baru saja di kongkang, hatiku turut tercerai berai seiring dengan suaranya yang menggema keras di tengah keheningan.

Dor.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 11, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ARESSA CPB Series (Romance Adult 18+)Where stories live. Discover now