20

30 2 0
                                    

Sejak sampai disini mata Tama tak henti-henti memandang lingkungan kumuh itu. Dari ketinggian tiga lantai Tama bisa melihat dengan jelas, ternyata masih ada pedagang-pedagang kecil yang masih menjualkan dagangannya. Lelaki dengan kulit yang sudah mengkerut mengelilingi lingkungan kumuh dengan beban jualan dipundak, wajahnya penuh dengan harapan, walau harapan itu tampaknya sudah tak ada lagi, karena pintu-pintu rumah sudah tertutup rapat. Warung kopi itu juga masih terbuka sampai saat ini. Pemilik warung kecil itu sedari tadi duduk didepan kedainya yang jauh dari kata bagus, menunggu pengunjung untuk mengantarkan rezeki datang walau hari sudah kian larut.

Jika Tama menoleh kekanan ia akan melihat pemandangan pusat kota yang tampak lebih terang dibandingkan lingkungan kumuh itu. Kesenjangan terlihat sangat mencolok. Jalanan masih dipenuhi dengan kendaraan yang melintas. Sebagian ruangan gedung pencakar langit itu masih menyala, pertanda masih ada orang yang bekerja didalamnya walau hari sudah larut malam.

Tama menghirup dinginnya udara dalam-dalam, lalu mengeluarkannya secara perlahan. Tama menyadari ada kesenjangan dan perbedaan yang begitu kontras antara dua keadaan itu. Tapi Tama tidak ingin menghakimi dan langsung menyimpulkan orang yang bekerja digedung pencakar langit itu lebih beruntung dibandingkan pedagang keliling dan pemilik kedai kopi kecil itu, karena kita tidak pernah tahu kenyataan dan keadaan yang sebenarnya. Sama seperti orang-orang mengatakan Tama sangat beruntung, terlahir dari keluarga yang berada. Tapi lihatlah, Tama hidup dalam kesepian, tekanan, dan keluarga yang berantakan. Setiap anggota keluarga saling menekan satu sama lain. Tidak ada kasih sayang dalam keluarga yang dikata orang beruntung ini. Dan...kita tidak pernah tahu dengan orang yang sedang bekerja digedung pencakar langit itu, bisa saja ia mengambil lembur untuk menghindar dari masalah yang ada dalam keluarganya.

Lagi-lagi Tama menghembuskan udara keluar dari mulutnya dengan telapak tangan yang saling mengusap satu sama lain. Berharap mendapatkan kehangatan diatas rooftop gedung tiga lantai kelab malam ini. Setelah selesai dengan Shania, tanpa tujuan apapun Tama pergi ketempat ini. Tama juga sempat bingung juga tadi, tempat mana yang akan dituju untuk menenangkan pikiran. Sadar saat ini ia tidak memiliki apapun dan siapapun lagi pria itu berakhir disini dengan mata sendu dan hati yang semakin penuh dengan luka. Karena sadar, dirinya semenyedihkan itu.

Tapi sesampai kelab malam, Tama menyesali langkahnya karena mengingat ia pernah mengalami kesialan ditempat ini. Tapi saat hendak berbalik, Tama ingat jika Tio pernah mengatakan bahwa rooftop gedung ini didesain untuk didatangi oleh pengunjung kelab. Ternyata benar, ada beberapa orang yang menghabiskan waktu disini. Menikmati minuman beralkohol ditemani dengan dinginnya udara malam, bahkan ada juga yang sekedar duduk seperti yang dilakukan Tama saat ini.

Tama menyerngit dengan wajah yang melongo saat melihat gerombolan pria yang baru saja muncul dari tangga masuk. Sadar jika pria yang diperhatikan oleh Tama juga menoleh kepadanya cepat-cepat Tama mengalihkan pandangan, menunduk memandangi ponsel Tio yang tidak ia ketahui passwordnya. Saat menyadari ada langkah yang mendekatinya Tama mendongak dan sebisa mungkin menyembunyikan raut keterkejutannya terhadap apa yang ada didepannya.

"Sejak kapan tau tempat ini?" orang itu bertanya layaknya sudah akrab dengan Tama, setelah itu ia memetik abu rokok dengan telunjuknya dan kembali menyelipkan benda itu kebibirnya. Tidak ada respon dari Tama sedikitpun membuat pria itu berdecak. "Nama gue Zaky kalau lo lupa. Temen kelas lo dulu."

"Gue tau," jawab Tama dengan tenang tanpa menoleh ke Zaky.

Keterdiaman melanda dua orang itu. Zaky sibuk dengan rokoknya sedangkan Tama masih bingung dengan kehadiran Zaky disini, ditambah lagi terselip sebatang rokok diantara jari telunjuk dan jari manis pria itu. Tampilan pria itu juga sedikit berbeda dari biasanya. Zaky yang biasa tambil culun disekolah, kini tampil ala-ala pria keren yang bermodalkan kemeja hitam dan jelana jeans, serta sedikit polesan pomedo pada rambut.

Lukisan Untuk Tama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang