1. Rintik Kelam

1.8K 162 92
                                    

Empat tahun lalu, kantor kepolisian mendapat laporan dari seorang warga tentang penemuan mayat seorang remaja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Empat tahun lalu, kantor kepolisian mendapat laporan dari seorang warga tentang penemuan mayat seorang remaja. Kejadian seperti ini, sudah bukan hal baru lagi dalam dunia kejahatan. Nyawa manusia, seolah tidak ada harganya.

Namun yang membuat warga heboh, adalah saat wajah mayat yang di buang sekitar tiga hari lalu itu, masih bisa di kenali. Wajah tak asing, yang selalu mereka temui. Seorang remaja pemilik senyum paling manis dan secerah matahari.

Beberapa warga bahkan sampai tidak berani membuat asumsi sendiri. Berulang kali menyangkal ketakutan hati. Mencoba berpikir positif, dengan mensugesti diri sendiri.

Akan tetapi, apalah daya. Saat pihak kepolisian mengeluarkan pernyataan yang sama persis seperti ketakutan mereka. Ternyata adalah benar, wajah itu, wajah yang selalu menyapa di setiap paginya. Dengan ceria berjalan kaki menuju sekolah, sembari berdagang nasi uduk buatan nya.

Air mata langsung jatuh di tanah pemakaman, bersatu dengan gerimis pilu pagi itu. Setelah papan nisan di letakkan, ada semakin banyak orang-orang yang terisak sembari menggigit bibir mereka. Bukan keluarga, bukan anak, bukan pula sahabat, tetapi, kepergiannya sangat menyisakan luka.

Orang baik selalu meninggalkan hal yang baik pula.

Mungkin seperti itu lah kiranya. Bahkan sampai siang pun, pemakaman masih belum sepi. Ada beberapa anggota polisi yang masih berjaga, karena baru saja mendapatkan laporan tentang seseorang yang akan segera tiba.

Seluruh pandangan seketika beralih menatap sosok yang baru saja tiba. Tajam, benci, marah, macam-macam tatapan itu di layangkan pada sosok nya. Namun dengan tidak peduli, sosok itu tetap berjalan lurus, ke arah tanah basah yang masih merah.

Sekitar lima menit lamanya, sosok itu hanya berdiri di sana, memandangi gundukan tanah yang telah menelan cahaya pelita semua orang. Tidak ada kata yang mampu terucap, selain air mata. Bibir nya di gigit kuat, berharap isakan itu tidak mengudara.

Malu.

Bukan malu pada orang-orang yang masih menyaksikan, tetapi lebih malu pada sosok yang berada di dalam tanah tersebut. Dirinya kini pasti tengah di tertawakan, tengah di ejek habis-habisan. Penyesalan tidak lagi berguna, sesungguhnya, sisa hidup nya akan dihabiskan untuk rasa penyesalan.

Takdir yang kejam.

Meski dirinya lah yang sudah memilih takdir itu sendiri.

Angin berhembus menerbangkan dedaunan yang gugur, mengiringi langkah orang-orang yang mulai meninggalkan area pemakaman. Jejak basah perlahan tertutup oleh rintik hujan. Embun pagi menghilang, di ganti oleh dingin yang menusuk tulang.

Kejadian mengerikan ini, tidak akan pernah di lupakan. Bagaimana ketidakadilan telah membunuh seseorang. Hidup itu pelik, hati manusia tidak bisa di terka, karena hitamnya yang pekat tanpa warna lain.

Yang telah pergi akan menjadi kenangan, sedangkan yang masih berdiri di sini, harus bertanggung jawab atas jalan takdir yang sudah di ciptakannya sendiri.

|✔| Surat Terakhir SemestaWhere stories live. Discover now