9. Dialog Bumi Semesta

576 89 10
                                    

Mengabaikan rasa lelah, dan juga rasa sakit pada lutut nya yang terluka, Rivaldi berlari menyebrang jalan, untuk mencapai gedung di depannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mengabaikan rasa lelah, dan juga rasa sakit pada lutut nya yang terluka, Rivaldi berlari menyebrang jalan, untuk mencapai gedung di depannya. Kantor polisi. Sudah dua puluh empat jam, sejak Asta pamit untuk membeli barang di supermarket malam itu, sampai hari berganti, bahkan malam menyambut lagi, anak itu tak juga kunjung kembali.

"Pak! Tolong, tolong saya!"

"Ada apa ini, Pak? Tenang, Pak, tenang." Seorang polisi muda yang berpapasan dengan Rivaldi di pintu masuk, segera menahan. Lalu membawa laki-laki yang tengah kalut itu ke dalam. Mendudukkan Rivaldi pada kursi panjang.

"Tarik napas, buang, Pak. Sekarang coba jelaskan apa masalahnya, dan mengapa Anda meminta tolong kepada kami. Silahkan, Pak."

Setelah mengikuti instruksi polisi muda di depannya, Rivaldi merasa sedikit tenang. Walau hatinya masih gundah dan juga kacau tidak karuan. "Putra saya menghilang, Pak. Malam sebelumnya, dia ijin ingin membeli sesuatu di supermarket yang tidak jauh dari rumah kami. Lalu, sampai tengah malam saya tunggu, dia tidak kunjung kembali. Saya berusaha untuk mencari sendiri pada malam itu, bahkan saya juga meminta salah satu pegawai supermarket untuk memutar ulang rekaman CCTV pada malam itu. Namun, anak saya tidak pernah datang ke sana."

"Baik, baik, saya mengerti. Silahkan dilanjutkan, Pak."

"Awalnya saya ingin langsung datang ke kantor polisi, tapi saya tahu, belum bisa dipastikan seseorang hilang jika belum mencapai kurun waktu dua puluh empat jam. Dari itu, saya mencoba untuk mencari putra saya sendirian."

"Apa sudah berusaha bertanya pada teman-temannya? Bisa saja dia pergi bersama mereka."

Rivaldi menundukkan kepala. "Saya ... saya bahkan tidak mengenal temannya satu pun. Tapi, tapi saya juga sudah datang ke sekolah, bertemu dengan salah satu guru yang ternyata dekat dengan putra saya. Beliau sedang mengerahkan teman-teman baik putra saya untuk ikut mencari."

Polisi muda itu mengangguk paham. Tangannya mengetik sesuatu di ponsel, setelahnya menatap Rivaldi kembali. "Kami akan membantu Bapak. Nanti, setelah melakukan prosedur yang sudah di tetapkan, kami akan mulai menelusuri jalan yang putra Bapak lalui malam itu."

"Terima kasih, terima kasih!" Rivaldi bangkit, membungkuk beberapa kali untuk mengucapkan terima kasih. "Pak, sejujurnya, ada satu orang yang saya curigai menjadi dalang dari hilangnya putra saya."

"Siapa itu, Pak? Bisa Bapak katakan kepada saya?"

"Tentu." Dengan tanpa keraguan, Rivaldi mengatakan, "Mantan istri saya. Dia adalah orang pertama yang paling saya curigai."

"Bapak dan anak Bapak sebelumnya pernah terlibat konflik dengan mantan istri Bapak?"

"Ya. Lebih tepatnya, anak saya mau dibawa pergi oleh mantan istri saya. Tapi anak saya tidak mau. Akhirnya karena saya ingin menjauhkan anak saya dari mantan istri saya, saya akan membawa anak saya ke Surabaya. Seharusnya kami sudah berangkat pagi tadi." Suara Rivaldi memelan. Wajahnya penuh gurat sedih dan kecewa.

|✔| Surat Terakhir SemestaWhere stories live. Discover now