7. Menjemput Bahagia

409 88 37
                                    

Hari-hari masih berjalan seperti biasanya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Hari-hari masih berjalan seperti biasanya. Baik Bumi, atau pun Semesta, masih tetap melanjutkan hidup seperti biasa, dengan luka yang masih tetap sama. Hari ini, sekolah di sibukkan dengan pertandingan dari dua sekolah di pekan olahraga. Team basket Bumi sejak tadi sudah bersiap melakukan pemanasan, sembari menunggu team lawan yang baru saja tiba.

Dari kursi penonton, Asta bergabung dengan anak-anak kelas sepuluh, sudah duduk rapih untuk menunggu jalannya pertandingan. Sejak insiden hilangnya Asta beberapa hari lalu, tidak ada yang pernah membahasnya kembali, baik Bumi, dan yang lainnya. Mereka semua bertindak seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

"Kak Bumi keren juga, ya, kalau di lihat-lihat." celetuk salah seorang siswi kepada Asta. Siswi itu tahu, betapa dekatnya Asta dengan Bumi dan kawan-kawan, sehingga siswi tersebut dengan berani berkata demikian.

Sedangkan Asta hanya tersenyum. "Iya, dong, kalau nggak keren bukan Bumi Yolanda Regar namanya!"

"Bener, bener!" Siswi itu terkikik kecil, lalu kembali fokus ke depan. Sepertinya, pertandingan akan segera di mulai, terlihat dari kedua team yang mulai memasuki area lapangan.

Bumi melirik sekilas ke arah kursi penonton. Matanya bertemu dengan milik Asta, dimana anak itu tengah melambai heboh sembari mengangkat banner yang bertuliskan namanya di sana. Butuh beberapa detik bagi Bumi untuk mengalihkan pandangan, sampai bahu nya di tepuk oleh seseorang.

Dan pertandingan di mulai, dengan team lawan yang memimpin pada awalnya. Namun, Bumi dan teman-temannya dengan cepat mengejar ketertinggalan. Team lawan benar-benar tidak bisa diremehkan. Terbukti dari mereka yang mulai gesit mengatur strategi hingga membuat Bumi kewalahan.

Dari jalannya pertandingan, fokus Bumi terbagi pada beberapa hal yang selama ini mengganjal di pikiran. Beberapa kali juga team lawan berhasil merebut bola di tangan. Waktu pertandingan terus berjalan, sampai hanya tersisa waktu sekitar lima menit lagi di babak pertama ini, sedangkan team Bumi masih cukup tertinggal.

"Bumi, fokus!" teriak Riski dari posisi yang agak jauh. Riski tidak bodoh untuk menyadari ada sesuatu yang aneh pada temannya, karena Bumi sudah berkali-kali jatuh. Sebelumnya, Bumi tidak pernah seperti ini, cowok itu selalu kompetitif dalam setiap pertandingan.

Yang lain pun ikut merasakan apa yang Riski rasakan. Mereka ingin sekali menegur Bumi, namun mereka tidak cukup memiliki keberanian. Aneh memang, tapi raut wajah Bumi selalu berhasil membuat mereka ketakutan.

"Bumi, kalau sekolah kita kalah hari ini, itu semua karena lo." ucap Bayu pelan. Matanya menatap tajam, dengan keringat yang sudah menetes membasahi wajahnya.

Bumi menoleh sejenak pada seseorang yang baru saja berbicara. Kedua tangannya mengepal, entah marah kepada Bayu atau kepada dirinya.

"Masalah pribadi nggak perlu lo bawa ke lapangan. Karena di sini, bukan cuma lo yang bertanding. Tapi kita semua. Kita bawa nama sekolah. Kalau kita kalah, harga diri sekolah dipertaruhkan." Masih Bayu yang berbicara. Cowok itu sudah lelah memperhatikan Bumi yang main dengan asal-asalan sejak tadi. Bayu hanya tidak ingin, latihannya selama ini berujung mendapat kekalahan hanya perkara satu orang.

|✔| Surat Terakhir SemestaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora