8. Detik Berharga

458 92 20
                                    

"Lagi nunggu adek yang suka jual nasi uduk itu juga, Mbak?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lagi nunggu adek yang suka jual nasi uduk itu juga, Mbak?"

"Iya, Pak. Sudah beberapa hari ini dia nggak pernah kelihatan lagi. Bapak juga lagi nungguin dia?"

"Iya benar, saya juga lagi nungguin dia."

Perempuan itu tersenyum. Tangannya menunjuk pada jajaran orang yang duduk di sampingnya. "Mereka juga, nunggu adek itu, Pak."

Yang dibicarakan datang tak lama kemudian. Asta. Dengan senyum teduh menyapa para pelanggan yang setia menunggu dirinya. Bahkan Asta sampai terkejut mendengar cerita dari perempuan yang sempat dirinya goda beberapa bulan itu, tidak menyangka, jika hadirnya begitu di tunggu.

"Oiya, Pak, Kak, hari ini, sepertinya hari terakhir saya berjualan."

Laki-laki dewasa di sana terkejut. "Lho, kenapa?"

"Saya mau pergi sama Ayah saya, Pak. Mau pindah dari sini."

"Mau pindah?" Kali ini perempuan cantik itu yang mengeluarkan suara. Sorot matanya nampak sedih.

"Saya sama Ayah mau ke tempat yang paling indah dan aman, Kak. Di sini nggak aman."

Kedua orang yang lebih tua menatap satu sama lain, dengan raut penuh tanya. Sedangkan Asta tidak berniat menjelaskan, hanya berlalu pergi dari sana. Semalam Rivaldi berjanji, jika besok akan membawa Asta pindah ke Surabaya, ke kampung halaman Rivaldi berada. Asta senang, tentu saja.

Walau ada beban berat di hatinya, yang tidak siap mengatakan hal ini kepada Bumi. Asta takut, melihat cowok itu akan hancur bila mendengar dirinya yang akan pergi. Apalagi, selama ini, dirinya tidak pernah bercerita apa-apa.

Mungkin hari ini, Asta akan jujur kepada cowok itu.

"Harus banget pindah ke Surabaya?"

Istirahat pertama, Asta langsung pergi ke kelas Bumi lalu menarik cowok itu ke taman belakang. Mereka duduk beralaskan rumput yang sudah memanjang. Di bawah pohon mangga besar.

"Aku mau menjemput bahagia aku, Kak. Kakak juga harus menjemput bahagia Kakak."

Bumi menghembuskan napas panjang. Dadanya tiba-tiba sesak. Tidak pernah Bumi bayangkan, jika hari ini, Asta akan mengatakan kalimat perpisahan padanya. Setelah Samudera, apa takdir harus memisahkan dirinya dengan Asta?

"Lo harus kasih alasan kuat ke gue, kenapa lo dan bokap lo sampai harus pindah ke sana."

"Sebenernya, aku lari dari Ibu, Kak. Ibu sama Ayah udah cerai sejak aku umur dua atau tiga tahun, aku lupa tepatnya berapa. Setelah itu, Ibu menikah lagi dengan seorang laki-laki, yang mana laki-laki itu pernah menjadi teman sekolahnya dulu. Ternyata, sejak Ibu hamil tua, Ibu udah sering ketemuan diam-diam sama laki-laki itu, Kak."

"Aku denger cerita ini dari tetangga. Saat itu, aku yang nggak tahu apa-apa, ditinggal sendirian di dalam rumah. Ayah sama Ibu berantem hebat, sampai saling menyakiti. Aku yang waktu itu, cuma bisa sembunyi di dalam lemari, sambil tutup telinga erat-erat. Aku takut, Kak. Apalagi waktu denger Ibu nangis sambil teriak. Aku beneran takut."

|✔| Surat Terakhir SemestaWhere stories live. Discover now