4

701 118 55
                                    

Danita.

Hari ini adalah hari Sabtu, hari di mana Aluna akan berada di apartemen karena ketika Sabtu, ia libur.

Saat sedang weekend dan memiliki banyak waktu luang seperti saat ini, aku dan Aluna lebih sering memilih memasak ketimbang order delivery makanan cepat saji.

Kadang kami akan memasak masakan yang sudah kami hafal di luar kepala resepnya, atau tidak jarang kami mencoba resep-resep masakan baru.

Walaupun aku dan Aluna tergolong sama-sama senang memasak, tapi, kami cukup berbeda.

Aku lebih pandai dalam membuat masakan-masakan Western, Cina, dan Jepang, sedangkan Aluna lebih pandai memasak masakan lokal. Aku suka memasak masakan western karena menurutku lebih praktis, sedangkan Aluna dulu terbiasa membantu Ibunya saat usaha katering milik Ibunya masih berjaya.

Aku sedang mencuci peralatan bekas kami memasak, sedangkan Aluna menyiapkan peralatan makan di meja.

Hingga ada panggilan telpon masuk dari Ibuku, yang menginterupsi kegiatanku.

"Halo, Dek."

"Ya, Ma?"

"Lagi sibuk?"

"Ngga kok, aku baru selesai beres-beres dan masak aja ini sama Aluna, kenapa?"

"Tadi ada teman kamu datang ke rumah."

Aku mengernyit bingung mendengar ucapan Mama.

Teman? Siapa?

"Teman SMA kamu, yang kuliah sama kamu juga. Terus ngobrol-ngobrol sama Papa."

"Oh, kok bisa?"

"Ga tau juga, kamu tahu sendiri kan Papa itu gimana. Cuma ya, Mama lebih suka sama Kafi daripada Sena."

Aku ingat betul Sena, teman kuliah ku yang kebetulan dekat juga dengan ku, dan beberapa kali bertamu ke rumah. Mama sempat mencurigai bahwa pria itu suka dengan ku, sedangkan menurut ku, dia hanya friendly saja dan tidak memiliki niatan lebih.

Saat aku sedang mengobrol dengan Ibuku, tiba-tiba aku melihat Aluna berlari menuju toilet sembari menutup mulutnya.

"Kenapa, Na?" Tanyaku sedikit berteriak.

Tidak ada jawaban dari Aluna dan suara berikutnya yang terdengar adalah "hueeekkk".

Aku menatap jam dinding, "Udah jam tiga sore," gumamku.

Aku menyadari apa yang terjadi. Asam lambung Aluna kambuh, ia terlambat makan siang dan seingatku pagi tadi Aluna tidak sarapan. Cuma minum kopi dan rokok dua batang.

Aku susul ia ke kamar mandi, dan saat aku tengok Aluna sudah terduduk lemas di sebelah kloset. Wajahnya pucat, tubuhnya basah oleh keringat dingin dan napasnya tersenggal-senggal.

"Dan, gue gak sanggup berdiri."

Panik bukan main, kalau sudah begini ia harus segera diberi penanganan. Aku langsung berusaha membopong tubuh Aluna yang tingginya hampir dua kali dari tinggi badanku.

Tidak ada waktu untuk menghubungi dan menunggu ambulance, ku putuskan untuk membawa Aluna sendiri ke IGD, meskipun dengan susah payah aku membopongnya sampai ke dalam mobil, untung saja ada Pak Slamet yang membantuku saat kami keluar dari basement.

Begitu sampai di mobil, aku langsung menyalakan panggilan melalui layar unit entertainment yang otomatis terhubung melalui bluetooth di ponsel ku, dan menghubungi satu orang yang namanya langsung terlintas di kepala ku.

"Halo, Dan?"

"Fi? Sibuk gak?"

"Ngga begitu kok, kenapa?"

LoversWhere stories live. Discover now