20 | Akur

3.2K 408 44
                                    

Suasana ruang rapat Spectrum Land tampak hening dan khidmat sebab saat ini sedang diadakan biweekly meeting antara Pak Cokro dengan para direktur dan manajer. Di depan, Direktur Bagian Perencanaan sedang mempresentasikan rencana ekspansi ke kota Bogor. Semua mata fokus pada penjelasan pria paruh baya bertubuh tambun itu.

Sekitar setengah jam kemudian, meeting usai. Pak Cokro bangkit dari kursinya dan pamit kepada pada para karyawannya yang masih merapikan berkas-berkas mereka. Saat melewati kursi Jenna, pemilik Spectrum Group itu berhenti dan mengajak Jenna bicara. "Jenna, kamu jadi ketemu sama orang BI hari ini?"

Jenna berdiri dari kursinya, lalu mengangguk sekilas. "Jadi, Pak."

Pak Cokro manggut-manggut mengerti. "Minta Garvin temani kamu."

Jenna sontak terbelalak kaget. Garvin yang namanya tiba-tiba disebut juga langsung mematung. Aska pun melongo akibat kalimat Pak Cokro. Manajer yang lain juga ikut terkejut karena menurut sepengetahuan mereka, Garvin dan Jenna sangat tidak akur sehingga membuat keduanya pergi bersama dan hanya berdua saja adalah ide yang buruk.

"Pa–Pak, saya bisa pergi sendiri," jawab Jenna gugup. Bola matanya tidak tenang, mengamati rekan-rekannya.

"Jangan, kamu bawa uang banyak nanti. Lebih aman kalau kamu ditemani satu orang laki-laki."

"Saya bisa ajak anak keuangan, Pak."

"Memangnya Garvin—"

"Baik, Pak. Nanti saya antar Jenna," pungkas Garvin. Tak apalah dia dianggap tidak sopan karena memotong pembicaraan Pak Cokro, daripada atasannya itu menceritakan kepada seluruh petinggi Spectrum tentang kejadian di restoran kemarin.

Pak Cokro mengangguk seraya tersenyum puas. Pria paruh baya itu kemudian melanjutkan langkahnya keluar ruangan, diikuti oleh Fanny yang terkekeh kecil saat melewati Jenna. Sebagian direktur dan manajer juga ikut keluar bersama Pak Cokro, menyisakan rekan-rekan seangkatan Garvin dan Jenna.

"Pak Cokro ada sinting-sintingnya gue rasa," celetuk Adelia yang mengundang atensi teman-temannya, termasuk Garvin dan Jenna. "Bisa-bisanya mereka disuruh pergi berdua?!" Adelia menunjuk Garvin dan Jenna bergantian.

"Ka, lo temenin mereka, gih," pinta Arkan pada Aska.

"Hah? Kenapa gue?"

"Biar ada penengahnya. Kan, lo lagi sering pergi bertiga ngurusin pameran."

Aska menggeleng tegas. "Kerjaan gue banyak. Lagian, yang disuruh mereka berdua, kenapa gue mesti ikut-ikutan?"

"Biar nggak ada pertumpahan darah."

"Tolol!" umpat Aska pelan.

"Kenapa, sih, pada heboh?" Akhirnya Jenna membuka suara. Semua mata beralih padanya. "Emangnya kenapa kalau gue pergi sama Garvin berdua?"

"Nggak apa-apa ...," jawab Yudit kalem. "Cuma pada takut kalau lo berdua berantem aja."

"Gue sama Garvin bukan anak kecil yang suka tiba-tiba berantem tanpa sebab."

"But you did," sahut Adelia.

Bibir Jenna terkatup otomatis mendengar ucapan Adelia. Jenna melirik pada Garvin sekilas, lalu kembali mengedarkan pandangan ke teman-temannya. "Kalau sampai balik ke kantor lagi nanti, dan nggak ada yang terjadi di antara gue sama Garvin gimana?"

"Ya, nggak gimana-gimana. Bagus malah, hhe." Arkan menjawab dengan cengiran lebar.

Jenna merotasikan bola matanya. "Gue buktiin kalau gue sama Garvin bakal baik-baik aja sampai balik lagi ke sini nanti. Lo semua boleh nunggu di lobi buat liat ekspresi gue sama Garvin begitu turun dari mobil."

Pay Your Love ✓ [Completed]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant