31

1K 59 30
                                    

Trauma karena orang terdekat memang sulit dihilangkan. Begitupula trauma yang masih membekas dalam ingatan Fahri. Duda anak satu itu sebenarnya trauma mengenai kedua orangtua kandungnya sendiri sejak kecil dituntut sempurna dalam segala. Kadangkala traumanya muncul pada waktu yang tidak tepat seperti saat ini.

Fahri tengah menghadiri rapat penting bersama klien penting tapi pikiran dia malah kemana-mana. Suara bentakan dari kedua orangtuanya berputar terus-menerus dalam pikirannya.

"Maaf semuanya. Saya kurang enak badan kita lanjutkan pembahasan ini minggu depan," ujar Fahri.

Pria dewasa itu keluar dari ruangan rapat. Dia tidak kembali ke ruangannya namun malah menuju parkiran. Fahri mengendarai mobil menuju suatu tempat entah apa itu.

Di lain sisi ada Deva yang baru saja tiba di kantor sang ayah. Dia pergi ke ruangan Fahri anehnya tidak ada keberadaan Fahri.

Deva bertanya kepada sekretaris Fahri tentang keberadaanya. Dia berkata Fahri meninggalkan rapat begitu saja ditambah wajah Fahri sedikit memucat.

Pemuda itu berterimakasih dan pergi menuju ke tempat dimana sang ayah berada. Deva tahu pasti Fahri akan menuju pemakaman dimana Bella berada.

Di pemakaman ada sosok Fahri menatap diam makam istrinya. Wajah Fahri tampak pucat ada sedikit jejak darah di hidungnya. Air mata terus menetes di pelupuk matanya.

"Sayang traumaku muncul. Aku benci ini. Sejujurnya aku tidak sepenuhnya memaafkan kedua orangtuaku dan Aldo,"

"Luka yang mereka torehkan sangat dalam hingga membuatku begini,"

"Sosok kakak yang seharusnya melindungiku malah menjadi penyebab segala rasa sakitku dulu,"

"Aku berusaha melupakan segala bentakan mereka tapi tidak bisa sayang,"

"Diriku memang bodoh,"

"Sejak keluar dari rumah mereka aku harus berkonsultasi dengan seorang psikiater hingga sekarang,"

"Papa dan mama memang bertujuan baik untuk membuatku pintar. Tapi kapasitas otakku tidak mampu sayang. Aku sering mimisan apabila belajar terlalu keras,"

"Aku berharap putraku tidak mendapatkan trauma sepertiku. Ternyata jalan hidupnya sepertiku juga,"

"Namun putraku beruntung. Masih ada sosok diriku untuk menguatkan dirinya,"

"Sayang pasti malu ya punya suami gila,"

"Pandanganku sedikit berkunang-kunang juga,"

"Bentakan mama mengenai aku yang sebaiknya mati saja membuat diriku gila,"

"Mimisanku semakin banyak saja sayang. Kalau ada Deva pasti dia menatapku tajam persis seperti dirimu," ujar Fahri dengan kekehan.

"Superheroku kenapa?" tanya Deva.

Fahri mendongkak menatap wajah Deva. Deva menaruh sapu tangan di wajah Fahri. Fahri mengambilnya lalu mengelap darah yang keluar dari hidungnya.

"Mah tenang saja. Papa itu kuat kok," ujar Deva.

"Dev papa perlu pelukan darimu," ujar Fahri.

Deva tersenyum membiarkan sang ayah memeluk tubuhnya. Sosok Fahri juga rapuh cuma dia berusaha kuat demi sang anak.

"Kepala papa pusing nak," ujar Fahri.

"Kenangan buruk itu datang lagi?" tanya Deva.

"Iya kenangan buruk dari nenekmu," ujar Fahri.

Deva mengelus rambut sang ayah. Suatu hal yang sedikit lucu menurut Deva karena biasanya Fahri yang mengelus rambutnya. Fahri dituntut sempurna oleh kedua orangtuanya sedari kecil, tidak jarang Fahri kekurangan tidur bahkan sahabat Fahri mengatakan dulu Fahri sangat kurus sekali, Aldo sang kakak menyiksa fisik Fahri sedari kecil, dan setelah ulangtahun ke-17 Fahri menyerah. Fahri memilih pergi meninggalkan segala luka yang ditorehkan kedua orangtuanya.

Deva (END)Место, где живут истории. Откройте их для себя