38

950 106 180
                                    

Baru saja tiba di rumah Deva berlari kearah kamarnya sang ayah hanya memaklumi saja. Deva itu sebenarnya membenci keramaian lebih suka berdiam diri di kamar atau tidak di dapur untuk mencoba resep makanan.

Deva memang hobi memasak. Fahri mengajarinya memasak setelah kehilangan ibunya. Memang banyak yang mengkritik Deva tapi tidak bagi Fahri. Pandangan Fahri berbeda menurutnya memiliki hobi memasak tidak harus seorang perempuan saja.

Di kamar Deva tengah tiduran di kasur menatap langit kamarnya. Air mata Deva menetes mengingat kenangan masa kecil. Dimana sosok sang ibu masih memeluk tubuh kecilnya.

"Takdirnya kejam banget untuk Deva. Untung ada papa di sisi Deva," lirih Deva.

Deva menangis tidak peduli dianggap cowok lemah. Dia juga seorang manusia yang memiliki rasa sesak di dada. Tujuh tahun lamanya Deva tidak merasakan kasih sayang sang ibu. Saat fakta bahwa ibunya masih hidup malah membuat hati dia semakin sakit.

"Grandpa kok tega sama aku. Dev itu lemah tidak sekuat yang dipikirkan grandpa. Mama hidup tapi grandpa menyalahkan aku terus beberapa tahun belakangan ini." Deva terisak tidak sanggup akan fakta menyakitkan yang baru saja dia ketahui. "Mah, walaupun kamu melupakan aku di ingatanmu. Aku tidak akan melupakanmu selamanya," isak Deva.

Suara pintu terbuka membuat Deva dengan cepat menghapus air matanya. Deva tersenyum kearah sang ayah. Hanya pelukan sangat nyaman didapatkan Deva dan elusan lembut di rambutnya.

"Pria berhak menangis juga. Kita manusia biasa juga, nak," ujar Fahri.

Deva kembali menangis karena ucapan sang ayah. Pemuda yang selalu menampilkan wajah dingin tanpa ekspresi itu meluapkan kesedihannya hari ini. Di hari dimana fakta bahwa ibunya tidak meninggal namun malah disembunyikan sang kakek darinya. Lebih menyakitkan lagi ibunya tidak mengingat dia sama sekali dan sekarang malah memiliki keluarga baru.

"Dada Dev sesak, pah,"

"Grandpa jahat banget sama, Dev,"

"Dev kan tidak nakal,"

"Aku kan masih perlu mama,"

"Pah, mama tidak ingat Dev,"

"Padahal Dev rindu pelukan mama,"

"Mau dapet kecupan mama,"

"Aku rindu semua perlakuan manis mama sama aku,"

"Pah, Dev terakhir ya peluk mama waktu itu,"

"Aku rindu mama,"

"Mama ada tapi tidak bisa aku peluk,"

"Aku benci grandpa karena memisahkan aku sama mama,"

"Sekarang percuma bertemu mama karena mama tidak ingat aku,"

"Dev sayang mama,"

"Mau pelukan mama,"

"Pah, jangan tinggalkan Dev seperti mama ya,"

"Dev takut tidak bisa melangkah kalau kehilangan papa,"

"Papa aku takut papa pergi,"

"Jangan pergi ya. Dev takut sendirian,"

"Pah, kumohon jaga kesehatanmu,"

"Papa jangan banyak begadang. Dev tidak mau papa kenapa-kenapa,"

"Papa satu-satunya orang yang ada untuk Dev saat ini,"

"Apabila papa pergi aku hancur,"

"Pah, sakit,"

"Sakit sekali rasanya,"

"Mama ada tapi tidak bisa Dev peluk,"

"Maaf pah, Dev cengeng,"

"Pah," isak Dev.

Deva (END)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora