"Saya sayang sama kamu, sebagai wanita. Kamu memiliki pacar kan sekarang? Saya tidak akan merestui hubungan kalian karena mulai sekarang kamu hanya milik saya. Siapapun yang akan mendekati kamu, tidak akan jadi karena saya akan melakukan segala cara agar kamu selalu dengan saya."
Hilma berusaha menahan kesadarannya, ia tidak boleh menyerah begitu saja. Ucapan demi ucapan yang keluar dari mulut itu membuat Hilma serasa ingin mati! Ia ingin mati! Satu-satunya yang ia jaga adalah tubuhnya, jadi ia tidak boleh menyerah begitu saja. Hilma mengatur nafasnya yang rasanya sudah tersengal-sengal. Hatinya sakit, fisiknya kotor, dan otaknya harus mencari cara untuk keluar dari situasi bangsat ini.
"Orang tua kandung kamu saja bahkan membuang kamu. Entah yang mana juga manusianya. Jangan harap kami sebagai orang tua angkat akan memberikan kasih sayang kepada kamu. Kamu hanyalah alat agar warisan keluarga tidak jatuh ke tangan adik-adik saya ataupun adik-adik mama kamu. Kami harus memiliki keturunan agar warisan jatuh ke tangan kami berdua, tetapi kami tidak cinta. Kami berdua tidak cinta sehingga tidak akan pernah menyentuh satu sama lain, Hilma. Datangnya kamu membuat keluarga besar senang dan saat kamu menikah barulah warisan akan ke tangan kami berdua langsung. Saya akan menjodohkan kamu dengan teman saya hanya untuk data pernikahan setelah itu saya akan menyuruh kalian untuk cerai. Saat warisan sudah jatuh kepada saya semua, saya akan bercerai dan saya akan membawa kamu keluar jauh-jauh dari rumah ini."
Hilma meludah saat wajah tua itu berada di depan wajahnya. "Aku bukan anak durhaka dengan meludah seperti itu karena aku bukanlah anak kandung kalian kan? BABI! DAH TUA TINGGAL MATI JUGA!"
"ANAK KURANG AJAR! TIDAK TAU DIRI!"
Hilma memberontak saat baju tidurnya di robek begitu saja. Entah kenapa malam ini ia masih memakai bra nya saat tertidur, mungkin ia sudah memiliki firasat. "TUA BANGKA LEPAS! ANDA BAHKAN BISA MENYEWA 10 JALANG! SAYA BUKAN BARANG YANG BISA ANDA PAKAI SEENAKNYA!"
"Tua bangka? Yang benar saja? Saya memang bisa menyewa bahkan 20 jalang, tapi saya mau nya tubuh kamu. Saya mau hak saya. Saya mau merasakan kamu yang saya sayang."
Hilma menahan isakannya, ia berharap sambungan telponnya dengan Daren tersambung sehingga lelaki itu akan cepat kemari. Satu tamparan kuat di pipinya membuat kepala Hilma menoleh dengan keras ke samping.
"Dan selama ini dugaan saya selain kamu memiliki pacar kamu adalah jalang juga. Dengan siapa kamu menjual tubuh mu? Bagaimana rasa kontolnya? Kamu harus membuat perbandingan dengan permainan saya nanti."
"SAYA BUKAN JALANG!"
"Bukan jalang? Lima tanda di dada kamu menandakan kamu bukan jalang? Oh kamu mau bahasa lebih halus? Kamu seorang sugar baby yang rela mengangkang demi duit. Memang anak panti tidak tau terima kasih kamu!"
Hilma akhirnya memahami maksud tua bangka ini. Tanda yang di buat Daren tadi siang. Tanda yang di lehernya masih ia tutupi concelear memang, jaga-jaga agar orang lain tidak tau, tapi ya dada di bawah garis kerah bajunya tidak mungkin Hilma tutupi juga, lagian tidak akan pernah ada yang melihat sampai ke sana kecuali Daren.
Dadanya yang sudah di remas dengan keras membuat Hilma terisak. "AHHH! SAKIT!"
"Saya suka desahan kamu, sayang."
"ANJING! SAKIT! EEUNGHHH!"
Bukan maksud mendesah, tetapi remasan di kedua payudaranya rasanya benar-benar sakit. Bayangan yang tadinya indah dan menggairahkan karena Daren yang melakukannya langsung hilang, langsung terhapus seketika menjadi memori yang akan membuat Hilma malu untuk bertemu Daren. Ia tidak suka dengan tubuhnya! Tubuhnya sudah kotor!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Daren
Romance"Pacaran sama om-om enak, By?" "Hmm? Tumben Mama nanyanya gitu? Mama mau nyari om-om juga?" "Gak. Gue cuma nanya lo." "Enak tau, Baby gak minta udah di kasih aja. Kalau Mama mau sama om-om, Baby bilang nih sama kak Dar, kak Dar belum punya pacar." "...