-7-

1K 104 3
                                    

Malam hari pun tiba.

Setelah selesai membersihkan diri sehabis bertanding, Isagi melangkahkan kaki nya ke lapangan, bukan untuk berlatih melainkan untuk sekedar menenangkan diri.

Hanya sendiri tanpa ditemani oleh siapapun.

Bahkan ia meminta teman-temannya yang tadinya ingin ikut bersamanya untuk meninggalkan nya sendirian, ia hanya butuh waktu sendiri untuk saat ini.

Isagi melihat sekitar, tidak ada satu pun orang yang berada di lapangan tersebut. Baguslah, setidaknya ia bisa tenang kali ini.

Lalu kakinya ia bawa menuju hamparan rumput hijau yang luas itu lalu berbaring diatasnya seperti berbaring diatas kasur miliknya sendiri.

Netra birunya memandang langit malam yang begitu damai, tidak seperti batinnya yang saat ini sedang tak karuan bagai diguncang oleh badai.

Ia saat ini sedang takut. Takut akan penyakitnya yang berkemungkinan besar akan menghancurkan masa depannya kelak.

Masa depannya yang ia harapkan akan membuat dirinya menjadi striker terhebat di dunia, apakah akan hancur karena penyakit yang di deritanya ini?

Memikirkannya saja membuat dadanya terasa sesak, hingga setetes air mata pun mengalir bebas di pipinya.

Isagi tersenyum getir, netranya masih memandang lurus kearah bintang-bintang yang bertaburan di angkasa.

Tangan kanannya terangkat dan mulai membuat gerakan menulis menggunakan jari telunjuknya ke arah bintang-bintang tersebut.

'Aku ingin sembuh'

Itulah kalimat yang ia tulis saat menghubungkan bintang-bintang tersebut menggunakan jari telunjuknya.

Terukir senyum manis dibibirnya, seolah hal yang ia lakukan barusan memberikan kekuatan untuknya.

Pikirannya mulai kembali optimis, walaupun masih dengan ketakutan yang masih tersimpan setidaknya ia siap untuk menghadapi segala rintangan yang akan dilaluinya nanti.

"Dingin-dingin gini nanti masuk angin lho, Yoichi."

Isagi tentu sangat mengenali suara ini, suara yang sangat menyebalkan baginya.

Sepertinya ketenangan batinnya hanya berlangsung sebentar saja.

"Ngapain kesini?" Tanya Isagi tanpa bergeming dari posisinya. Tanpa menatap seseorang yang saat ini berjalan mendekatinya itu.

"Lo ngga ada pas makan malem jadinya ya gue cari."

Pria itu, Kaiser mendekat dan mendudukkan dirinya di hamparan rumput itu tepatnya di sebelah Isagi berbaring

"Ngapain nyariin gue?"

"Kangen lah."

Kaiser pikir ia akan mendapatkan cacian atau bogeman mentah dari Isagi, tapi ternyata pria manis berbadan lebih kecil darinya itu hanya diam memandang langit.

"Lo kenapa? Ngga biasanya lo skip makan malem kayak gini." Tanya Kaiser yang ikut memandang langit seperti Isagi.

"Sok tau banget tentang gue?" Sarkas Isagi.

"Tau lah, orang gue peduli sama lo."

"Ngga usah sok peduli. Gue tau akal busuk lo"

"Gue emang peduli kok, cuman ke lo doang ini." Ucap Kaiser menatap kearah Isagi. Tidak lagi memandang langit.

Isagi hanya diam, kemudian ia mengganti posisinya menjadi duduk di sebelah Kaiser.
Dengan jarak sedikit berjauhan tentunya.

Kedua anak adam itu sama-sama terdiam, menikmati kesunyian malam yang tenang.

Tiba-tiba semilir angin malam mulai menusuk tulang, Isagi pun memeluk lututnya mulai merasakan sensasi dinginnya malam yang tadi tidak ia rasakan karena kalut dalam lamunan.

Hingga ia merasakan sesuatu yang hangat melingkar di bahunya. Ternyata ulah Kaiser yang menyelimuti tubuhnya dengan jaket milik pria itu yang tadi dipakainya.

"Pake aja, gue udah mau masuk kok. Please, terima aja ya? Gue ngga tega ngeliat lo kedinginan." Ucap Kaiser sebelum Isagi menolak dan melontarkan kata-kata seperti 'Gue ngga butuh jaket lo, takut ntar alergi soalnya' keluar dari mulut pedas milik pria manis itu.

Isagi hanya mengangguk, Kaiser yang melihat itu pun tersenyum.

Pria berkebangsaan Jerman itu menepuk pelan puncak kepala Isagi dan sedikit mengelus rambut yang terasa halus di tangannya itu.

Lagi, Isagi hanya diam. Entah menikmati atau justru tidak peduli karena ia sedang sangat lelah saat ini baik fisik maupun mentalnya.

Kaiser kemudian berdiri dan melempar satu bungkus roti yang ternyata sedari tadi di genggamnya ke arah Isagi hingga mengenai kepala pria itu.

"Jangan lupa dimakan ya, nanti lo sakit." Ucap Kaiser lalu pergi dari sana.

Meninggalkan Isagi yang menatap punggung yang mulai menjauh itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

Isagi mengambil roti yang tergeletak disampingnya itu lalu memakannya. Perutnya sangat lapar saat ini.

Setelah satu jam berada disana, ia kemudian masuk ke dalam kamarnya dan melihat Kurona yang sudah terlelap. Isagi pun berbaring diatas kasur miliknya yang berada disamping Kurona dan ikut terjun ke dalam dunia mimpi

Keesokan harinya lagi-lagi terjadi hal aneh di klub Bastard Munchen.

Yaitu Isagi yang tidak berada di tempat tidurnya dan terdapat sepucuk surat diatas kasurnya.

Baby Isagi (Blue Lock)Where stories live. Discover now