bonus

59 7 1
                                    

"Kamu mau ke mana?"

"Mau ke kamar Kinara, minggir!" Sarah melepas genggaman perawat itu dan membuka pintu dengan paksa meski mustahil. Ia jadi menangis dan merasa sedih karena orang-orang selalu menghalanginya untuk bertemu Kinara. Ia menjadi marah sebab pintu itu tak terbuka untuknya, ia memukulinya hingga penyok karena terbuat dari besi.

"Buka! Buka!"

"Kinara sudah tidak ada di sini, lebih baik kamu menenangkan diri." Kedua lengan gadis itu kembali diapit agar tak ke mana-mana.

"Kenapa? Dia sembuh? Kalau begitu aku juga mau! Aku mau sembuh! Bawa aku keluar dari sini!" Sarah memberontak, ia marah mengapa Kinara pergi begitu saja.

"Kinara sudah meninggal tadi malam."

Sarah syok. Ia jatuh terduduk di lantai karena lemas usai mendengar berita itu. Tidak mungkin, kan? Kinara tak mungkin meninggalkannya, kan? Ia dipapah dan didudukkan ke atas tempat tidur. Gadis itu tak sadar sudah menghujankan air mata di pipinya, bibirnya bergetar hanya untuk bertanya sehingga membuat semuanya makin sulit. "Ke-kenapa?"

Mereka tidak menjawabnya.

Hal itu membuat Sarah jengkel, tenaganya yang kuat lantas mampu melepaskan diri dari cengkraman mereka. Kunci kamar berhasil ia rebut dan berhasil membuatnya keluar dari sana untuk mencari keberadaan Sarah. Gadis itu berlari dan menuju bangsal Kinara untuk memastikan sesuatu.

Temanku, jangan pergi.

Ia mengusap air matanya dan membuka kamar Kinara yang kosong. Dengan frustrasi ia mencari Kinara dari ujung ke ujung rumah sakit jiwa ini. Pencariannya dihentikan oleh Jeremy yang berhasil menghalanginya dengan bodoh. Sarah tak segan meludahi wajah bodoh itu dan berteriak kesal. "AKU MAU CARI KINARA!"

"Iya, sekarang ikut saya."

"Kamu tau di mana Kinara?"

Jeremy mengusap wajahnya yang basah dan mengangguk pasrah. "Saya tahu, ayo."

Lelaki jahat ini justru membawanya ke ruang konsultasi sialan dan mengunci pintunya. "Kamu mau main-main denganku?! Di mana Kinara?!" Sarah berteriak ke depan wajah laki-laki bodoh itu.

"Ya ... Kinara di sini. Di hatimu yang paling dalam. Saya mengerti kamu akhirnya senang mempunyai teman, tapi ... segala sesuatu bukannya dapat kamu kendalikan, kan? Saya mengerti kamu akan terpukul, tapi ... Kinara sudah meninggal dan sudah dimakamkan pagi ini."

Sarah benar-benar butuh pegangan, ia akhirnya meraih kursi yang ada di depannya dan duduk di sana hingga membuat Jeremy juga duduk di tempatnya. Gadis itu menangis, ini pertama kalinya Jeremy melihat sosok Sarah menangis.

"Sarah, aku mengerti kamu selalu ingin hidup, tapi ... membiarkan Elena kesulitan juga bukan hal yang bagus."

"Kenapa ... kenapa gadis ini tidak berguna sama sekali?! Kata perawat, dua tahun yang lalu aku koma di ruangan sialan itu, kan? Itu gara-gara gadis ini tiba-tiba meracau padahal aku sudah bersiap menghajar orang-orang bodoh itu! Kalau saja aku tidak koma ... aku pasti sudah menghabiskan waktu yang lama bersama Kinara. Setidaknya ... ia tidak menungguku terlalu lama sampai ... sampai seperti itu."

Sarah begitu terpukul dan asmanya tiba-tiba kambuh hingga membuat Jeremy harus mengeluarkan inhaler yang selalu ia sediakan di laci mejanya untuk diberikan pada gadis itu. "Lihat, kan? Gadis ini menyusahkan, penyakitan, tak berguna dan bodoh. Dia sebodoh itu sampai aku kehilangan temanku satu-satunya," ujar Sarah setelah kondisinya membaik.

"Itu bukan salah Elena." Jeremy berdiri dari tempatnya, ia muak. Ia meneriaki gadis itu dengan mata berair nan putus asa. "Elena ... sudah terlalu kesulitan karena kamu! Kamu mengambil alih tubuhnya dan dia semakin memburuk! Kamu tidak boleh egois seperti ini!"

Sarah berdiri, ia berteriak di depan wajah Jeremy. "Itu karena dia bodoh! Dia yang membuatku muncul!" katanya.

"Elena tidak bodoh ... dia tidak pernah memohon padamu untuk datang padanya! Kamu yang egois dan angkuh datang mengacaukan semuanya!"

"Apa?! Aku?! Mengacaukan?!" Sarah merasa sengatan listrik baru saja muncul di kepalanya sehingga ia perlu memegang bagian yang nyeri.

"Elena, ayo ... kamu bisa." Jeremy harap-harap cemas, dengan putus asa ia memanggil Elena agar gadis itu bisa mengambil alih tubuhnya sendiri.

Segalanya jadi buram, tubuh gadis itu jadi tidak seimbang hingga ia limbung ke belakang dan terduduk di kursi dengan kondisi tak sadarkan diri.

"Elena?"

"Elena kamu sadar?"

"Elena?"

"Sam ... Samuel?" Gadis itu menggerakkan punggungnya mencari posisi yang nyaman dan berusaha membuka matanya lebih lebar. Ia memindai ruangan ini dan mendapati dirinya terduduk di kursi dengan dikelilingi dua perawat serta satu dokternya yang setia. Sementara salah satu tangannya digenggam dengan hangat oleh seorang pria yang wajahnya ... sangat mirip dengan Samuel.

"Elena? Saya Jeremy, dokter kamu."

Dengan begitu, Elena sudah dipastikan bebas dari bangsal jiwa dan yang paling mengejutkan adalah penyerahan dirinya ke pihak berwajib karena kasus pembunuhan yang dilakukan dengan tangannya sendiri.

Jeremy awalnya menolak, tapi Elena berjanji akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan meski kenyataannya bukan dirinyalah yang membunuh secara langsung.

Elena hanya ingin merasa lega dan meminta maaf atas nama Sarah yang telah merugikan banyak orang. Ia harap, setelah ini hidupnya membaik dan tidak dilingkupi penyesalan.

Terakhir, Elena mengaku menyesal sudah terlibat dalam hubungan persahabatan antara Sarah dan Kinara yang terpaksa harus terputus.

Di kehidupan selanjutnya, semoga mereka bertemu lagi menjadi teman yang baik.

-

[ Seneng banget bisa total nyelesain kisah ini, makasih udah baca! Maaf kalo gak sesuai ekspektasi! ]

[ 💙 ]

Welcome To My WorldHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin