21. Cita

2.5K 376 5
                                    


Niscala tak langsung pulang usai menghabiskan satu ekor pepes ikan patin dan hampir semangkuk tauge. Tangan mungil Raninta tidak pernah mengecewakan karyanya, kalau pepes ikan patin itu lebih dari empat ekor mungkin Niscala akan menambah.

Ranin menuangkan ice jellynya kedalam dua gelas untuk dirinya dan juga Niscala sementara Nini sudah pamit istirahat.

"Makanan penutup plus lotion anti nyamuk" Ranin menaruh gelas tersebut di hadapannya seraya mengulurkan botol lotion anti nyamuk karena pintu rumah masih terbuka

"Lo mau racunin gue secara terang-terangan?" Tanya Niscala pura-pura jutek

Ranin memincingkan mata sambil melipat tangan di dada "Mati kalau gue racunin lo" Niscala menyerngitkan alis, merasa jawaban Ranin tidak nyambung

Ranin lebih dulu membuka lotion, menekannya hingga keluar, lalu membaginya pada Niscala sebelum di oleskan ke telapak tangan dan kaki. Begitupula Niscala yang sejak tadi menggaruk-garuk tangan dan pipinya.

"Mama pasti izinin lo tinggal di kontrakannya"

Ranin menoleh di sela mengoleskan lotion "Buat apa gue tinggal di kontrakan nyokap lo?"

"Biar ngga gelap" Niscala menyapu pandangannya dan berakhir membalas tatapan Ranin "Kasihan Nini kalau tidurnya harus gelap-gelapan"

Ranin berdecak "Udah biasa" kemudian menambah lotion nya

"Entar juga nyala lagi. Kalau Aliran gini biasanya kita tidur bertiga" jelas Ranin di iringi senyum ceria seakan mengatakan semuanya aman.

"Berapa banyak persediaan lilinya ?" Tanya Niscala sorot khawatir

"Waktu lampu mati, gue langsung lari ke warung beli lilin yang banyak" jawab Ranin

Niscala menatap lama Ranin yang masih asyik mengoleskan lotion "Hati-hati" ucapnya pelan. Gadis itu menoleh, mengiyakan, namun terdiam saat melihat Niscala yang sedang garuk-garuk.

"Jangan terus-terusan digaruk, nanti pipi lo jadi merah," kata Ranin sambil menahan pergerakan tangan Niscala.

"Bentar, gue ambil minyak kayu putih dulu," ucap Ranin dengan cepat. Ia masuk ke dalam kamar dan segera kembali dengan sebotol minyak kayu putih di tangannya.

"Tapi pipi lo merah banget, ada bentol-bentolnya juga," ujar Ranin sambil mengoleskan minyak kayu putih di sekitar area pipi yang merah dan berbentol.

Walaupun hanya mengandalkan cahaya lilin, dari jarak sedekat ini Niscala bisa melihat bulu mata Ranin yang ternyata panjang dan lentik.

"Masih gatal?" Tanya Ranin dengan suara halus dan menatapnya khawatir.

Niscala menurunkan pandangannya ke arah suara itu. Bibir Ranin yang tipis, berbentuk hati, terlihat merah merekah, mungkin akibat sambel yang baru saja ia buat.

"Telinga lo merah, mau gue olesin minyak kayu putih juga?" tanya Ranin dengan nada khawatir. Niscala tersentak oleh pertanyaan tersebut dan spontan memundurkan kepalanya.

"Ngga usah"jawab Niscala cepat. Tangannya bergerak dengan gesit, meraih gelas yang berisi es jelly, dan meminumnya dalam sekali teguk,  meredakan emosi yang tidak pernah Niscala alami sebelumnya sampai detik dimana Ranin mengoleskan minyak kayu putih.

Niscala menyapu pandangan. Di samping televisi ada satu bingkai yang menarik perhatiannya yaitu potret Ranin sedang mengibarkan bendera

"Kenapa lo masuk Paskibra?"

Ranin yang sedang menikmati Amplang yang dibawa Niscala menoleh lalu menatap ke arah yang sama "Mau masuk Akpol" sahutnya melirik Niscala yang beralih menatapnya

The Exploranin : where are you? [END]Where stories live. Discover now