Extra Part : Bersama menjadi mudah

5.3K 465 36
                                    


Hanya karena melihat keakraban Rumi dan papanya saat weekend, Ranin beberapa kali dilanda rasa rindu dan gemas dalam satu waktu. Tiap momen hangat di antara ayah dan anak itu selalu membuat hati Ranin bergemuruh campur aduk.

Hal yang membuat hati Ranin terasa berat adalah ketika Rumi berusaha memisahkan Niscala dari dirinya. Meskipun masih kecil, Rumi menunjukkan sikap protektif yang membuatnya ingin menjadi pusat perhatian Niscala. Bahkan saat makan malam tadi, mereka tidak absen untuk suap-suapan dengan penuh keakraban, sesuatu yang membuat Ranin merasa sedikit terpinggirkan.

Meskipun begitu, Ranin tak pernah merasa marah. Ia menyadari bahwa sikap Niscala yang menyayangi Rumi dengan caranya sendiri adalah sesuatu yang baik dan membuat anaknya bahagia. Namun, ada rasa terabaikan yang tak dapat dipungkiri. Rasa itu selalu ada, meskipun ia mencoba untuk menyembunyikannya.

Jadi, biarkan Ranin melampiaskan perasaan itu dengan tangisan sebelum akhirnya menghubungi Desi.

"Udah tidur, sayang?" Tanya Niscala dengan lembut, tetapi tak mendapatkan jawaban dari Ranin. Ia menyimpan handuknya dan beringsut naik ke atas ranjang, mencium pelipis Ranin dengan penuh kasih. Meskipun matanya sedikit mengerjap, Ranin berusaha tetap pura-pura tidur.

"Pura-pura tidur," kata Niscala dengan candaan, mengetahui bahwa Ranin hanya berpura-pura.

"Berusaha tidur," jawab Ranin seraya menaikkan selimutnya hingga ke leher, mengabaikan Niscala. Biasanya, dalam situasi seperti ini, Ranin berharap agar Niscala membujuknya.

"Nangis, kenapa?" tanya Niscala dengan nada penuh kekhawatiran setelah mendapati wajah sembab sang istri.

"Ngga tau," jawab Ranin ragu.

Niscala terkekeh "Mirip Rumi kalau ditanya kenapa nangis," ia menghela nafas panjang dan dengan lembut mengusap tangan Ranin, mencoba membaca ekspresi sang istri dari belakang.

"Cerita, pelan-pelan," bisiknya dekat telinga Ranin, memberi dukungan.

"Kangen kamu," tangan Ranin terulur meraih tangan suaminya, mencari kenyamanan dalam genggaman hangat itu.

Niscala mengulum senyumannya. "Aku samping kamu lho, Mah, masih kangen juga?" tanya Niscala dengan penuh perhatian.

"Tapi sama Rumi terus," ujar Ranin, raut wajahnya mengungkapkan perasaan campur aduk.

"Kamu cemburu sama Rumi?" Tanyanya sembari menahan tawa, lalu Ranin membalikan tubuhnya, memeluk Niscala seraya menyembunyikan wajah di ketiak Niscala.

Suaminya itu terkekeh pelan membalas pelukan Ranin, lalu menghujami ciuman gemas di leher dan pelipis istrinya.

"Aku curiga kamu hamil lagi," gumamnya mengunci kakinya dengan lembut di kaki Ranin.

Ranin mengerjap, mengingat tanggal hari ini dan mencocokkannya dengan periode menstruasinya. Lantas ia mendongak ke arah Niscala yang sedang memandanginya. "Telat seminggu sih, tapi aku pernah telat sepuluh hari tetap mens," jelas Ranin

"Akhir-akhir ini kamu lebih sensitif," jelas Niscala, yang beberapa kali kerap dibuat bingung oleh sikap Ranin yang tiba-tiba moody.

"Feeling aku seperti dulu waktu kamu hamil Rumi. Cek aja," Niscala meraih ponselnya yang berada di nakas. "Aku beli tespack sekarang, biar besok pagi bisa langsung dipakai," ucapnya sembari memainkan ponsel.

Mendadak jantung Ranin berdebar kencang, saat-saat seperti ini memang ditunggu setelah Rumi berusia tiga tahun, rencana untuk memiliki anak lebih dari dua sudah mereka persiapkan. Namun, tetap saja membuatnya gugup.

"Atau mau beli langsung di apotek sambil beli wedang ronde?" usul Niscala menyingkirkan ponselnya agar wajah istrinya terlihat.

"Berdua aja," bisiknya lagi.

The Exploranin : where are you? [END]Where stories live. Discover now