Extra Part : Rindu

4.2K 422 10
                                    

Rutinitas keluarga Niscala di hari libur adalah menemani Biru yang berlatih basket bersama teman-temannya. Walau akan menginjak usia tujuh belas tahun, Ranin dan Niscala tetap konsisten menemani Biru di segala aktivitas sosialnya di luar sekolah. Makanya Ranin sedikit kesal ketika Biru berkerja kelompok di rumah temannya bukan di rumahnya sendiri.

Dan mereka adalah satu-satunya keluarga yang menanami anaknya berlatih, hasilnya teman-teman Biru menjadi kurang lepas saat berada di antaranya. Namun, Biru tidak pernah merasa malu justru ia merasa beruntung, karena ia pernah berada di posisi anak yang kesepian karena kehilangan figur seorang ibu dalam setiap langkahnya.

Papanya tak sekedar melihat namun ikut mengarahkannya sambil menggendong Rumi yang selalu tepuk tangan ketika ia berada di lapangan. Sementara mamanya mengamati mereka di tribun sembari memakan siomay yang di beli abang-abang depan.

"Gendong kakak, yuk!" tawar teman-teman Biru yang tak kuasa menahan gemas ketika melihat tingkah polah manja dan ceria Rumi. Rambut gelombangnya diikat rapi dengan dua pita, dan tangan mungilnya dihiasi gelang bunga berwarna-warni, sembari mengenakan outfit family yang berwarna hijau, serupa dengan orangtuanya. Keimutannya seolah membuat semua orang tak dapat menahan diri untuk mengajaknya bermain.

"Kakak Andrian mau kenalan" Ucap Niscala menunduk menatap Rumi namun hanya mendapat gelengan. Entah kenapa hal itu membuat Niscala senang.

"Gemes banget dek, mirip boneka," serunya sembari menyentuh lengan Rumi. Namun, semakin di puji oleh teman-teman Biru, Rumi merespons dengan mengeratkan pelukannya di leher Niscala sambil menangis.

"Hayo loh Andrian jadi nangis"

"Bilang pak polisi dek" sahut teman lainnya

Niscala mengusap punggung Rumi untuk mengenakannya seraya berbisik "It's okay"

"Sama mas aja yuk!" ajak Biru dengan ramah, mengulurkan tangannya untuk menghibur Rumi. Namun, Rumi menolak dengan lembut, menggeleng dan menunjuk ke arah Ranin.

"Mama"

"Mau mama" ulangnya dan langsung minta di gendong oleh Ranin.

Usai menemani Biru dalam sesi latihan yang mengasyikkan, keluarga Niscala bergerak menuju salah satu restoran yang telah direkomendasikan oleh Ranin sebelumnya. Jadwal berburu makanan di hari libur telah menjadi tradisi yang dinanti-nanti oleh mereka, dan tak ada yang lebih menyenangkan daripada berkumpul bersama di meja makan.

Rumi dengan wajah ceria duduk di kursi tempat balita, menikmati hidangan skin salmon karage dengan lahapnya. Sementara itu,

"Cobain Smocked ducknya" ucap Niscala mengarahkan sumpit ke arah sang istri.

Ranin dengan antusias menerima smocked duck tersebut, dan saat bibirnya terkena sedikit saus, Niscala dengan lembut mengusapnya dengan ibu jari, sebuah gestur kecil yang penuh perhatian.

Mereka memilih tempat yang sedikit lebih tersembunyi, memberikan privasi untuk momen kebersamaan mereka. Biru tampak begitu fokus menikmati oyster, sementara Ranin merasa itu isyarat rahasia di antara mereka berdua. Tanpa sadar, dia mencium bibir Niscala dengan cepat, namun tak menyadari bahwa Rumi tengah memperhatikan mereka.

"I wanna be kissed too" ucap Rumi, tangannya menunjuk Niscala dengan tatapan memelas, "Mau papa," lanjutnya, meminta untuk digendong oleh papanya.

Biru dengan perhatian membantu memindahkan Rumi ke pangkuan Niscala, dengan senyum yang menggemaskan. "Sebelah mana yang mau di kiss?" tanyanya lembut.

"My cheek," tunjuk Rumi dengan manis ke arah pipinya, dan tanpa ragu, Niscala memberikan ciuman ringan di pipi putih si kecil.

"Sama mama mau di kiss?" tanya Ranin dengan lembut, sambil menunjuk ke arah tangannya.

"Mama ini aja," tunjuk Rumi ke arah tangannya.

Merasa kenyang setelah makan, Ranin dengan lembut menyandarkan kepalanya di bahu Niscala, memeluk lengan yang tak merangkul Rumi. Namun, tak berapa lama setelah itu, Rumi dengan cerdik mendorong dahinya. Niscala cepat tanggap dan langsung mengambil tangan Rumi yang digunakan untuk mendorong,

"Lembut, ya! Tangannya harus lembut, bukan seperti tadi yang mendorong mama," tegur Niscala dengan tegas, namun tetap penuh kelembutan dalam pandangan matanya.

Rumi yang sejak tadi cekikikan, kini diam dan menatap papanya dengan serius. Setelah pengajaran itu, Niscala mengusap lembut ubun-ubun Rumi.

"Minta maaf dulu sama mama," ucap Niscala dengan penuh kelembutan sambil terus mengusap ubun-ubun Rumi.

"Maaf, mama," ucap Niscala agar putri kecilnya menirukan kalimatnya barusan 

"Maaf, mama," Rumi dengan polos, mengakui kesalahannya.

"Hebat sekali anak papa," puji Niscala, tersenyum bangga melihat sang anak belajar mengakui kesalahannya.

"Kiss dulu mamanya," lanjut Niscala memerintah Rumi dengan lembut.

Rumi pun merangkul leher Ranin, mencium pipi mamanya dengan penuh kasih sayang. Namun meskipun Rumi sudah meminta maaf, bukan berarti Ranin bisa kembali bergelayutan di lengan Niscala seperti tadi. Rumi tetap teguh dengan pendiriannya, menempati tempat yang sudah dia klaim sebelumnya. "It's mine," kata Rumi sambil menegaskan posisinya.

"Coba Ma, pinneapple sorbetnya enak banget" ucap Biru memperlihatkan buah nanas yang di tengahnya sudah di ubah menjadi sorbet.

Mendadak terbayang Nisya yang sedang mengkonsumsi nanas untuk mengulurkan kehamilannya. Namun siapa yang menyangka bahwa janinnya kini tumbuh dengan sehat bahkan Nanas adalah salah satu buah favoritnya.

"Kamu aja, mas"

"Oh no! Panash papa" ringis Rumi setelah mencicipi mix mashroom voil, lantas Niscala menjauhkan sumpitnya lalu memberikan minum pada Rumi dengan pelan.

"Maaf, kira papa sudah dingin" ucapnya sembari mengusap rambut Rumi bahkan mengecupnya beberapa kali.

"Sama mama aja yuk makannya" bujuk Ranin namun hanya mendapat gelengan, "Mau sama papa" ini hanya Ranin saja atau perasaan seluruh ibu manapun kalau memiliki anak perempuan sangat dekat dengan papanya.

Ranin sangat dekat dengan bapak tapi tidak selalu ingin di peluk, di cium, bahkan mengekori kemanapun bapak pergi.

"I love you, sayang" itu bukan ungkapan Ranin pada suaminya melainkan Rumi pada papanya ketika sudah di belikan gaun.

Tak sengaja pandangan Ranin ke arah pasangan muda yang sedang berjalan dengan tangan yang saling merangkul, mereka tertawa namun seakan menertawakannya kemudian saling berbisik. Kapan terakhir kali Ranin rangkulan begitu dengan suaminya? Alih-alih menggendong Rumi yang enggan berjalan di mall.

Tiba-tiba Ranin merasakan genggaman seseorang, yaitu anak pertamanya. Biru tersenyum ke arahnya.

Ia merasa bangga dengan suaminya itu karena berhasil membesarkan Biru tanpa gengsi untuk mengungkapkan kasih sayang.

Desi tertawa di seberang sana, mendengar curhatan Ranin tentang perasaan aneh yang dialaminya. "Lo menciptakan saingan dari rahim lo sendiri, Nin," godanya

"Lo gitu juga, ngga?" tanya Ranin, mencoba mencari kesamaan perasaan. Ia menggeser bantalnya untuk di tumpuk.

"Ngga sih Nin, soalnya kalau gue kangen suami langsung nyosor aja tanpa diributin," jawab Desi santai.

"Kok anak gue gitu ya, ngga kasihan apa sama mamanya?" rengek Ranin dengan ringan.

"Tau tuh Rumi, udah tau emaknya baru ketemu sama bapaknya pasti bawaannya pengin di belai," balas Desi pura-pura memprovokasi, menciptakan tawa di antara mereka.

Obrolan mereka berhenti tiba-tiba ketika Niscala keluar dari kamar mandi. Lantas Ranin membelakanginya dan pura-pura memejamkan mata, berusaha menutupi perasaannya.


T H E E X P L O R A N I N

.
.
.
.
.

E X T R A P A R T

Jangan lupa vote & comment!

The Exploranin : where are you? [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora