Cireng vs Buaya Darat

6 0 0
                                    

Rebutan kamar mandi, jemuran, kopi, dan gorengan adalah rutinitas baru yang ditemui di posko KKN. Setiap pagi setelah berjemaah Subuh di masjid, mereka akan jalan pagi sekaligus lebih mengenal wilayah Desa Cibodas. Tempat yang sama sekali tidak terlintas sedikit pun di benak Rizal maupun teman-temannya yang lain. Jangankan terlintas, bahkan mungkin mendengar nama tempatnya saja belum pernah.

Untuk hari ini, mereka akan memulai program kerja yang sebetulnya masih harus terus dimatangkan lagi. Namun, mengingat waktu yang diberikan hanya 40 hari, maka mereka memutuskan mulai bergerak merealisasikan program kerja bersama-sama. Misalnya pagi ini setelah salat berjemaah dan jalan pagi, mereka sudah bersiap dengan beberapa perkakas kebersihan, seperti sapu lidi, cangkul, arit, kantong sampah besar, dan pengki.

"Ada yang mau dibikinin kopi, nggak?" tanya Sania dari arah dapur. Jadwal memasak yang sudah disusun, menempatkan Sania harus memenuhi tanggung jawabnya hari ini.

"Aku mau, San!" Rizal dengan semangat langsung mengangkat tangan sambil cengar-cengir.

"Eeem, aku. Mana aku teh?" goda Taufik cekikikan. Di sampingnya, Wildan hanya geleng-geleng menyaksikan dua temannya mulai kembali saling menjaili.

"Naon sih, sirik wae? Ieu si aku yang tampan mempesona." Tanpa ragu sedikit pun, Rizal menepuk dadanya berulang kali. Memang benar-benar si paling percaya diri. [Apa sih, sirik aja? Ini si aku yang tampan mempesona]

"Gandeng, gandeng. Mempesona keneh urang," timpal Wildan yang sejak tadi menyimak. [Berisik, berisik. Lebih mempesona aku]

"Mempesona mun ditinggali dina sedotan." Lia ikut nimbrung, padahal sejak tadi dia sibuk nyari sandal yang hilang sebelah. [Mempesona kalo dilihat dari sedotan]

"Naaah, bener!!" Taufik bersorak bahagia dan memukul ember yang ada di sampingnya.

"Yang lainnya ke mana? Kok cuma segini?" Guntur baru saja keluar dari kontrakan laki-laki sambil membawa sapu ijuk. Sejak tadi dia memang bolak-balik ke kamar mandi karena sakit perut. Bagaimana tidak, pagi-pagi sudah makan tiga cengek. Sok jagoan, sih!

"Udah ke jalan depan duluan. Hari ini kan jadwalnya kerja bakti beresin pinggir jalan. Banyak banget sampah," jelas Anggi. Saat itu memang hanya ada Anggi, Sania, Taufik, Rizal, Wildan, dan Guntur.

Taufik mengalihkan pandangan kepada Guntur, lalu berkata, "Mules keneh? Istirahat we atuh, ulah maksakeun. Bisi tambah parah." [Masih mules? Istirahat aja, jangan maksain. Nanti tambah parah]

"Lumayan, mules. Teu nanaon, kalem bisa ditahan, da. Engke ge mendingan." Guntur menepuk-nepuk pundak Taufik, meyakinkan temannya itu agar tidak terlalu khawatir. [Nggak apa-apa, kalem bisa ditahan, kok. Nanti juga mendingan]

Tidak berselang lama, Sania datang dari arah dapur membawa beberapa gelas kopi yang masih mengepulkan asap. Aroma kopi yang baru diseduh pun menyeruak, seakan memberi semangat pada mereka yang akan bekerja keras mulai hari ini.

"A Guntur mah jangan minum kopi. Nanti tambah sakit perut." Sania berusaha mengingatkan.

"Oh, kasihan, oh kasihan. Sungguh kasihan." Rizal mendadak bernyanyi, membuat teman-temannya yang lain bergidik dan langsung membubarkan diri.

***

Selepas azan Asar, Ineu dan Fatimah sudah bersiap mengajar mengaji di madrasah diniyah takmiliyah (MDT). Letak madrasah tidak terlalu jauh sehingga bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Selain program kerja bakti membersihkan sekitar desa, salah satu program kerja kelompok Amarwatasuta ini juga mengajar mengaji. Tentu saja, karena berhubungan dengan jurusan kuliah yang mereka tempuh.

Setiap anggota diberikan kepercayaan "memegang" satu MDT oleh ketua kelompok, kecuali sekretaris. Katanya, sekretaris itu kuncen posko yang tidak boleh ke mana-mana karena banyak laporan kerja yang harus dikerjakan. Di samping laporan kerja, terkadang ada kunjungan mendadak dari para dosen di kampus. Itulah mengapa Lia masih anteng di depan laptop saat Ineu dan Fatimah pamit mengajar.

"Teh Liaaa."

Terdengar panggilan dari luar. Lia yang masih di depan laptop pun beranjak dari posisi nyaman, lalu membuka pintu. Tampak Sania datang membawa keresek hitam.

"Kenapa?"

"Hayu, bikin cireng. Buat anak-anak yang main ke sini," ajak Sania, menunjukkan keresek yang dibawanya itu.

Sejak ada posko KKN alias para mahasiswa yang menempati kontrakan itu, beberapa anak yang duduk di bangku SD kebanyakan mampir dan bermain di halaman kontrakan. Biasanya yang menghandle mereka adalah Rizal, Ineu, dan Sania. Sementara itu, Lia lebih banyak menghabiskan waktu di dapur dengan membuat camilan atau sekadar menjadi penonton saja.

"Anggi ke mana?" tanya Lia yang tidak melihat Anggi sejak tadi.

"Di sini, Teh. Lagi rapiin sekre." Suara Anggi terdengar melengking dari kontrakan yang dihuni mahasiswa laki-laki, sekaligus dijadikan ruang sekretariat.

"Ooohh. Ya udah, atuh. Hayu, bikin cireng dulu."

Tanpa menunggu lama, Lia dan Sania bergegas ke dapur. Rupanya di sana ada beberapa orang yang sedang mengobrol karena tidak ada jadwal ke MDT.

"Nyieun naon, euy?" Taufik selalu terlihat full semangat, meskipun tugas kelompok KKN cukup banyak. Curiga, dia tiap hari gadoin batu baterai. [Bikin apa, nih?]

"Biasaaa, cireng." Lia nyengir, lalu mengambil panci kecil untuk memanaskan air yang nantinya akan disiramkan pada tepung kanji sebagai adonan cireng.

"Eh, besok siapa yang piket? Ke pasar, ya. Belanja aja buat per tiga hari sekali." Anggi datang membawa beberapa gelas kotor yang sudah dipakai menyeduh kopi pagi tadi.

"Teh Lia, Rizal, Guntur, sama kamu, kan." Sania menunjuk Anggi yang masih berdiri di ambang pintu. Anggi langsung nyengir, baru menyadari bahwa besok, dia juga piket.

"Ya udah, Teh Lia sama Rizal aja yang ke pasar, ya. Aku sama Guntur biar yang beberes di sini, sekalian masak buat sarapan. Kebetulan masih ada sayuran yang belanja kemarin."

"Okeee!" Lia menyahut tanpa mengalihkan pandangan dari air pada panci yang sudah mulai mendidih. Dalam keheningan, dia sibuk membuat cireng bersama Sania, sedangkan teman-temannya yang lain melanjutkan obrolan. Sore yang terasa cukup tenang dibandingkan hari-hari sebelumnya.

Tidak sampai setengah jam, cireng buatan Lia dan Sania matang sempurna, ditambah perpaduan saos seakan menambah nikmat camilan sederhana berbahan tepung kanji ini. Bersamaan dengan itu, anak-anak yang baru pulang mengaji mulai berdatangan ke posko. Ada yang datang menaiki sepeda, ada juga yang jalan bersama-sama teman. Mereka menunjukkan raut bahagia, khas anak-anak desa yang belum terlalu "terkontaminasi" gadget.

"Kadieu, baris. Hoyong cireng panas, teu?" panggil Wildan, menyuruh anak-anak berjumlah sekitar 7 orang itu berbaris. Udah kayak boyband yang nyanyi "Cenat-Cenut" aja nih bocah. [Sini, baris. Mau cireng panas, nggak?]

"Hoyooong!" sahut mereka kompak. [Ingin]

"Cirengna cukup teu, nya?" Lia menghitung cireng yang masih ada di saringan minyak. Untunglah jumlah cireng masih tersisa cukup banyak.

"Cukup, cukup," lanjut Lia, semringah.

Sebelum cireng itu diberikan, Rahma dan Ineu yang sudah selesai mengajar, sepakat memberikan kuis sederhana untuk mereka. Kuis yang sebetulnya enggak kuis-kuis amat, karena jawabannya sangat mudah.

"Coba sebutkan hewan apa saja yang bertelur!" ujar Rahma.

"Akuuu!" kata seorang anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun. "Ayam, bebek, buaya."

"Buaya naon, Dan?" Rizal ikut bertanya pada anak bernama Idan tersebut.

Idan tampak berpikir, sebelum menjawab lagi, "Ya ... buaya, we. Emang aya buaya naon wae, kitu?" [Ya ... buaya aja. Emang ada buaya apa aja, gitu?]

"Buaya darat. Tah, si Aa ieu contona," ujar Rizal, menepuk-nepuk pundak Taufik yang tidak banyak bereaksi selain mengangguk-angguk, seolah setuju. Emang dasar nih, Taufik buaya darat!

"Gagabah eta nyarios. Maenya nu kasep kieu disebut buaya darat." Taufik baru menyahut, setelah dua pertanyaan diajukan kepada anak-anak itu. [Sembarangan itu ngomong. Masa yang cakep gini disebut buaya darat]

"Yey, anday. Telat pisan responna," cibir Wildan, tidak habis pikir. Alhasil, mereka pun mentertawakan tingkah Taufik yang sering di luar prediksi manusia. [Telat banget responnya]

[Jangan lupa tinggalkan jejak; kasih bintang kecil atau komentar juga tidak apa-apa. Terima kasih ♡]

984 Cibodas SquadWhere stories live. Discover now