Langit dan Laut Saling Membantu

7.2K 595 20
                                    

Note : Don't Plagiat. Enjoy and Happy Reading.
.
.
.
Sorai pertama
.
"Marvio sudah pernah bilang bukan, Haikal itu 100 kali lebih baik dari Ayah."
-

"Udah berapa kali ayah bilang sama kamu Marvio Dirgantara?! Jangan pernah sentuh benda-benda sialan ini!" Kertas-kertas tak berdosa kini berceceran didepan Marvio dan sang ayah, membuat dadanya serasa diremat sebab sesak teramat sangat.

“Tapi ini mimpi Marvi ayah ...”

Mendengar gumaman sang anak, bukanya meredakan amarah, atau mendatangkan iba pada hatinya, justru, kini Dirgantara merasakan emosi yang meledak-ledak dalam sekujur tubuhnya.

“Jangan pernah membahas mimpi dihadapan ayah, Vio! Kamu boleh bermimpi, tapi tidak dengan menjadi musisi, tidak selama kamu masih menjadi anak saya. Mengerti?!” dengan pertahanan yang tersisa, Dirgantara mengatakan hal itu, kepada satu-satunya anak yang ia punya. Setelahnya, ia meninggalkan Marvio yang meneteskan liquid bening di matanya.

“Ayah pernah bilang kan, ngapain aku susah-susah pertahanin pertemanan sejak kecil antara Marvi sama Haikal? Ini alasannya yah, ayah ga pernah dukung aku, bahkan mimpi yang nggak menguras uang ayah ini pun ayah tolak mentah-mentah ...”

"Jika bersama Haikal, Vio suka yah, Haikal nggak ngasih uang buat Vio terjun ke mimpi Vio, tapi Haikal selalu topang dan dukung penuh keinginan Vio. Itu sebabnya yah, Haikal bisa jadi seratus, seribu, bahkan semilyar lebih baik dari sosok ayah.”

Sembari mengambil kertas-kertas berisi lirik dan tangga lagu yang sudah ia buat, Marvio bercerita, dengan tujuan sang Ayah. Namun, kenyataannya, Marvio hanya berbicara sendiri, pada sepi kamarnya kini, atau pada robekan-robekan kertas yang sudah siap ia buang ke tempatnya.

“Vio butuh bunda, tapi bunda di surga. Maka dari itu Tuhan, lindungi semua saudaraku, terutama Haikal Pangestu.”

•••

Jam menunjukan pukul dua sore. Marvio terlihat memarkirkan motornya di depan rumah kecil sederhana dengan pohon mangga besar di depannya.

“Assalamualaikum dek” ucap Marvio sembari membuka pintu berwarna merah nyentrik itu.

“Wa'alaikumsalam Bang Vioo sayangggg” sahutan panjang terlontar dari mulut salah satu dari enam remaja di sana.

" Ngapain Cen? Keliatan seneng amat, sampe-sampe manggil gue sayang-sayang. Nggak ada sesuatu yang lo rencanain kan?" tanya Marvio curiga.

"Idih, kalo nggak mau disayang bilang aja! Nggak jadi! Pokoknya anggep aja tadi Abang nggak denger." tuh kan, ngambekan.

Suara tawa menyahut setelahnya.

“Haikal kemana tuh?” Marvio bertanya ntah pada siapa, sembari berjalan ke arah sofa yang sama seperti tempat duduk saudaranya yang lain.

“Mau masak mie, hehe. Jiko yang minta. Ini mau bantuin kok” Jiko menjawab sembari cengengesan dan beranjak berdiri, namun Cenda, Reynan, dan Nathan segera mendahului berdiri, bahkan Cendaka menahan langkah Jiko.

"Nggak usah, biar gue aja, jangan pernah lo sentuh dapur kita Ji." Nathan segera berjalan ke arah belakang, menyusul Haikal yang terlebih dahulu kesana.

Memang, Jiko, Jendral, dan Marka, adalah member yang di larang keras untuk memasuki wilayah dapur jika tujuannya adalah memasak.

“Ya udah” Jiko kembali duduk, merasakan hening yang mereka ciptakan.

"Anjir, sepi amat dah, kalian semua kaga ada yang mau cerita apa kek gitu?" Jendral menyelutuk, memecah sepi diantara mereka.

"Nggak deh, Jiko nggak punya hal menarik buat di ceritain. Abang aja yang cerita, Jiko tim dengerin sambil nunggu Bang Haikal sama Bang Nana bawa mie"

SoraiWhere stories live. Discover now