Yang Tak Jadi Satu.

3.7K 422 14
                                    

Note : Don't Plagiat. Enjoy and Happy Reading.
.
.

Sorai Ke-enam.
.
“Perlunya kehadiran demi mencipta kehangatan.”
-


Chandra bersyukur, bahkan sampai menangis kecil tanpa suara atas cinta kasih yang di berikan Tuhan pada anak nya melewati enam pemuda di belakangnya.

“Udah semua Pa, milih surah-nya jangan panjang-panjang ya,” gurau Cendaka, bersiap untuk sholat isya’ bersama para saudaranya, dengan imam sang Papa.

Sang Papa mengangguk tanpa menoleh, memilih menarik nafas guna menstabilkan suaranya dan memulai sholat itu, bacaan takbir terlontar, dan keheningan yang hangat menyapa semua insan disana.

Sampai pada akhir salam, dan masing-masing membayar sholat magrib yang terlewat tanpa sengaja tadi. Kemudian, memilih menunduk bersama, berdoa dalam diam, memohon pengampunan serta pengharapan pada pemberi kehidupan.

Tak disangka isakan Cendaka dan Jiko terdengar pelan, mengiris kalbu manusia yang kini juga berdoa.

Kelima member Sorai, kecuali Cendaka dan Jiko, memilih bungkam dan melanjutkan doanya, memberi ruang pada dua bungsu mereka, diam dan seolah-olah tak ada disana.

Sedangkan Chandra memperhatikan anaknya dan Jiko yang memilih berhenti berdoa, mereka justru menangis tanpa isakan dan berhadapan, menatap dalam masing-masing iris titipan Tuhan “Ji, gue gak punya bunda lagi ...”

“Nggak lah ege, lo punya, pelan-pelan maafin dia oke ...” ucap Jiko, masih dengan lelehan liquid bening di pipinya.

Cendaka menggeleng dan mengusap air mata Jiko, “Gak tau, berat rasanya, tapi kenapa lo juga nangis sih elah”

“Jiko ...”

“Jadi inget bapak Cen, jadi pengen ketemu bapak ...” jawab Jiko, sembari ikut menghapus air mata di pipi Cendaka.

“Njir lah, tuh Papa ada, itu juga Papa lo”

“Emang bisa gitu?” kini keduanya berhenti menangis dengan sendirinya.

“Bisa, tanya aja sama Papa” ujar Cendaka sembari menoleh pada sang Papa.

“Iya, kamu Jiko, atau kalian semua, boleh nak, Papa jadi Papa kalian semua, oke” jawabnya dengan tangisan.

“Om, laki-laki kok cengeng” celetuk Jendral kurang ajar, sebenarnya hanya alibi agar tak ikut mellow bersama mereka.

“Canda om, maafin kembaran saya ya, gapapa, laki-laki juga manusia kok om, nangis aja nangis” sela Nathan dengan diikuti pukulan pada paha Jendral.

“Makasih ya nak, udah jaga Cenda, bahkan karakter dia sebagus ini, makasih. Saya tarik kata-kata saya, kedepannya, bukan kalian menjaga Cenda bersama saya, tapi saya yang akan menjaga kalian semua.” jelas-nya dengan diiringi pelukan Jiko yang tiba-tiba.

“Makasih Papanya Cendaka, makasih banyak”

“Papa aja Ji, panjang amat pake tambahan -nya Cendaka” ucap Cendaka.

“Ya udah, siap-siap tidur semua. Besok kalian sekolah kan, subuh-subuh pada pulang ambil seragam dan perlengkapan lainnya” setelah ucapan ini, mereka bersalaman dan bergegas keluar dari ruangan kamar khusus untuk sholat itu.

“Bang Haikal, Bang Marv, sama Ko Reynan dari tadi ga ada suaranya ya” celetuk Cendaka saat mereka sampai di kamarnya. Mereka akan tidur bersama di bawah, mengelar kasur-kasur kecil yang dimiliki Cendaka dan mengosongkan ranjang besar miliknya. Memang prinsip mereka begitu, harus dilalui bersama-sama selagi bisa.

SoraiWhere stories live. Discover now