Chapter 33: Escape Plan

42 6 0
                                    

Elena

Bukankah hal gila ketika aku harus menikah dan mempercayai seseorang begitu cepat? Namun, semalam aku tetap saja terlalu jauh bercerita tentang diriku yang pernah begitu disakiti oleh keluarga ini sendiri. Aku harap Robert menyimpan cerita itu untuk dirinya, semalam aku begitu kelepasan sampai ingatan itu menghantui diriku. Sebab banyak yang memandang bahwa hidupku luar biasa nikmat tanpa hambatan apapun padahal hidupku penuh dengan lika-liku salah satunya adalah kisah percintaan ini yang tak akan kemana-mana. Serta perjodohan yang ku tolak semalam membuatku harus berakhir di ruang kerja ibuku.

Sarapan pagi ini dengan menu yang mengandung perbawangan. Aku merasa sangat mual karena aromanya yang menganggu saluran hidungku. Aku sangat mual dan hampir muntah akan tetapi, aku menahannya karena tatapan Mama tegak lurus ke depan, dia sesekali kedip menatap ke arah makanannya dan Franklin yang lahap menikmati sarapannya. Aku sama sekali tak menyentuh makanan yang tersaji di atas piringku sebab aromanya yang kuat. Aku rasanya ingin menghilang dari tempat ini dan menutup hidungku.

"Kakak sepertinya terlihat tidak baik-baik saja? Dia tidak menyentuh makanannya sejak tadi." Aku mencubit lengan Franklin agar dia diam tak menyeletuk asal. Aku memang tidak baik-baik saja karena aroma makanannya akan tetapi, aku harus tetap tenang sebab Mama bisa bereaksi berlebihan.

"Mengapa tidak menyentuh makanannya, Elena? Kau tidak bergairah karena ayahmu tidak di sini, hmm? Dia pergi semalam dan akan kembali besok pagi." Ucapnya datar.

"Aku hanya sedang tak ingin makan," jawabku terbata-bata karena menahan rasa mual ini membuatku semakin tak nyaman. Rasanya sesak, aku hampir tak bisa bernapas karena mencoba menahan agar aromanya tidak masuk ke dalam hidungku.

"Aku akan memanggilkan dokter, kau bisa diperiksa dulu sebelum kita bicara," Dia tersenyum menyeringai menatap diriku yang sudah mulai tak nyaman dan ingin segera memuntahkan apa saja yang ada di dalam perutku saat ini.

Aku akhirnya tak bisa menahan dan lari ke westafel di dalam toilet dekat ruang makan untuk muntah. Aku sudah menahannya sejak tadi, rasanya begitu sakit ketika aku menahannya. Aku mengeluarkan begitu banyak cairan yang membuat wajahku kemerahan hingga tubuhku berkeringat meskipun tempat ini dilengkapi dengan air conditioner. Aku seperti sudah kehilangan tenagaku saat ini. Kepalaku pun tetiba pusing, aku masih mencoba tegar berdiri dan berjalan mendekati meja makan meskipun Franklin sudah tidak ada disana dan hanya Mama saja yang terlihat sibuk dengan ponselnya.

"Pelayan sudah membereskan makanannya, aku lupa kau alergi bawang. Jika kau ingin sarapan, mereka bisa memasak sarapan lain untukmu. Kau harus makan, Elena." Ucapnya lembut.

Aku mencoba duduk, menenangkan diri sejenak serta menarik napas dalam-dalam. Kepalaku rasanya masih berdenyut, sekarang pun perutku terasa sangat lapar setelah aku memuntahkan seluruh isinya baru saja.

"Aku ingin makan sate kambing pagi ini, bisa kau buatkan?" Ucapku pada salah seorang pelayan yang membereskan piring.

Mama menyipitkan matanya, "Yang benar saja, Elena. Sejak kapan kau suka makan kambing? Bukannya kau dulu sering mual ketika mencium aroma daging kambing???" Dia melongo kebingungan, aku sekilas mencoba mengingat sesuatu dan apa yang dia katakan adalah kebenaran. Namun, tiba-tiba sekali aku ingin memakan daging kambeng yang disate.

"Sudah sejak lama, di Melbourne aku sering mampir ke restoran yang mengolah daging kambing jadi, aku menyukainya." Aku menelan ludahku, aku harap dia tak mencurigaiku.

"Baiklah, masak saja daging kambingnya, Steve. Berikan yang terbaik untuknya. Jika sudah selesai memasak, kau bisa melaporkan kepada Sherlien agar dia bisa memberitauku. Aku akan ada di ruang kerja hari ini." Aku menelan ludahku melihat tatapannya penuh kengerian ditambah nuansa dressnya serba hitam dari atas sampai bawah. Dia seperti ingin menghadiri pemakaman.

Forbidden LoveNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ