Punya teman yang kelakuannya kayak anjing sangatlah meresahkan, seperti Minji yang selalu menargetkan Airin untuk menjadi slavenya.
Ia selalu mencari akal supaya Airin tunduk kepadanya dan bermohon-mohon, namun sialnya Airin mengetahui semua rencana Minji untuknya, hal itu jarak antar mereka terjadi.
Minji hanya diam disaat Airin dengan jelas menjauhinya, ia tau kalau jarak antar mereka pasti tidak akan lama karena Airin sangat membutuhkan Minji.
Misalnya uang? Minji sangat kaya sedangkan Airin miskin, dan soal itu Minji tiba-tiba kepikiran untuk memperdayai Airin melalui uang.
Ia menyeringai tipis disaat tau apa yang harus di perbuat.
Mengabaikan Airin dan langsung pergi menuju kediaman Airin, setibanya disana ia langsung disambut hangat oleh kakek dan nenek Airin.
Perlu diketahui saja kalau Airin merupakan anak yatim piatu, ia diasuh oleh kakek dan neneknya sejak kecil, jadi Airin sangat menyayangi kakek dan neneknya yang sudah seperti orangtuanya sendiri.
"Ada apa datang kemari nak?" Minji tersenyum hangat, ia sangat bermuka dua, dan senyuman itu dibalas oleh nenek dan kakek.
"Kedatangan saya kesini mau memberikan ini kek." Dengan sopan ia mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku, kakek menolak uang itu, begitupula dengan nenek, Minji tidak habis akal, ia mengatakan kalau duit itu adalah pemberian dari Airin, hal itu kakek dan nenek menerimanya dan meminta Minji untuk menjaga atau melindungi Airin.
"Tentu, kek, nek." Kakek dan nenek Airin tersenyum senang karena Airin memiliki teman seperti Minji yang baik.
Waktunya Minji pamit untuk pulang karena Airin pasti sudah selesai dengan kelasnya, ia menyalami kakek dan nenek setelahnya pergi.
Malam harinya, suara bel yang di pencet berulang kali terdengar, Minji yang tengah merapikan kasur serta meletakkan beberapa lilin wangi diatas meja, menyeringai tipis mendengar suara bel tersebut, ia bergerak ke balkon dan menunduk memandangi mangsanya datang.
Melihat bagaimana pembantunya membukakan pintu untuk Airin dan menyuruhnya masuk, Minji masuk kedalam kamar dan duduk di sofa ternyamannya sembari mengangkang, menunggu santai Airin.
Pintu kamarnya terbuka, memperlihatkan Airin yang sangat marah kepadanya, ia bahkan melempar uang ke wajah Minji.
"Ambil duitmu sialan." Minji menyeringai tipis mendengarnya, ia bangkit dan berjalan mendekati Airin yang melototi dirinya.
"Tidak baik menolak pemberian seseorang, apalagi dari temanmu."
"Teman? Aku sangat jijik berteman dengan manusia bangsat sepertimu."
"Bukankah itu terlalu kasar, sayang?" Menyentuh pipi Airin namun di tepis kasar, Minji terkekeh kecil dan membalas santai tatapan penuh amarah tersebut.
"Sayangnya yang sudah diberi tidak bisa dikembalikan."
"Aku tidak perduli, dan mulai sekarang kamu bukan temanku, ini terakhir kalinya aku melihatmu." Setelah mengatakan itu, Airin berbalik dan melangkah cepat menuju keluar kamar, Minji mengikutinya dengan santai, menuruni tangga dan mengisyaratkan kepada pembantu yang ada didepan pintu untuk segera menutup dan mengunci pintu.
Melihat pintu yang akan ditutup Airin berlari kecil namun sayangnya pintu sudah tertutup sempurna dan dikunci.
Ia menggeram marah dan berbalik cepat, tangannya langsung memukul dada Minji, sangat kuat, namun Minji tidak bergeming sedikitpun dari tempatnya.
"Apa maumu sih!"
"Kamu."
"Sialan, buka pintunya!" Mencengkram kerah Minji dan matanya mulai berair karena mulai takut, terlebih ia berada di rumah Minji, hanya berdua karena pembantu dirumah itu seakan sudah diperintah untuk meninggalkan rumah.