🌠 • 22 • Pengakuan Angkasa

99 86 5
                                    

“Dia tidak tahu jika di sukai seseorang yang tak di sukanya terasa berat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Dia tidak tahu jika di sukai seseorang yang tak di sukanya terasa berat. Terlebih dia sosok yang tahu seluk-belukmu.”

🌠

Suasana gelap nan sunyi tak membuat niatnya urung. Tanpa penerangan sedikitpun kakinya menjejaki lantai berubin. Hebatnya dia tidak terantuk meja atau tersandung kursi seolah hafal di luar kepala. Langkahnya membawanya ke tempat dimana ia biasa menenangkan pikiran yang tengah riuh dijejali nama Bintang.

Bibirnya menyesap susu kotak kesukaannya untuk menemani malam ini. Kedua matanya terpejam menikmati dinginnya angin malam. Meresapi keheningan yang selalu ia rasakan tiap malam menjelang di tambah ketiadaan Bintang di sisinya, menciptakan kesunyian di hidupnya makin mencekam dari sebelum-sebelumnya. Bahkan lebih dalam saat dunianya kehilangan sosok yang melahirkannya.

"Berhenti keras kepala!"

Sana berdecih mengenali si empunya suara. "Kalau lo gak ngelarang-larang, gue nggak akan keras kepala, kok! Dan perlu lo ketahui, lo yang keras kepala, bukan gue! Lo yang pertama kali ngelarang gue ngelakuin apa yang gue suka!"

Sana heran, kenapa Marsya sangat suka mengatur hidupnya? Kalaupun ingin, bisakan bukan dia yang di jadikan bonekanya? Marsya sering kali melarangnya melakukan ini-itu dan Sana menurut saja, toh ia tahu itu demi kebaikannya. Begitulah Marsya di matanya dahulu. Namun, setelahnya Sana merasa ada hal janggal ketika Marsya makin menekannya, menuntutnya berbagai hal, termasuk melupakan Bintang.

Untuk pertama kalinya, Sana membangkang menolak permintaan–atau mungkin perintah tak terbantah–Marsya. Tentu Marsya tidak tinggal diam dan itu makin menguatkan tekadnya untuk memberontak. Karena dia yakin ada sesuatu yang disembunyikan Marsya dengan beralaskan “demi kebaikannya”. Kebaikannya apa yang harus meniadakan kehadiran Bintang di memori indah penuh kenangannya? Atau mungkin “demi kebaikannya” di sana merujuk pada Marsya?

"Lo lupa gue ngelakuin ini semua buat—"

"Kebaikan gue? Lagi?!" Nada suara Sana meninggi. Dia berdiri berjalan mendekati Marsya. Matanya siap melayangkan tatapan tak suka. "Bukan, itu bukan buat kebaikan gue. Tapi lo, Marsya Fiora," tandasnya menyebut nama lengkap Marsya.

Sesaat Marsya diam mematung. Tidak ada siapapun yang mengetahui nama lengkapnya selama dia tinggal di rumah panti. Lalu bagaimana Sana mengetahuinya? Tidak mungkin kebetulan, bukan?

Sebelah bibir Sana mencuat naik. "Kaget? Ini baru awalnya, Sya. Gue nggak akan diam aja di saat lo tahu semuanya. Dan makin lo pengen gue lupain dia, makin besar pula rasa ingin tahu gue soal itu, termasuk segalanya tentang lo," bebernya menekankan.

Marsya tersenyum kecil. Senyum yang berhasil menimbulkan bulu kuduk Sana meremang. Pasalnya tidak pernah sekalipun seorang Marsya terlihat menebar senyum. Gadis pendiam itu kerap memasang raut sedatar tembok. Mungkin tembok pun kalah olehnya.

Escape From You [COMPLETED]Where stories live. Discover now