Chapter 12

489 81 2
                                    


Hujan mengguyur kota Jogjakarta, menjadi tanda bahwa musim kemarau akan segera berakhir. Tetesan air hujan terjiplak di kaca jendela, membuat motif khas yang membuat siapa saja yang berjiwa aesthetic pasti menyukainya. Gadis di balik jaket tebal dengan satu tangan yang memegang cangkir bergambar beruang itu duduk bersila di atas sofa ruang perpustakaan rumah, lalu gadis di sebrangnya yang tengah menikmati semangkuk mie instan berkuah masih terlalu asyik dengan makanannya.

"Ahh emang hujan-hujan gini paling enak makan indomie.." Chika menyeruput kuah mie instan itu, hingga habis tak tersisa. Bunyi mangkuk dan meja kaca yang bersentuhan membuat suara yang khas.

"Kamu tuh makan mie instan terus, kalau ibu tau pasti di omelin.." Shani melirik, lalu menyesap susu jahe yang tinggal separuh.

"Asal mbak nggak bilang ke mama sih aku aman, hehe." Chika tersenyum hingga menampilkan gummy smileynya, lalu duduk mendekat ke arah Shani. Gadis itu merebahkan kepalanya di pundak Shani, hal yang selalu Chika sukai, bermanja-ria dengan kakaknya.

"Mbak? Kita perlu ke rumah Jinan nggak sih?" tiba-tiba Chika bertanya, lalu kepalanya terangkat dan kini memandang Shani.

"Perlu, tapi nunggu waktu, kita harus pastikan kalau cermin itu emang ada disana. Dari cerita bapak yang di warung tadi sih mbak yakin, kalau cucu Bu Saras yang di gondol Selong itu pasti Jinan." jawab Shani, lalu meletakkan cangkirnya di atas meja. Chika mengangguk, menyetujui ucapan kakaknya, bagaimana pun dia tidak boleh gegabah.

"Kamu udah mulai tau belum benang merah di masalah ini?" Shani menoleh ke Chika, menatap wajah adiknya itu yang dominan mirip dengan ibunya, sedikit kebulean.

"Cermin itu adalah tempat dimana Nyai Ratu Balajiwa bersemayam, dia punya banyak pasukan lelembut, ya salah satunya genderuwo itu. Sepertinya Trah Raharja sudah turun-temurun melakukan perjanjian dengan iblis itu. Semacam pesugihan, dimana ada nyawa yang harus di tumbalkan. Aku masih cari tau tentang hubungan anak kecil yang ada di Dunia Furter dengan semua ini mbak.. beberapa hari ini saat aku menjelajah di Dunia Furter, dia nggak ada, feelingku kayak dia sengaja di umpetin." jelas Chika.

Shani mengangguk, "Dek, kamu masih inget kan waktu kamu di UKS, kamu nanya dimana Jinan, padahal disitu ada Jinan loh.."

Ucapan Shani langsung membuat Chika tersadar, dan selama ini dia melupakan satu hal, satu hal yang ternyata amat penting untuk penyelidikan kali ini.

"Aku inget mbak, dan sekarang aku mulai paham tentang semua ini. Anak kecil itu pasti sukma Jinan yang masih berumur 8 tahun, bapak tadi di warung bilang kan kalau cucu Bu Saras pernah di gondol Selong, raganya memang ketemu, tapi sukmanya masih tertahan di Dunia Furter. Dan sesuatu yang sekarang berada di raga Jinan, itu bukan sejatinya dia, itu iblis merah, Nyai Ratu Balajiwa." ucap Chika, yang membuat Shani terbengong-bengong.

"Ya Tuhan.. pantesan setiap ada Jinan mbak selalu ngerasa hawanya langsung berubah jadi aneh, dan kamu sadar juga nggak sih setiap ada dia pasti bau bunga melati tapi bercampur bau busuk bangkai?" Shani kembali mengulurkan tangannya, lalu mengambil cangkir berisi susu jahe itu.

"Iya mbak, bau itu sebenarnya bukan bau dari Nyai Ratu Balajiwa, tapi itu lebih ke bau kuntilanak. Bau Nyai Ratu Balajiwa lebih identik sama bau darah, anyir tapi sedikit busuk. Sebenarnya wujud asli Nyai Ratu Balajiwa itu sendiri adalah iblis merah, dia mengambil visual seperti kuntilanak dari qorin wanita penganut ilmu hitam. Core nya masih ada, tapi sudah sangat tenggelam dan sudah di manipulasi oleh iblis merah. Dan tidak hanya ada 1 sosok, tapi ada banyak, kumpulan seluruh sosok berenergi negatif itu yang menjadikan Nyai Ratu Balajiwa semakin kuat." ujar Chika, dan itu membuat Shani langsung beristighfar.

"Jadi yang kita hadapi adalah sekelas devil?"

Chika mengangguk. Shani menghela nafasnya. Hujan di luar semakin deras, membuat suhu di ruangan menjadi semakin dingin, padahal Chika sudah mematikan ac. Suara gemericik dari guyuran hujan yang jatuh sedikit memekakkan telinga, namun ada suara lain yang masuk ke dalam indra pendengaran Chika.

WENGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang