Chapter 15

491 76 7
                                    


Sepeninggal Yerin, Chika menyusuri lorong gelap tak berujung itu hanya dengan mengandalkan cahaya dari lentera gaib. Dia harus bisa menemukan pintu dengan ukiran yang sama persis seperti di foto yang ada di jurnal Eyang Sukma. Langkahnya terus membawanya jauh ke dalam kegelapan, beberapa kali dia harus menghindar ketika tangan-tangan kurus nan menyeramkan itu berusaha menggapai tubuhnya. Chika mulai kelelahan, dengan keringat yang kini mulai menetes melewati pelipisnya. Dia berhenti di tengah lorong, sambil terus berkonsentrasi dan mata batinnya melanglang-buana menembus lebih jauh ke dalam kegelapan, mencari pintu itu dan menemukan Jinan.

Dok!

Dok!

Dok!

Bunyi gedoran pintu spontak membuat tubuh Chika terhentak karena terkejut, bunyi itu berasal dari pintu di sebelah kirinya. Chika mengamati pintu itu, lalu tangannya yang menenteng lentera gaib dia ulurkan ke depan pintu.

Dok!

Dok!

Dok!

Pintu itu kembali di gedor, Chika mundur beberapa langkah. Pintu itu perlahan berubah menjadi seperti jeruji besi. Di dalam sana Chika bisa melihat laki-laki paruh baya yang tengah terkapar dengan kedua tangan dan kaki yang di rantai. Di atas laki-laki itu terlihat sosok bayangan hitam dengan cambuk panjang yang terbuat dari besi yang membara.

"Ya Allah..." Chika menutup matanya saat bayangan hitam itu mencambuk perut laki-laki itu hingga ususnya terburai. Chika menahan nafas saat bau anyir dari darah menguar dari balik jeruji besi itu, perlahan bayangan itu melesat dan menabrak besi pembatas, membuat Chika kaget dan langsung mundur hingga menabrak pintu di belakangnya.

"Menungso tekan kene... Arak opo?" bayangan hitam itu bersuara dengan suaranya yang berat dan menggelegar. Chika menelan ludahnya, tidak berani menatap wajah makhluk hitam itu yang masih berdiri di balik jeruji besi.

(Manusia bisa sampai disini... Mau apa?)

"Pangapunten.." ucap Chika dengan tubuh yang mulai bergetar. Lalu saat tangan dari makhluk gelap itu terjulur, badan Chika seperti di tarik oleh sesuatu, hingga tubuhnya menjauh dari makhluk itu dan di hempaskan begitu saja di sebuah ruangan yang sangat luas. Tubuh Chika terbanting dan jatuh dengan posisi yang sama sekali tidak keren. Dagunya sobek hingga darah segar menetes dari sana, punggungnya pasti lebam karena menabrak dinding yang keras, dan kini dia juga mulai merasa ngilu di kedua lututnya.

(Maaf..)

Chika bangun dengan tubuh terhuyung, nafasnya naik-turun dengan tempo yang cepat, matanya memandang ke sekeliling, terlihat seperti rumah tanpa perkakas, Chika hanya bisa mengandalkan penerangan lilin yang di pasang di beberapa sudut.

"Ternyata kamu kuat juga.." suara itu membuat Chika seketika menoleh ke sebuah sudut, di sana dia melihat sosok wanita dengan visual yang mirip seperti kuntilanak, namun sosok ini lebih mengerikan dengan kepala yang memiliki dua tanduk, juga wajahnya yang penuh dengan darah, taring-taringnya mencuat melalui bibirnya yang robek sampai ke telinga, matanya besar berwarna merah darah.

"Nyai Ratu Balajiwa..." geram Chika, matanya menatap tajam ke arah makhluk itu. Tidak ada rasa takut sama sekali. Chika mempersiapkan dirinya, saatnya telah tiba, dan peperangan itu tidak akan terelakkan lagi.

Hawa dingin menguar begitu saja, bau melati dan bau busuk bangkai tercium. Ruangan remang dengan cahaya lilin-lilin itu terlihat lebih menakutkan dari rumah hantu manapun. Nyai Ratu Balajiwa menarik rantai dengan gerakan yang cukup kasar, hingga dari balik kegelapan itu muncul gadis kecil berusia 8 tahun dengan dress lusuh dan juga penampilan yang acak-acakan. Wajahnya pucat dengan luka di sekujur tubuhnya.

"Jinan?!" teriak Chika.

Jinan menoleh ke arah Chika, kedua tangannya menggapai-gapai dengan wajahnya yang memelas, namun Nyai Ratu Balajiwa dengan kasarnya menarik rantai itu, yang ternyata terhubung dengan leher Jinan. Tubuh Jinan terhuyung ke belakang, lalu punggungnya menabrak tembok yang keras. Gadis kecil itu menangis dengan suara yang pilu.

"Arak opo koe?! Arak njikuk bocah iki?? Ora iso!! Raharja wis setuju yen anak iki bakal dadi wek'ku. Anak iki wis di tumbalke!! Koe ora iso sak penak'e dewe njikuk bocah iki! Bocah iki wis mambu mayit!" ucapan dari Nyai Ratu Balajiwa membuat Chika terdiam tak bergeming, dia mencerna seluruh ucapan iblis itu.

(Mau apa kamu?! Mau mengambil anak ini?? Tidak bisa!! Raharja sudah setuju jika anak ini akan jadi milikku. Anak ini sudah di tumbalkan!! Kamu tidak bisa seenaknya mengambil anak ini! Anak ini sudah bau mayat!)

"Iblis memang lebih cerdik dari manusia. Penuh tipu muslihat hingga membuat manusia tunduk patuh padanya.." monolog Chika. Namun Nyai Ratu Balajiwa tertawa keras hingga suaranya melengking, seolah mengejek Chika. Jinan meringkuk di pojokan masih sambil menangis, dari posisi ini Chika melihat jika tubuh gadis kecil itu terlihat sangat pucat.

Nyai Ratu Balajiwa menarik kembali rantai yang di pasang di leher Jinan, hingga gadis kecil itu tertarik secara otomatis, iblis itu lalu melemparnya ke arah pojok ruangan yang gelap, tubuh Jinan ambruk di atas tanah padat yang dingin, lalu pagar besi seketika memenjaranya. Chika berlari ke arah Jinan yang sudah tergeletak tak bergerak, namun seketika iblis itu menghadang Chika dengan tangannya yang memanjang, mencengkram lengan Chika hingga kulitnya terlihat kebiruan. Iblis itu menarik lengan Chika dan melemparnya hingga tubuhnya jatuh di atas tanah yang menggunduk.

Chika mengaduh, posisinya telungkup, dia sedikit menarik tubuhnya, dan matanya langsung fokus pada batu maisan yang tertancap. Tempatnya berubah kembali, sekarang dirinya berada di tengah-tengah kuburan. Tawa Nyai Ratu Balajiwa kembali melengking, dia melesat dan langsung mencengkram rambut Chika yang tergerai, menariknya dan menyeretnya dengan brutal.

"Arghhhhh!!!!" Chika berteriak kesakitan saat merasakan kepalanya yang panas dan rambutnya yang seperti akan terlepas dari kulit kepala. Iblis itu menyeret rambut Chika sambil tertawa melengking, lalu dengan gerakan cepat menghentakkan tubuh Chika hingga dia sekarang berdiri. Iblis itu berada tepat di hadapannya, dengan mulut menganga dan lidahnya yang menjulur seperti ular.

Kepala Chika bergerak ke kanan dan kiri, namun seketika semua saraf di tubuhnya menegang, lehernya di cekik oleh iblis itu, tubuh Chika setengah melayang dengan kedua kakinya yang menendang-nendang udara kosong. Kedua tangannya menggelepar dan merasakan sensasi yang mengerikan. Lidah iblis itu mulai menyentuh pipi Chika, lalu beralih menelusuri keningnya, dan hal yang selanjutnya terjadi sukses membuat tubuh Chika menggelinjang hebat. Lidah iblis itu menusuk ke dalam jantung Chika.

Dunia Kenyataan.

Tubuh Chika tiba-tiba kejang, membuat Shani yang tengah mengaji di bawah tempat tidur itu langsung tersentak dan bangkit menghampiri adiknya.

"Ya Allah dek..." Shani memeluk tubuh Chika sambil mengumandangkan lafadz-lafadz Allah ke telinga adiknya itu.

"Arghhhhh!!! Arghhhh!!!!!!!" teriakan itu menggema lantang hingga membuat seluruh lelembut menaruh perhatian pada rumah Atmaja. Surti dan Amungreksa datang dan langsung bersimpuh di hadapan Shani.

"Den Ayu butuh pertolongan disana.. saya tidak bisa menembus kabut gaib di tempat itu. Mohon ampun Mbak Ayu.." Amungrekso bersimpuh di hadapan Shani. Lalu Mbah Mojo datang, kakek tua itu duduk bersila di pojok ruangan, tubuhnya yang tinggi menyentuh langit-langit rumah.

"Mbak Ayu, jemputlah Den Ayu, biar saya yang menjaga raganya.." ucap Mbah Mojo, tangannya selalu memegang tasbih. Shani mengangguk, lalu dia yang masih memakai mukena bersila di atas sajadah, mata Shani terpejam, berkonsentrasi, dan dalam hitungan 10 detik sukmanya terlepas dari raganya.

Mata Shani terbuka, melihat ke sekelilingnya yang hanya ada pohon-pohon yang menjulang tinggi.

"Mbak!!!!!"

Suara itu menggema, itu suara Chika. Shani langsung berlari menembus kegelapan.

Sementara nan jauh di kehidupan nyata sana, di sebuah rumah sakit swasta yang terletak di jantung kota Jogjakarta, Jinan mengejang dengan hebatnya.

TBC.

WENGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang